Berita Buleleng
Banyak Penolakan, Kadis Kesehatan Buleleng Tegaskan Nyamuk Mengandung Wolbachia Aman
Penyebaran telur nyamuk mengandung wolbachia di rumah tangga asuh yang tersebar di 55 desa di Buleleng ditunda.
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Penyebaran telur nyamuk mengandung wolbachia di rumah tangga asuh yang tersebar di 55 desa di Buleleng ditunda.
Hal ini terjadi lantaran adanya penolakan dari oknum yang mengatasnamakan kelompok masyarakat di Bali.
Nyamuk mengandung wolbachia itu dinilai dapat membawa dampak buruk untuk kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto menyebut sesuai jadwal penyebaran telur nyamuk mengandung wolbachia dilakukan pada Minggu (12/11/2023) kemarin.
Baca juga: Tuai Pro dan Kontra, Dinkes Bali Tunggu Hasil Kajian Nyamuk Wolbachia
Sebelum melakukan penyebaran, sosialisasi ke desa-desa juga sudah dilakukan. Namun karena adanya penolakan, rencana itu pun terpaksa ditunda.
dr Sucipto pun menegaskan, nyamuk mengandung wolbachia sejatinya aman bagi kesehatan serta tidak memiliki efek samping.
Wolbachia merupakan bakteri yang terdapat di 50 persen serangga seperti lebah, kupu-kupu dan lalat buah.
Wolbachia kemudian dimasukkan ke dalam nyamuk aedes aegypti, sehingga wolbachia ini dapat menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
Baca juga: Nyamuk Mengandung Wolbachia akan Disebar di Buleleng, Upaya Menekan Kasus DBD
Penyebaran nyamuk mengandung wolbachia juga sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, dan dinilai efektif menurunkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Terlebih kajian dan penelitian sebut dr Sucipto sudah dilakukan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Melihat hasil kajian dan penelitian di Yogyakarta, masyarakat di sana malah yang meminta karena aman dan dampaknya luar biasa terhadap penurunan demam berdarah. Tidak ada efek sampingnya," jelas dr Sucipto.
Baca juga: Pro Kontra, Penebaran Nyamuk Wolbachia di Denpasar Ditunda hingga Batas Waktu yang Tak Ditentukan
Dengan adanya penolakan tersebut, dr Sucipto mengaku saat ini pihaknya hanya menunggu arahan dan instruksi dari Dinkes Bali, apakah penyebaran nyamuk mengandung wolbachia akan tetap dilakukan atau tidak.
"Kami hanya bisa menunggu arahan dari provinsi saja," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Kesehatan Buleleng berencana menyebarkan telur nyamuk yang mengandung wolbachia di rumah tangga asuh yang tersebar di 55 desa yang ada di Buleleng.
Baca juga: Telur Nyamuk Wolbachia Ditebar di Pemecutan Kelod, Sasar 501 Rumah untuk Menekan Sebaran DBD
Rumah tangga asuh itu diharapkan nanti dapat memelihara telur-telur tersebut hingga menetas.
Masing-masing rumah tangga asuh akan diberikan satu buah kapsul berisikan 400 butir telur nyamuk yang mengandung wolbachia.
Kapsul tersebut nantinya dapat dimasukan ke dalam gentong berisi air. Sehingga telur-telur tersebut dapat menetas dalam waktu tujuh hingga 14 hari.
Dalam pemeliharaannya, warga yang terpilih sebagai rumah tangga asuh hanya diminta untuk menjaga telur-telur itu agar tidak dimakan oleh binatang, serta dijauhkan dari jangkauan anak kecil.
Sehingga tingkat keberhasilan menetas bisa mencapai 75 hingga 80 persen.
Baca juga: Kasus DBD di Denpasar Menurun, Agustus 2023 Hanya 29 Kasus, November 2023 Rilis Nyamuk Wolbachia
"Yang memilih siapa yang menjadi rumah tangga asuh itu dari pihak World Mosquito Program (WMP). Intinya lokasi yang dipilih merupakan wilayah dengan data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tinggi," jelas dr Sucipto.
Buleleng dipilih menjadi salah satu daerah untuk pengembangan nyamuk yang mengandung wolbachia di Bali.
Hal ini dilakukan lantaran Buleleng menjadi kabupaten penyumbang kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Bali.
Sejak Januari hingga Juni saja, tercatat sudah ada 616 orang yang terkena DBD.
Anggota Komisi IX DPR RI, I Ketut Kariyasa mengatakan, pengendalian DBD dengan metode Wolbachia ini dilakukan bekerja sama dengan World Mosquito Program (WMP).
Anggaran yang digunakan bukan berasal dari APBN maupun APBD. Melainkan disponsori oleh pemerintah Australia dan Gillespie Family Foundation.
Metode Wolbachia kata Kariyasa pernah diterapkan di Kabupaten Bantul, dan berhasil menekan kasus DBD hingga 77 persen.
Untuk itu, di Bali metode ini akan dilakukan khusus untuk daerah Buleleng dan Denpasar.
Pasalnya, metode yang sebelumnya sering dilakukan yakni 3M (Menguras, Mengubur dan Menutup) Plus (menanam tanaman pengusir nyamuk) hingga fogging dinilai kurang efektif dalam menekan kasus DBD.
"Kasus DBD di Bali selalu tinggi, khususnya di Buleleng. Bali ini daerah pariwisata, sangat tergantung dengan keamanan dan kesehatan. Jadi ini harus menjadi perhatian serius, kami akan coba kendalikan DBD dengan metode baru ini (Wolbachia,red)," terangnya.
Wolbachia kata Kariyasa adalah bakteri alami yang terdapat di 50 persen serangga seperti lalat buah, lebah dan kupu-kupu.
Wolbachia kemudian dimasukkan ke dalam nyamuk aedes aegypti, sehingga wolbachia ini dapat menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
Ada sebanyak 10 juta nyamuk aedes aegypti yang mengandung wolbachia, yang akan diproduksi setiap minggunya di sebuah Laboratorium yang ada di Denpasar.
"Nyamuk aedes aegypti yang mengandung wolbachia nanti akan disebarkan di seluruh kecamatan di Buleleng. Nyamuk ber-wolbachia akan kawin dengan nyamuk aedes aegypti yang ada di wilayah setempat, sehingga nantinya bisa menghasilkan keturunan yang ber-wolbachia."
"Sementara apabila nyamuk ber-wolbachia menggigit orang yang terkena DBD, tidak akan mentransfer virus DBD ke orang lain," jelas Kariyasa. (*)
Berita lainnya di Wolbachia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.