Berita Bali

BALI Duduki Peringkat Ketiga Kasus Warga yang Nekat Akhiri Hidup! Ini Kata Dokter Jiwa

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, I Gusti Rai Putra Wiguna, sebetulnya angka kasus bunuh

pexels/andreapiacquadio
Ilustrasi - Berdasarkan data Kepolisian RI (Polri), Pulau Dewata menduduki posisi ketiga, sebagai provinsi dengan kasus warga yang nekat akhiri hidup (bunuh diri) terbanyak di Indonesia. Tercatat sejak 1 Januari hingga 20 Juli 2023 ditemukan sebanyak 61 kasus bunuh diri di Bali. Sementara itu, di posisi pertama ditempati Jawa Tengah dengan 253 kasus bunuh diri, kemudian di posisi kedua ditempati Jawa Timur dengan total 128 kasus bunuh diri. 

Berita atau artikel ini tidak bertujuan untuk menginspirasi tindakan bunuh diri. Pembaca yang merasakan tanda-tanda depresi dan memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit atau klinik yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa. Anda juga bisa simak hotline https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/

 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Berdasarkan data Kepolisian RI (Polri), Pulau Dewata menduduki posisi ketiga, sebagai provinsi dengan kasus warga yang nekat akhiri hidup (bunuh diri) terbanyak di Indonesia.

Tercatat sejak 1 Januari hingga 20 Juli 2023 ditemukan sebanyak 61 kasus bunuh diri di Bali. Sementara itu, di posisi pertama ditempati Jawa Tengah dengan 253 kasus bunuh diri, kemudian di posisi kedua ditempati Jawa Timur dengan total 128 kasus bunuh diri.

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, I Gusti Rai Putra Wiguna, sebetulnya angka kasus bunuh diri di Bali, memang sudah tinggi sejak tahun sebelumnya.

Bahkan, dia menyebutkan, tahun sebelumnya ketika masa pandemi kasus bunuh diri di Bali mencapai dua kali lipatnya.

“Pernah tahun 2020 hanya 68 (kasus bunuh diri). Tahun 2021 itu bisa sampai 124 (kasus), hampir dua kali lipat. Setelah pandemi pun ternyata tidak mereda, data yang diambil ini sampai 20 Juli itu sudah pertengahan tahun sudah 61 artinya memang Bali cukup rentan,” jelasnya pada, Senin 18 September 2023.

 

Baca juga: Mahayastra Lengser, Tidak Ada Pesan Khusus Koster Untuk PJ Bupati Gianyar, Dilantik Besok!

Baca juga: Mahayastra Tanggapi Soal Lonjakan Beras, Sebut Malah Untungkan Petani di Gianyar

Baca juga: Harga Beras Mahal, Kapolres Klungkung Sidak Agen Beras di Pasar Galiran

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, I Gusti Rai Putra Wiguna, sebetulnya angka kasus bunuh diri di Bali, memang sudah tinggi sejak tahun sebelumnya.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Denpasar, I Gusti Rai Putra Wiguna, sebetulnya angka kasus bunuh diri di Bali, memang sudah tinggi sejak tahun sebelumnya. (Istimewa/Dok. I Gusti Rai Putra Wiguna)

 

 

Lebih lanjutnya ia mengatakan, angka absolut kejadian bunuh diri di Bali menempati urutan ketiga dibandingkan provinsi lain.

Tetapi ia menilai, jika dibandingkan jumlah penduduk, penduduk Bali dengan estimasi 8,5 juta orang dengan kejadian 61 kasus bunuh diri.

Sedangkan jika dilihat wilayah Jawa Tengah, dengan 253 kasus bunuh diri jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, ia meyakini lebih daripada lima kali lipat penduduk Bali.

“Bisa jadi kalau angka persentase, maka resiko penduduk Bali itu mengalami bunuh diri penduduk Bali lebih besar daripada daerah provinsi lain. Apa penyebabnya? Tentu tidak ada jawaban sederhana untuk penyebab bunuh diri,” imbuhnya.

Penyebab kasus bunuh diri, diyakininya, adalah kombinasi dari berbagai macam hal kompleks. Misalnya, adanya perubahan situasi sosial. Sebut saja di Bali, tambah dia, memiliki perubahan sosial yang sangat cepat dengan gerak pariwisata.

“Setelah pandemi, kemudian kedekatan, kerekatan dalam rumah tangga, keluarga itu juga ada hubungannya sehingga orang-orang mulai kesulitan untuk curhat sampaikan keluhan-keluhannya kepada teman atau keluarga,” katanya.

 

Ilustrasi tiang gantung - Berdasarkan data Kepolisian RI (Polri), Pulau Dewata menduduki posisi ketiga, sebagai provinsi dengan kasus warga yang nekat akhiri hidup (bunuh diri) terbanyak di Indonesia.

Tercatat sejak 1 Januari hingga 20 Juli 2023 ditemukan sebanyak 61 kasus bunuh diri di Bali. Sementara itu, di posisi pertama ditempati Jawa Tengah dengan 253 kasus bunuh diri, kemudian di posisi kedua ditempati Jawa Timur dengan total 128 kasus bunuh diri.
Ilustrasi tiang gantung - Berdasarkan data Kepolisian RI (Polri), Pulau Dewata menduduki posisi ketiga, sebagai provinsi dengan kasus warga yang nekat akhiri hidup (bunuh diri) terbanyak di Indonesia. Tercatat sejak 1 Januari hingga 20 Juli 2023 ditemukan sebanyak 61 kasus bunuh diri di Bali. Sementara itu, di posisi pertama ditempati Jawa Tengah dengan 253 kasus bunuh diri, kemudian di posisi kedua ditempati Jawa Timur dengan total 128 kasus bunuh diri. (Pixabay / Servicelinket)

 

 

Kemudian, sambungnya, ada hubungannya dengan akses terhadap kesehatan jiwa.

Misalnya, berdasarkan umur, angka bunuh diri dalam tren belakangan terakhir ini, anak muda menurun kemungkinan bunuh diri.

Sedangkan lansia tetap tinggi, kemungkinan dikarenakan stigma terhadap kesehatan jiwa itu sudah mulai berkurang bagi anak muda atau milenial sehingga mulai akses layanan kesehatan jiwa.

 

“Sedangkan pada usia lebih lanjut masih sulit bahwa dia butuh intervensi kesehatan jiwa, jadi banyak hal dan faktor yang menentukan hal itu tetapi memang pda tempat-tempat yang perubahan situasinya cepat itu angka bunuh diri akan meningkat juga, jadi harus dilayani dengan unit layanan kesehatan jiwa yang terjangkau dan efektif dan nyaman untuk penduduk,” imbuhnya.

 

Kembali ia menegaskan, kasus bunuh diri tentu tidak hanya karena satu faktor. Misalnya karena pandemi atau karena kesulitan ekonomi. “Belum tentu juga. Ini buktinya dengan taraf perekonomian yang mulai membaik, ternyata kejadian bunuh diri tidak serta-merta menurun,” ucapnya.

 

Perubahan-perubahaan situasi sosial, misalnya dengan perkembangan pariwisata, kemudian penghasilan atau pekerjaan orang menjadi berubah.

Di samping itu, orang-orang dituntut untuk makin sibuk dan sebagainya, itu juga merupakan suatu stressor.

“Bahkan, ada negara-negara maju dengan tingkat ekonomi yang tinggi, kejadian bunuh diri juga meningkat. Jadi faktor ekonomi itu hanya salah satu faktor, tidak bisa digeneralisir untuk semua kejadian bunuh diri yang terjadi,” tutupnya. (*)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved