Kasus SPI Unud

Prof Antara Sebut Kasus SPI Direkayasa, Rektor Unud Non Aktif Ini Merasa Dirinya Hanya Korban!

Hal tersebut ia ucapkan saat membaca nota eksepsi, di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa, 31 Oktober 2023.

Penulis: Putu Candra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Istimewa
Selain menyatakan pungutan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bukan kasus korupsi. Rektor non aktif Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. IPU juga menyebut, kasus yang membelitnya adalah rekayasa dan adanya unsur sentimen pribadi. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Selain menyatakan pungutan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bukan kasus korupsi.

Rektor non aktif Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. IPU juga menyebut, kasus yang membelitnya adalah rekayasa dan adanya unsur sentimen pribadi.

Hal tersebut ia ucapkan saat membaca nota eksepsi, di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa, 31 Oktober 2023.

Prof Antara menyampaikan nota eksepsi sebagai terdakwa, menanggapi dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum terkait perkara dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun akademik 2018-2022.

Baca juga: 6,7 Hektar Sawah Alami Puso Akibat Kekeringan & Fenomena El Nino di Buleleng 

Baca juga: Usai Makan Siang di Denpasar, Presiden Jokowi Satu Mobil dengan Pj Gubernur Bali

Selain menyatakan pungutan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bukan kasus korupsi.

Rektor non aktif Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. IPU juga menyebut, kasus yang membelitnya adalah rekayasa dan adanya unsur sentimen pribadi.
Selain menyatakan pungutan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bukan kasus korupsi. Rektor non aktif Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. IPU juga menyebut, kasus yang membelitnya adalah rekayasa dan adanya unsur sentimen pribadi. (Tribun Bali/Putu Candra)

 

"saya mengungkapkan penderitaan saya sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara, atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu. Kasus ini adalah kasus sentimen pribadi," ucapnya di hadapan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi.

Prof Antara menceritakan, selama dirinya menjabat sebagai rektor kerap mendapat tekanan dari berbagai pejabat tinggi dan oknum aparat senior, baik secara lisan atau tertulis. Tekanan meminta seakan memaksakan agar saudara, anak dari kolega dari aparat hukum itu diluluskan atau diterima di Unud.

"Ada oknum calon mahasiswa, dimana akibat penekanan dari oknum aparat hukum paling tinggi di Bali akhirnya dibantu untuk diluluskan, akan tetapi sesudah lolos diterima sebagai mahasiswa masih ngeyel lagi dengan meminta agar uang SPI digratiskan atau tidak perlu membayar uang SPI," ungkapnya.

Bahkan kata Prof Antara, oknum mahasiswa tersebut dengan sombongnya berteriak-teriak seolah sudah ada pesan dari aparat hukum senior kenapa masih harus membayar SPI. "Inilah salah satu unsur penyebab sakit hati terhadap saya," katanya.

Selain sentimen, Prof Antara menyebutkan beberapa oknum eksternal memanfaatkan oknum internal Unud untuk menjegal, menghentikan dan menggantikannya sebagai rektor yang sah.

"Masa jabatan saya sebagai rektor selesai pada tahun 2025 nanti. Dibuatlah semacam skenario yang dimulai dengan menjadikan rektor sebagai tersangka tindak pidana korupsi sejak 8 Maret 2023, lalu dilakukan penahanan di Lapas Kerobokan sejak 9 Oktober 2023. Akibat dari penahanan saya, jabatan rektor kemudian di Plt kan, tetapi Plt masanya terbatas, maka akan diadakan pemilihan rektor baru di 2024 yang akan datang," tuturnya.

"Kenapa Rektor harus berhenti sebelum masa jabatannya selesai 2025 nanti? Karena kalau pemilihan Rektor dilakukan 2025, beberapa oknum ambisius tersebut sudah tidak memenuhi syarat sebagai calon rektor dari segi umur yaitu maksimal 60 tahun," imbuh Prof Antara.

Prof Antara pun menginformasi di persidangan mengenai skenario proses pemilihan rektor baru Unud ini yang sedang berlangsung di Universitas Udayana.

Menanggapi bukti komunikasinya via WhatsApp (WA) dengan terdakwa Dr. Nyoman Putra Sastra (berkas terpisah) yang berisi perintah meluluskan atau memasukan mahasiswa titipan atau "jalur belakang", dibantah oleh Prof Antara. Pihaknya berdalih, hal itu untuk menginventarisasi beberapa anak-anak dosen pegawai dan yang direkomendasikan oleh mitra strategis Unud.

"Saya bukan memerintahkan untuk meluluskan mereka tetapi hanya untuk diinventarisasi, karena kami berdua tidak memiliki kewenangan meluluskan, dan juga waktu terjadi komunikasi tersebut belum ada rapat kelulusan. Yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kelulusan adalah rektor," terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved