Hari Raya Galungan

Nostalgia di Momen Hari Raya Galungan, Menjaga Tradisi Dengan Ayunan Tradisional di Jembrana

Kelian Adat Banjar Nusasakti, I Komang Sentra melanjutkan, melestarikan warisan dari para orang tua adalah suatu kewajiban dari anaknya.

Tribun Bali/I Made Prasetia Aryawan
Warga nampak antusias naik ayunan tradisional di Desa Nusasari, Kecamatan Melaya, Jembrana pada Umanis Galungan, Kamis 29 Februari 2024 - Nostalgia di Momen Hari Raya Galungan, Menjaga Tradisi Dengan Ayunan Tradisional di Jembrana 

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Warga Jembrana khususnya Kecamatan Melaya, Bali nampak berbondong-bondong datang ke sebuah tempat hiburan rakyat di bawah rimbunnya pohon beringin di Banjar Nusa Sakti, Desa Nusasari pada Umanis Galungan atau Kamis 29 Februari 2024.

Adalah berburu untuk dapat menikmati mainan tradisional yakni ayunan kuno sejak 1960an.

Ayunan yang terbuat dari kayu ini menjadi ikon tersendiri desa setempat.

Selain nostalgia, Ayunan Bingin ini menjadi bukti tradisi permainan anak masih bisa terjaga di tengah gempuran teknologi canggih saat ini.

Baca juga: Ayunan Bingin Jembrana Pilihan Hiburan Masyarakat Saat Hari Raya, Hanya Buka Galungan dan Kuningan

"Perayaan Galungan dan Kuningan memang selalu menjadi momen indah untuk bernostalgia di Nusasari. Karena adanya warisan atau ayunan tradisional sejak 1960an yang dijaga dengan baik masyarakat kami," ungkap Bendesa Adat Nusasari, I Wayan Timpuh saat dikonfirmasi.

Kelian Adat Banjar Nusasakti, I Komang Sentra melanjutkan, melestarikan warisan dari para orang tua adalah suatu kewajiban dari anaknya.

Contohnya adalah ayunan tradisional yang dinamai Ayunan Bingin karena lokasinya berada di bawah pohon beringin.

Ayunan yang sudah ada sejak 1960an silam ini selalu menjadi daya tarik masyarakat terutama saat perayaan Galungan dan Kuningan.

Bahkan, kata dia, ayunan tradisional ini tak hanya dinikmati oleh warga setempat.

Hampir semua warga di Kecamatan Melaya selalu saja menyempatkan diri untuk datang ke lokasi ayunan.

Apalagi, ayunan yang diputar secara manual oleh dua orang kemudian menghasilkan suara khas gesekan kayu itu harganya sangat terjangkau.

Hanya cukup Rp 5.000 untuk sepuluh kali putaran.

"10 kali putaran saya rasa sudah cukup. Merasa terhibur dan bernostalgia dengan mainan tradisional," ungkapnya.

Komang Sentra juga menegaskan, bahwa Ayunan Bingin bukan hanya permainan biasa.

Namun, tradisi kebersamaan yang harus dijaga dari generasi ke generasi berikutnya.

"Kami harap selalu menjadi tempat tujuan saat hari raya untuk menjaga tradisi kekeluargaan yang sudah terbangun sejak lama. Dan tentunya generasi muda saat ini masih tetap menjaganya," harapnya.

Kumpulan Artikel Jembrana

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved