Kasus SPI Unud

Prof Antara Divonis Bebas, Ketua BCW: Jaksa Harus Bertanggung Jawab Apa yang Dikerjakan

Eks Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara., M.Eng., IPU. divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar

Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Putu Candra
Prof Antara usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis, 22 Februari 2024. 

Prof Antara Divonis Bebas, Ketua BCW: Jaksa Harus Bertanggung Jawab Apa yang Dikerjakan

 


TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Eks Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara., M.Eng., IPU. divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis 22 Februari 2024 kemarin.

Dia dinyatakan tak bersalah dalam kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru jalur mandiri tahun 2018-2022.

Sontak, vonis Majelis Hakim mendapat sorotan dari berbagai pihak. Termasuk salah satunya dari LSM anti korupsi, Bali Corruption Watch (BCW).

Ketua BCW Putu Wirata Dwikora menuturkan, bila Jaksa Penuntut Umum (JPU) berkeyakinan kuat terdapat korupsi dalam kasus tersebut, mestinya JPU melakukan upaya hukum lebih lanjut guna mempertanggungjawabkan yang telah dikerjakannya.

‘’Tapi, putusan pengadilan harus dihormati, termasuk segala hak dari mantan Rektor UNUD dan terdakwa lainnya yang telah mendapat vonis bebas.”

Baca juga: Prof Antara dan 3 Pejabat Unud Divonis Bebas, Tak Terbukti Bersalah di Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud

“Kejaksaan, sekali lagi, mesti mempertanggungjawabkan segala tugasnya, atas putusan majelis yang mementahkan segala dakwaan dan tuntutan,’’ ujarnya saat dihubungi Tribun Bali, Jumat 23 Februari 2024.

Putu menuturkan, bila Jaksa telah memproses seseorang sedemikian rupa, biasanya Jaksa memiliki bukti, saksi, hingga keyakinan terhadap kasus yang ditanganinya.

Baca juga: Divonis Bebas dan Tak Bersalah di Kasus SPI Unud, Prof Antara: Tak Terungkap bahwa Saya Korupsi

Namun, ketika Putu melihat pembelaan para pengacara Prof Antara, ditambah lagi dengan pemberitaan di media massa, Putu memandang JPU tak cukup mampu dalam membeberkan bukti-bukti.

“Namun, setelah bila memperhatikan pembelaan para pengacara terhadap mantan Rektor Unud tersebut, melalui pemberitaan media, sepertinya jaksa penuntut umum tidak cukup mampu membeberkan bukti-bukti tentang bentuk perbuatan melawan hukum para terdakwa.”

“Serta penyimpangan penggunaan keuangan yang merupakan hasil sumbangan pengembangan institusi, sebagaimana didalilkan oleh para terdakwa,” pandangnya.

Baca juga: Prof Antara Divonis Bebas di Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud, Hotman Paris Kecewa dengan Dakwaan JPU

Disinggung soal tudingan upaya kriminalisasi yang dipaksakan, Putu mengimbau agar Kejaksaan bekerja lebih profesional dan cermat dalam kasus yang diduga terdapat tindak pidana korupsi.

“Kejaksaan agar bertindak lebih professional dan hati-hati dalam mengusut kasus-kasus yang diduga sebagai ada tindak pidana korupsinya,” imbuhnya.

Pasalnya, dalam penanganan kasus korupsi di Bali, Kejati Bali dinilai kurang terbuka dan informatif.

Berbeda dengan Kejagung, kata dia, kasus-kasus mendapat atensi publik, hingga keterbukaan pada pers.

Sehingga, masyarakat dapat mengetahui perkembangan kasus-kasus yang tengah ditangani.

“Pemberitaan dugaan korupsi SPI Unud ini ramai dan getol di awal, bahkan penggeledahan dan  penyitaan berkas sudah dilakukan, kalau tidak salah, sebelum masuk tahap penyidikan.”

“Walau gencar di media, informasi yang memberi ruang partisipasi publik untuk mengkritisinya, sangat kurang, dan begitu juga sampai persidangan di pengadilan, sehingga terkesan benar saja tudingan bahwa kasus ini rekayasa atau ada yang dikriminalisasi,'' pungkasnya. (*)

 

 

Berita lainnya di Kasus SPI Unud

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved