Berita Bali
Soal Ratusan Babi Mati Mendadak di Karangasem, GUPBI Bali: Pemerintah Sangat Lambat
Ketua GUPBI Bali: wabah virus yang diduga ASF itu sejatinya sudah mewabah di semua kabupaten di Bali.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali sangat menyayangkan adanya kasus babi yang mati di Kabupaten Karangasem, Bali.
Pasalnya jumlah babi yang mati sangat banyak, hingga ratusan ekor.
GUPBI menilai gerakan pemerintah untuk menanggulangi virus yang diduga virus African Swine Fever (ASF) itu sangat lambat.
Mestinya jika ada gejala atau ada satu babi, harus melakukan langkah terhadap beberapa radius yang ada, sehingga virus tidak menyebar.
Baca juga: Distan Ingatkan Peternak Pentingnya Biosecurity Tangkal ASF
"Ini pemerintah sangat lambat sekali. Mestinya sudah ada yang terkena, mestinya pemerintah daerah atau Provinsi Bali mengambil langkah mengantisipasi penularan ke wilayah yang lain. Kejadian seperti ini kan bukan kejadian yang baru," ujar Ketua GUPBI Bali, Ketut Hari Suyasa saat dikonfirmasi, Rabu 27 Maret 2024.
Pihaknya mengakui upaya antisipasi itu tidak pernah dilakukan oleh pemerintah, termasuk juga masyarakat.
Nah setelah baru ada kematian hebat, baru kemudian ada yang turun untuk melakukan pengecekan.
"Kalau terus seperti ini kita kan capek jadinya. Padahal semua itu sudah pernah kita lakukan sebelumnya," ucapnya.
Nah terkait harga jual, sejatinya peternak babi di Bali mengalami panen raya.
Pasalnya satu-satunya di Indonesia yang banyak memiliki babi yakni Bali.
"Sebenarnya seluruh wilayah di Indonesia sudah terdampak ASF, termasuk Papua kena dua bulan lalu. Sehingga begitu besar peluang pasar yang dimiliki oleh peternak tidak terkontrol dengan baik, karena upaya pemerintah untuk memproteksi masalah itu sangat kecil," bebernya.
Dengan banyaknya babi di Bali, tentu menjadi kecemasan para peternak. Apalagi saat ini ada virus yang mewabah dan mahalnya harga bahan baku.
"Mestinya solusi ini kan harus dipecahkan. Harus ada campur tangan pemerintah, untuk melindungi peternak. Termasuk koordinasi dengan asosiasi yang ada," jelasnya sembari mengatakan jadinya kita ribut dulu di bawah, baru mereka mau mendengar dan menindaklanjuti.
Pria asal Abiansemal itu mengaku sejatinya wabah virus yang diduga ASF itu sejatinya sudah mewabah di semua kabupaten di Bali.
Hanya saja belum semua terlihat kematian babinya banyak.
"Hampir semua sebenarnya sudah kena virus. Namun ada yang diberitakan ada yang tidak. Kita sebenarnya sudah capek, namun pemerintah harusnya mengambil solusi untuk semua ini," imbuhnya.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada mengatakan, pihaknya masih melakukan pengecekan di laboratorium untuk memastikan apakah babi-babi tersebut mati karena terserang virus African Swine Fever (ASF).
“Masih dicek penyebabnya tunggu hasilnya ya. Masih di laboratorium belum keluar (hasilnya) tunggu saja,” ungkap Sunada singkat saat dihubungi melalui chat WhatsApp (WA), Rabu 27 Maret 2024.
Seperti diketahui peternak babi di Karangasem resah.
Ratusan ekor babi di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem mendadak mati, dari Februari hingga Maret 2024.
Gejalanya hampir sama. Babi tidak mau makan, badan panas, dan mencret.
Selain itu bengong, tak beraktivitas seperti biasanya, sempat kejang, dan muncul bintik merah.
Perbekel Desa Ban, Gede Tamu Sugiantara, mengaku, peternak babi di Desa Ban sedang berduka.
Mengingat banyak babi masyarakat mati mendadak.
Satu KK di Desa Ban bisa kehilangan 25 ekor babi, induk dan anak.
Seandainya diakumulasi keseluruhannya, babi warga Desa Ban yang mati mencapai 200 ekor lebih.
"200 ekor lebih yang mati dalam 1 bulan, dari Februari sampai Maret 2024. 1 KK rata-rata memelihara lebih dari 3 ekor. Ada yang memelihara 20-25 ekor. Dan semuanya mati. Babi mati menyebar di semua banjar di Desa Ban. Terbanyak yakni di Banjar Cucut dan Dlundungan," kata Gede Tamu Sugiantara, Selasa 26 Maret 2024.
Warga bersedih. Sebagian besar warga yang babinya mati adalah KK kurang mampu. Pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa.
Diperkirakan kematian ratusan babi di Desa Ban karena terserang virus African Swine Fever (ASF).
"Tidak hanya di Desa Ban, daerah lain juga sama. Banyak babi mati mendadak. Gejalanya hampir sama," imbuh Gede Tamu.
"Kita sudah sampaikan kondisi ini ke Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Karangasem. Mereka sudah ke lokasi melakukan sosialisasi ke warga, kelian banjar dan memberi desinfektan untuk disemprotkan ke sekitar kandang. Biar virusnya mati," kata Tamu, sapaannya.
Kejadian serupa juga terjadi di Desa/Kecamatan Abang. Puluhan babi warga mati mendadak.
Nengah Darma, peternak asal Desa Abang, Kecamatan Abang, mengungkapkan, babinya mati mendadak. Gejalanya sama. Babi tak mau makan, badannya panas, di bagian leher muncul bintik merah, dan kejang-kejang.
"Enggak hanya saya. Banyak peternak di Kecamatan Abang mengeluh karena babinya mati mendadak. Babi mertua saya 8 ekor mendadak mati. Kejadiannya menjelang Hari Raya Kuningan. Gejalanya hampir sama," kata Nengah Darma.
Padahal babi yang mati beratnya rata-rata 90 kg sampai 100 kg.
Rencana akan dijual bulan depannya. Akibat kejadian ini, kerugian diperkirakan mencapai belasan jutaan.
"Ternak tetangga saya mati mendadak 2 ekor. Penyebabnya sama. Panas dan enggak mau makan. Bagian lehernya muncul bintik merah," imbuh Darma.
"Untuk sementara saya tak memelihara babi. Biar tak rugi. Semoga kondisi segera membaik, sehingga peternak bisa kembali memelihara babi. Kasihan warga banyak yang rugi akibat kejadian ini. Satu KK ada yang memelihara babi 2 sampai 3 ekor. Ada juga yang lebih," kata Darma, sapaannya.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (Distan) Karangasem, Nyoman Siki Ngurah, membenarkan kejadian ini.
Beberapa babi warga mati mendadak bergejala sama.
Babi yang mati terindikasi ASF. Kasusnya menyebar di semua kecamatan di Karangasem.
Babi mati mendadak terbanyak di Desa Ban, Kecamatan Kubu.
Petugas sudah melakukan pengecekan ke Desa Ban dan mengambil sampel untuk dilakukan pemeriksaan. Hasilnya terindikasi ASF.
"Petugas sudah sempat lakukan pengecekan di beberapa titik di Desa Ban. Hasilnya terindikasi ASF. Kita juga melakukan sosialisasi di Desa Ban," jelas I Nyoman Siki Ngurah, Selasa 26 Maret 2024.
Pejabat asal Desa Bukit, Kecamatan Karangasem itu mengimbau peternak babi melaksanakan biosecurity kandang berupa penyemprotan cairan desinfektan ke babi, kandang, dan bagian lain.
Tujuannya mencegah penularan penyakit virus ke hewan, satu diantaranya virus African Swine Fever (ASF) ke ternak babi.
"Kemarin kita turun ke lapangan untuk mengecek ternak dan kandang warga di Kecamatan Sidemen, Manggis, Kubu. Kita juga memberikan desinfektan ke peternak agar ternak tak mati. Untuk di Desa Ban, pola memeliharanya beda dengan lain. Peternak memelihara di ruang terbuka, tak pakai kandang," kata Siki Ngurah.
Virus ASF hingga sekarang belum ada obat karena itu peternak harus disiplin menerapkan pencegahan dan biosecurity sehingga babi tak mati mendadak.
Membersihkan kandang harus rutin dilakukan setiap minggu.
"Kalau ada ternak yang sakit, langsung laporkan ke Puskeswan, sehingga ditindaklanjuti. Tiap kecamatan ada Puskeswan," kata Siki.
"Untuk warga yang ternaknya sudah terjangkit virus sementara tidak memelihara babi. Minimal 3 bulan. Biar tak rugi. Biasanya ternak yang terjangkit agak cepat penyebarannya," katanya. (gus/sar/ful)
Peternak Dihantui Rasa Khawatir
PARA peternak khususnya hewan babi kembali dihantui rasa khawatir sekaligus takut terhadap ancaman virus ASF yang sempat meledak di tahun 2020 lalu.
Terlebih lagi, saat ini ratusan ekor babi dilaporkan mati diduga diserang virus tersebut di Bali, khususnya wilayah Kabupaten Karangasem.
Pemerintah mewanti-wanti masyarakat juga pelaku usaha khususnya peternak babi untuk meningkatkan biosecurity.
Terpenting, para pelaku usaha agar sementara waktu tidak mendatangkan ternak babi dari wilayah lain.
"Ya jangan sampai kasus yang sama saat itu (awal 2020) terulang kembali. Sehingga kasus saat itu kita jadikan cerminan untuk waspada di setiap saat dengan meningkatkan biosecurity di masing-masing ternaknya," kata Bendesa Adat Sumbersari, I Ketut Subanda, Rabu 27 Maret 2024.
Menurutnya, memang ada rasa khawatir dan waswas dari peternak.
Namun begitu, pihaknya telah menyampaikan ke seluruh peternak untuk tetap tenang dan melakukan langkah antisipasi atau pencegahan.
Termasuk jika ada hewan ternak yang mengalami gejala agar segera dieksekusi untuk membatasi penyebaran penyakit.
"Terutama pembatasan mobilitas ternak serta orangnya. Untuk sementara jangan dulu mendatangkan ternak dari wilayah lain. Kemudian juga sudah ditegaskan untuk menjaga kebersihan kandangnya setiap saat," tegasnya.
Selain itu, kata dia, juga telah disarankan untuk melakukan langkah penyemprotan desinfektan secara berkala.
Pihaknya telah membantu desinfektan ke masing-masing peternak di wilayahnya untuk diatur sedemikian rupa.
Kepala Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Widarsa menegaskan, kasus serangan virus ASF diharapkan tidak ditemukan di Jembrana.
Untuk itu, masyarakat khususnya peternak babi agar tidak resah dan khawatir, namun tetap waspada.
"Astungkara dan semoga tidak ditemukan di Jembrana (Kematian Virus ASF). Lakukan langkah-langkah pencegahan seperti sebelumnya," tegas Widarsa, Rabu 27 Maret 2024.
Dia menyebutkan, beberapa langkah yang bisa dilakukan di antaranya memberikan pakan terbaik terhadap ternaknya.
Kemudian batasi mobilitas keluar masuk bibit atau babi potong, termasuk orang dari luar wilayah kandang.
Terpenting juga pastikan areal kandang tetap dijaga agar bersih sehingga bisa meminimalisir timbulnya potensi penyakit pada ternak.
"Kemudian juga dilakukan spraying desinfektan secara rutin dan berkala seperti sebelumnya," tegasnya.
Bagi masyarakat atau peternak, kata dia, yang kebetulan belum atau tidak memiliki bahan untuk desinfektan bisa memohon kepada petugas Keswan-Kesmavet di wilayah, di Kecamatan hingga Kabupaten atau di Dinas.
Terpisah, Dinas Pertanian Tabanan meminta supaya peternak babi di Tabanan tetap melaksanakan biosecurity secara ketat.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan, I Gde Eka Parta Ariana mengatakan, peternak harus meningkatkan kewaspadaan dengan cara meningkatkan biosecurity dan memperhatikan kebersihan kandang.
"Pelaksanaan biosecurity saja secara ketat. Sebelum ada vaksin,” ucapnya, Rabu 27 Maret 2024.
Dijelaskannya, di Tabanan belum ada laporan kasus ASF.
Meskipun ada laporan kematian babi, namun bukan merupakan ASF.
Pihaknya sudah memastikan ke lapangan terkait laporan itu.
Terkait vaksin, belum ada berita bahwa Tabanan akan mendapatkan vaksin. Itu karena Kementerian terkait atau pusat yang menentukan.
Sesuai data di Dinas Pertanian tercatat populasi babi di Kabupaten Tabanan sekitar 31.930 ekor.
Jumlah tersebut menyebar di 10 kecamatan dengan populasi terbanyak di Kecamatan Baturiti yakni 9.528 ekor.
Selanjutnya Kecamatan Penebel 5.770 ekor, Kecamatan Selemadeg 3.441 ekor.
Kecamatan Selemadeg Timur 3.236 ekor, Kecamatan Marga 2.755 ekor, Kecamatan Kerambitan 2.667 ekor, Kecamatan Tabanan 1.763 ekor, Selemadeg Barat 1.690 ekor, Pupuan 657 ekor, dan Kecamatan Kediri 423 ekor.
Munculnya kasus di Karangasem, lanjut Eka Parta, pihaknya memang mewaspadai kemunculan hal sama pada babi para peternak. Karena ada potensi ancaman.
Apalagi, Bali dikategorikan sebagai daerah endemik terhadap virus ASF, dan diperparah lagi dengan adanya peralihan musim dari kemarau ke musim hujan yang akan mendukung bagi merebaknya virus ASF saat ini.
"Dalam biosecurity, kami di dinas sudah mengalokasikan bantuan ke jumlah peternak berupa desinfektan melalui UPT. Namun memang itu tidak banyak atau tidak bisa mengcover seluruh peternak di Tabanan,” bebernya. (mpa/ang)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.