Berita Bangli

Peternak Ayam Petelur Kelimpungan Akibat Harga Jagung Mahal, Budiartawan Ngaku Rugi Rp2,5 Juta/Hari

Harga pakan ayam berupa jagung sejak beberapa bulan terakhir, terus mengalami peningkatan.

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Suasana di peternakan ayam petelur milik Kadek Budiartawan, di Banjar Buungan, Desa Tiga, Kecamatan Susut. Selasa (23/1/2024) 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Harga pakan ayam berupa jagung sejak beberapa bulan terakhir, terus mengalami peningkatan.

Kondisi ini tentu menyebabkan biaya produksi ayam petelur semakin membengkak.

Di sisi lain, harga telur ayam saat ini justru mengalami penurunan. 


Salah satunya diungkapkan peternak ayam petelur, I Kadek Budiartawan saat ditemui Selasa (23/1/2024).

Baca juga: KPU Bangli Mulai Proses Loading Logistik Pemilu 2024

Kata dia, naiknya harga pakan terutama jagung sudah terjadi sejak Desember 2023. Dari awalnya Rp 5.000 per kilo, saat ini menjadi Rp 9.200 per kilo.

"Ini merupakan harga jagung tertinggi selama saya menjadi peternak ayam petelur," ujar pria yang melakoni bisnis ini sejak 30 tahun lalu. 


Kata Budiartawan, pakan ayam terdiri dari tiga jenis bahan campuran. 50 persen di antaranya berupa jagung, sisanya berupa dedak dan konsentrat. 

Baca juga: Sepanjang Tahun 2023 Tercatat Ada 31 Kasus Terkait Perempuan dan Anak di Bangli


Diakui harga konsentrat juga naik, namun tidak terlalu tinggi. Justru masalah utamanya yakni jagung. Sebab walaupun harganya tinggi, ketersediaannya juga tergolong langka. 


Ia juga menjelaskan, jagung merupakan bahan pokok utama untuk pakan ayam dan tidak bisa digantikan dengan bahan pakan lain.

Sebab jika digantikan, maka akan berpengaruh terhadap kesehatan ayam serta produksi telur. 

Baca juga: Dana BOS di Bangli Cair Lebih Cepat


"Naiknya harga jagung ini karena memang produksinya menurun dan ketersediaannya jarang. Biasanya jagung ini diambil dari wilayah Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Sumbawa dan Lombok," ucap Pria asal Banjar Buungan, Desa Tiga, Kecamatan Susut ini.


Kadek Budiartawan sendiri bisa dibilang merupakan peternak besar. Ia memiliki 25 ribu ekor ayam petelur, dengan produksi mencapai 20 ribu butir telur ayam per hari.

"Seluruhnya dipasarkan ke hotel dan wilayah Lombok. Pemasarannya setiap hari," katanya. 

Baca juga: Biaya Angkut Sampah di Bangli Akan Naik, Rumah Tangga dari Rp 2.000 Jadi Rp 15.000


Kendati tergolong peternak besar, naiknya harga jagung saat ini tak dipungkiri sangat berpengaruh terhadap biaya produksi.

Ia mengatakan dengan jumlah 25 ribu ekor ayam, pihaknya membutuhkan sedikitnya 4 ton jagung sehari. Sedangkan saat ini, harga telur justru mengalami penurunan. 


"Naik turunnya harga telur tergantung dari permintaan pasar. Salah satu yang mempengaruhi adalah hari raya, atau kegiatan tertentu."

"Untuk saat ini harga telur rata-ratanya Rp 47 ribu hingga Rp 48 ribu per tray (isi 30 butir, red) dari sebelumnya Rp 52 ribu hingga Rp 55 ribu per tray," sebutnya. 

Baca juga: Perseroda BMB Fokus Kelola 4 Bidang, Salah Satunya PLTS Bangli


Membengkaknya biaya produksi secara otomatis menyebabkan pihaknya merugi. Dengan naiknya harga jagung saat ini, kerugian pihaknya mencapai Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per1000 ekor.

"Dengan jumlah 25 ribu ekor ayam, otomatis kerugian mencapai Rp2,5 juta per hari," ucapnya. 


Mantan Perbekel Desa Tiga ini berharap agar pemerintah melakukan intervensi terkait ketersediaan suplai bahan baku pakan ternak, terutama jagung.

Ia menilai, idealnya pemerintah memiliki stok untuk mengintervensi dan menstabilisasi pada saat terjadi gejolak harga di pasaran. 


"Ketika ada anomali produksi di petani terkait dengan jagung khususnya, itu pemerintah bisa langsung intervensi. Sehingga harganya tidak melambung tinggi seperti sekarang," tandasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved