Berita Jembrana

Jembrana Bahas Ancaman Antraks, Buntut 3 Orang Meninggal Dampak Antraks Pada Sapi di Yogyakarta

Jembrana Segera Bentuk Tim Koordinasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Fenty Lilian Ariani
Tribun Bali/ I Made Prasetia
Suasana saat antar OPD terkait menggelar workshop pembentukan tim koordinasi pencegahan dan pengendalian zoonosis dan penyakit infeksius baru di Jembrana, Selasa 12 September 2023. 

NEGARA, TRIBUN-BALI.COM - Pemkab Jembrana menggelar workshop sebagai persiapan membentuk tim koordinasi pencegahan dan pengendalian zoonosis dan penyakit infeksius baru di Jembrana, Selasa 12 September 2023.

Penyakit yang dimaksud diantaranya seperti Antraks yang menyerang ternak sapi, kerbau hingga kambing dan lainnya.

Diharapkan 2024 timn sudah bisa jalan serta didukung dengan anggaran.

Menurut data yang diperoleh, selain Antraks dan LSD, juga ada penyakit lain yang diwaspadai dan harus diantisipasi seperti rabies bahkan PMK.

Tim yang dibentuk dari berbagai OPD ini akan menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing. Sementara leadernya ada di empat OPD berbedaa yakni Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Pangan (Bidang Keswan-Kesmavet), BPBD serta Dinas Kominfo Jembrana. 

"Salah satunya penyakit yang harus kita waspadai dan antisipasi adalah antraks. Meskipun belum masuk ke Bali, Jembrana sebagai pintu masuk wajib melakukan pencegahan," kata Kepala Dinas Keseharan Jembrana, dr Made Dwipayana saat dikonfirmasi, Selasa 12 September 2023.

Dia melanjutkan, khusus untuk penyakit antraks belakangan ini muncul di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Dikhawatirkan, penyakit ini nantinya meluas bahkan hingga ke Bali.

Sehingga pembentukan tim koordinasi pencegahan dan pengendalian zoonosis dan penyakit infeksius baru di Jembrana dirasa perlu dilakukan agar hal tersebut tidak sampai terjadi. 

Baca juga: Tingkatkan Kemampuan Bela Diri, Satsamapta Polres Badung Lakukan Latihan Rutin

Baca juga: HUT ST. Yowana Giri Santhi Br. Ancak dan ST. Astiti Yoga Sentana Br. Menesa, Desa Adat Kampial


Apalagi, kasus antraks di wilayah Gunung Kidul itu bermula dari konsumsi daging sapi yang mati karena sakit. Sedikitnya ada tiga orang warga meninggal dunia.

"Risiko yang paling fatal dari antraks adalah menyeberang paru-paru yang membuat sesak nafas. Artinya ada penekanan pada fungsi paru-paru kita, mirip Covid 19," jelasnya.

Berkaca dari kasus tersebut, kata dia, langkah awal pencegahan penularan yang bisa dilakukan adalah dengan mengawasi perdagangan dan transportasi ternak dengan ketat.

Apalagi antar pulau. Kemudian, dalam penanganan hewan terserang antraks tidak boleh ditanam, melainkan dibakar.

Sebab, masa inkubasi spora ini bisa mencapai 14 hari bahkan lebih.

Kemudian untuk mengantisipasi daging yang terinfeksi, kata dia, masyarakat melalui petugas kesehatan juga harus memastikan kesehatannya sebelum dipotong. 

"Ketika menemukan hewan ternak mati sakit tak diketahui, jangan justru dijual murah atau bahkan dikonsumsi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved