Berita Bali

Penari Joged Bumbung Viral Ternyata Dalam Pengaruh Alkohol Saat Beraksi, Terungkap Pelajar SMA

Penari Joged Bumbung Viral Ternyata Dalam Pengaruh Alkohol Saat Beraksi, Terungkap Pelajar SMA

Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Aloisius H Manggol
Istimewa
Tangkap layar joged bumbung tidak senonoh 

 


TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penari joged bumbung tak senonoh yang videonya viral ternyata masih pelajar SMA, fakta lainnya ternyata saat beraksi dirinya dalam pengaruh alkohol.

Penari joged bumbung itu berinisial NPRW (17), gadis tersebut pun berinisiatif bertemu dengan Anggota DPD RI, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna.

Pertemuannya dengan oknum penari joged bumbung itu diunggah melalui akun instagram pribadi pria yang akrab disapa AWK @aryawedakarna pada Senin 18 Maret 2024.

Baca juga: Bergegas ke Denpasar, Ayu Miranda Tak Ingin Bebankan Orangtua, Soal Pacar Ini Pesan Terakhirnya

Saat bertemu dengan AWK, penari joged bumbung itu mengaku dirinya tengah dibawah pengaruh minuman beralkohol.

“Pengaruh alkohol. Dia di bawah umur. Masih SMA,” pungkas AWK.

Setelah pertemuan dengan penari joged bumbung itu, AWK mengaku siap pasang badan untuk mengayomi dan mengadvokasi para seniman di Bali.

Baca juga: Selamat Jalan Ayu Miranda, Balian di Karangasem Larang Pulang ke Denpasar, Sempat Cium Ibunda

Namun, AWK menegaskan tetap tak menyetujui adanya unsur pornoaksi dan pornografi, termasuk dalam tarian joged bumbung.

“Pasang badan iya. Tapi tiang (saya) tetap tidak menyetujui yang namanya joged jaruh. Tiang tetap nggak setuju. Tiang tetap mengecam,” ungkapnya saat dihubungi Tribun Bali, Senin 18 Maret 2024.

Baginya, tarian joged bumbung yang bernuansa pornografi itu dapat merusak citra tarian Bali yang telah dikenal positif.

Baca juga: Nyoman Utama Jadi Korban di Kuburan Banjar Tegal Mengwi, Pancingan Polres Badung Termakan Pelaku

Namun, yang menjadi dilemanya adalah lantaran AWK kini menjabat sebagai wakil rakyat.

Sehingga, AWK mengaku harus merangkul dan mengadvokasi seluruh pihak.

Termasuk para penari joged bumbung yang dinilainya “salah jalan” karena sebuah keterpaksaan.

“Bagaimana pun juga, itu (joged bernuansa pornografi) akan merusak citra tari Bali yang baik.”

“Masalahnya, AWK ini menjadi wakil rakyat tidak hanya mengurusi penari-penari yang baik-baik saja. Tapi ada juga penari yang salah jalan karena terpaksa. Itu juga harus tiang rangkul. Walaupun kebijakan AWK ini tidak populer. Cuma tiang harus lindungi mereka,” jelasnya.

Bila tarian joged bumbung viral itu berlanjut ke ranah hukum, AWK dan sejumlah tokoh di Jakarta telah bersepakat tak akan menggunakan pasal-pasal yang ada di dalam UU. Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Sebab, bila UU tersebut diterapkan, kata AWK, akan banyak hasil seni budaya di Bali yang akan ikut terjerat.

“Ini sudah komitmen kami para tokoh di pusat. Seandainya masalah itu bergulir ke hukum, tidak menggunakan pasal-pasal di UU Pornografi. Cukup semangatnya restorative, mediasi,” jelasnya.

Diketahui, viral di media sosial terkait video tarian joged bumbung yang dinilai mengandung unsur pornografi.

Dari cuplikan video yang beredar, tampak penari joged bumbung itu melakukan tindakan tak senonoh kepada salah seorang pria yang tengah duduk di sebuah kursi plastik.

Sontak aksinya itu kemudian mendapat berbagai macam komentar dari warganet.

Sinda Sayangkan ada Joged Bumbung Erotis

joged bumbung ditarikan secara tidak senonoh oleh seorang penari yang diduga berasal dari Lukluk Anggungan, Badung.

Hal ini pun sangat disayangkan oleh Pelatih joged bumbung asal Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Buleleng bernama Nyoman Sinda. 

Dikonfirmasi melalui saluran telepon pada Minggu (17/3), Sinda mengaku telah melihat video joged bumbung yang ditarikan secara tidak senonoh itu di sosial media.

Penari joged bumbung itu tampak duduk di atas pangkuan seorang pria, hingga terlihat pakaian dalamnya.

Sinda pun sangat menyayangkan ulah penari joged bumbung itu, sebab dikhawatirkan dapat menimbulkan kesan buruk terhadap tarian asal Buleleng yang diperkirakan muncul pada 1940-an silam itu. 

Dikatakan Sinda, dirinya saat ini memiliki tiga penari joged bumbung dilengkapi dengan sekaa.

Setiap pentas, penari tidak diizinkan melakukan hal-hal yang tidak senonoh bahkan menerima saweran.

"Kami pentas secara wajar, tidak ada kesan jaruh. Penari juga tidak boleh pentas sendiri, harus dengan sekaa untuk mempermudah pengawasan. Ini kesepakatan kami, karena sekitar empat atau tiga tahun yang lalu pernah diundang rapat oleh Polsek terkait maraknya Joged Bumbung jaruh," terangnya. 

Sinda menyebut, joged bumbung jaruh ini biasanya muncul dari penari yang pentas secara mandiri tanpa didampingi sekaa.

Serta atas permintaan dari pihak yang mengundang.

"Kadang penarinya diantar kok sama suaminya sendiri. Jadi jaruh karena ada permintaan dari yang mengundang, dikasih saweran juga. Kalau kami tidak menerima permintaan seperti itu," terangnya. 

Pentas sesuai pakem ini diakui Sinda berdampak pada sepinya panggilan untuk pentas.

Saat ini pihaknya hanya pentas tiga sampai empat kali setiap bulan, di beberapa daerah seperti Karangasem, Buleleng dan Bangli.

Tiap pentas, biasanya pihaknya diberi upah Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Panggilan biasanya datang dari warga yang naur sesangi karena berhasil memiliki anak laki-laki.

"Tentu kalah dengan yang jaruh. Tapi kami tetap sesuai aturan, tidak boleh ada unsur erotisnya," tandasnya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved