Kasus SPI Unud
Prof Antara Sebut Kasus Dugaan Korupsi Dana SPI Direkayasa, Rektor Unud Merasa Jadi Korban
Kasus SPI Unud, Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU (59) membantah dakwaan, memohon kepada majelis hakim untuk mengabulkan eksepsinya.
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Rektor Universitas Udayana (Unud) nonaktif, Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU (59) membantah dakwaan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Bantahan tersebut ia sampaikan melalui nota eksepsi (keberatan) pribadinya yang dibacakan di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa 31 Oktober 2023.
Prof Antara menyampaikan eksepsi sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun akademik 2018-2022.
Selain menyatakan pungutan dana SPI bukan sebagai kasus korupsi, Prof Antara juga menyebut, kasus yang membelitnya adalah rekayasa dan adanya unsur sentimen pribadi.
Baca juga: Terseret Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Ini Peran Mantan Rektor Unud, Prof Raka Sudewi
"Saya mengungkapkan penderitaan saya sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu. Kasus ini adalah kasus sentimen pribadi," ucapnya di hadapan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi.
Prof Antara menceritakan, selama dirinya menjabat sebagai rektor kerap mendapat tekanan dari berbagai pejabat tinggi dan oknum aparat senior, baik secara lisan atau tertulis.
Tekanan meminta seakan memaksakan agar saudara, anak dari kolega dari aparat hukum itu diluluskan atau diterima di Unud.
"Ada oknum calon mahasiswa, dimana akibat penekanan dari oknum aparat hukum paling tinggi di Bali akhirnya dibantu untuk diluluskan, akan tetapi sesudah lolos diterima sebagai mahasiswa masih ngeyel lagi dengan meminta agar uang SPI digratiskan atau tidak perlu membayar uang SPI," ungkapnya.
Bahkan, kata Prof Antara, oknum mahasiswa tersebut dengan sombongnya berteriak-teriak seolah sudah ada pesan dari aparat hukum senior kenapa masih harus membayar SPI.
"Inilah salah satu unsur penyebab sakit hati terhadap saya," katanya.
Selain sentimen, Prof Antara menyebutkan, beberapa oknum eksternal memanfaatkan oknum internal Unud untuk menjegal, menghentikan dan menggantikannya sebagai rektor yang sah.
"Masa jabatan saya sebagai rektor selesai pada tahun 2025 nanti. Dibuatlah semacam skenario yang dimulai dengan menjadikan rektor sebagai tersangka tindak pidana korupsi sejak 8 Maret 2023, lalu dilakukan penahanan di Lapas Kerobokan sejak 9 Oktober 2023. Akibat dari penahanan saya, jabatan rektor kemudian di-Plt-kan, tetapi Plt masanya terbatas, maka akan diadakan pemilihan rektor baru di 2024 yang akan datang," tuturnya.
"Kenapa Rektor harus berhenti sebelum masa jabatannya selesai 2025 nanti? Karena kalau pemilihan Rektor dilakukan 2025, beberapa oknum ambisius tersebut sudah tidak memenuhi syarat sebagai calon rektor dari segi umur yaitu maksimal 60 tahun," imbuh Prof Antara.
Prof Antara pun menginformasi di persidangan mengenai skenario proses pemilihan rektor ini yang sedang berlangsung di Unud.
Menanggapi bukti komunikasinya via WhatsApp (WA) dengan terdakwa Dr Nyoman Putra Sastra (berkas terpisah) yang berisi perintah meluluskan atau memasukan mahasiswa titipan atau "jalur belakang", dibantah oleh Prof Antara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.