Berita Bali
Nelayan Protes, Ekomarin Minta Akses ke Laut Tak Ditutup, PT BTID Tegaskan Tak Usik Kegiatan Nelayan
Marthin menegaskan, segala pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir harus mengacu pada rencana tata ruang
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Menurut Marthin, penerbitan PKKPRL harus dipertimbangkan secara matang oleh Pemprov Bali melalui konsultasi publik.
Sebagaimana diketahui, PT Bali Turtle Island Development (BTID) tengah mengajukan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk menguasai ruang darat dan laut Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan, Bali.
PKKPRL ini diajukan oleh PT BTID yang menguasai 491 hektare luas Pulau Serangan, ke Pemerintah Provinsi Bali untuk melakukan berbagai pembangunan, salah satunya Pelabuhan Marina.
Di lain sisi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga sudah menginisiasi pembangunan Pelabuhan Marina di Desa Serangan.
Pelabuhan yang diinisiasi Bappenas ini nantinya difungsikan untuk kepentingan umum dan pemasukannya akan dikelola oleh Pemda Bali.
Dikonfirmasi Tribun Bali secara terpisah, Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT BTID, Zakki Hakim menjelaskan KKPRL adalah soal Pengusahaan, bukan Penguasaan Laut.
Dalam rangka memenuhi peraturan perundangan yang berlaku, maka PT BTID sebagai pengelola KEK Kura Kura Bali mengajukan usulan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) kepada pemerintah untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diwajibkan kepada badan usaha dalam UU Cipta Kerja.
Menurutnya, sebagai Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki rencana kegiatan pariwisata bahari termasuk pengembangan Taman Koral dan Wisata Koral, maka KKPRL wajib diajukan oleh BTID.
Hal ini dikarenakan aturan baru ini mewajibkan BTID sebagai badan usaha untuk membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas areal yang dimanfaatkan.
Aturan ini tidak berlaku bagi nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan ekonomi seperti biasa.
“Menurut aturan yang disampaikan Kementerian dan Dinas, masyarakat nelayan tradisional tetap dapat berkegiatan seperti biasa,” kata Zakki.
Kebijakan di atas seharusnya tidak berdampak kepada masyarakat nelayan tradisional yang tetap dapat melakukan kegiatan hariannya, karena kebijakan ini ditujukan oleh pemerintah pusat untuk mendapatkan PNBP dari para pengusaha, badan usaha atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekonomi di ruang laut.
Pejabat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Dikor Jupantara, telah meluruskan dalam beberapa kesempatan sosialisasi yang juga dihadiri pimpinan Desa Dinas dan Desa Adat Serangan serta perwakilan Nelayan Serangan, bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) adalah soal “pengusahaan, bukan penguasaan” laut.
BPSPL dalam kesempatan sosialisasi di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali pada 12 September 2023 dan di kantor Dinas Perhubungan pada 25 Oktober 2023 memaparkan bahwa KKPRL ini tidak menghalangi masyarakat nelayan tradisional dalam berkegiatan di laut seperti biasa.
Ia menambahkan, KKPRL ini adalah bagian dari upaya pemerintah dalam mengumpulkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti retribusi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.