Palebon Tjokorda Bagus Santaka di Ubud

Mendiang Tjokorda Bagus Santaka, Sosok Indigo & Low Profile, Sesuai Dengan Warga Ungu

Cok Wah mengatakan, mendiang Tjokorda Bagus Santaka semasa hidupnya, dikenal low profil. Selain itu, beliau juga menerapkan sifat air dalam kehidupan.

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
LEMBU TANGI - Lembu tangi dalam palebon di Puri Agung Ubud saat ditaruh di barat Pasar Tematik Ubud, Gianyar, Rabu (10/4). Palebon Tjokorda Bagus Santaka akan digelar, Minggu (14/4). 

TRIBUN-BALI.COM - Ribuan warga dan penonton berdesak-desakan, datang ke Ubud untuk menyaksikan palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka hari ini, Minggu 14 April 2024.

Setidaknya 4.000an warga dari 11 banjar adat setempat hadir, pada palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka dari Puri Saren Kauh, Puri Agung Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.

Sejak beberapa hari ini, sarana petulangan telah dipajang di depan Puri Agung Ubud, seperti lembu tangi atau lembu berwarna ungu dan naga banda.

Hal tersebut pun menjadi pusat perhatian. Terlebih lagi letak petulangan ini sangat estetik, yakni di sebelah barat Pasar Tematik Ubud.

Bahkan setiap malam, warga lokal terlebih lagi wisatawan, banyak yang 'nongkrong' di sana, mengabadikan momen dengan kamera handphone.

Namun ada makna di balik warna ungu tersebut Tribunners. Dijelaskan Tjokorda Ngurah Suyadnya atau karib disapa Cok Wah, mendiang adalah kakak tertuanya. 

Cok Wah mengatakan, mendiang Tjokorda Bagus Santaka semasa hidupnya, dikenal low profil. Selain itu, beliau juga menerapkan sifat air dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Minta Bantuan Wong Samar Terkait Prosesi Palebon Mendiang Tjokorda Bagus Santaka, Ini Kata Cok Wah

Baca juga: PALEBON Kadek Narendra Krisnanda Pada Sabtu 20 April, Upacara Pengabenan Hingga Tingkat Ngelanus

Pelebon Tjokorda Santaka, Ribuan Wisatawan Padati Ubud Bali Sejak Pagi, Suasana Puri Ubud Magis
Pelebon Tjokorda Santaka, Ribuan Wisatawan Padati Ubud Bali Sejak Pagi, Suasana Puri Ubud Magis (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

"Beliau sosok yang low profil, tidak begitu ingin menonjol. Beliau hidup serba santai. Kebetulan beliau yang melanjutkan perjalanan ayah sebagai indigo," ujar Cok Wah, Jumat (12/4/2024).

Menurutnya, karena kakaknya tersebut seorang indigo, dalam palebon ini, dirinya mempersembahkan lembu berwarna ungu. Sebab diketahui, ungu merupakan salah satu warna yang identik dengan indigo.

"Kalau kita berbicara soal indigo, itu identik dengan warna ungu. Kebetulan saya sebagai adik terkecil juga gemar dengan warna ungu. Jadi saya persembahkan sesuatu dengan warna ungu," ujarnya.

Selain itu, Cok Wah juga mengatakan ada spirit positif pada warna ungu. Kata dia, di Bali warna ungu disebut tangi. Kata tangi juga memiliki makna lain, yakni bangun.

Suasana Palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka di Puri Agung Ubud pada 14 April 2024.
Suasana Palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka di Puri Agung Ubud pada 14 April 2024. (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

Melalui lembu tangi ini, pihaknya ingin mengajak keluarga yang ditinggalkan agar tidak terus-menerus larut dalam kesedihan.

"Dalam bahasa Bali, ungu adalah tangi, tangi juga berarti bangun. Jadi, dalam suasana sedih, dalam suasana keterpurukan kita tidak boleh terlalu larut untuk down. Kita harus bangkit dan harus metangi. Semuanya pasti berlalu dengan baik. Jadi saya persembahkan yang terbaik untuk kakak," ujarnya.

Terkait prosesi palebon, Cok Wah mengatakan, petulangan, seperti lembu, bade, naga banda dan iringin seni budaya, akan berjalan dari catuspata Ubud menuju Setra Dalem Puri di Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Ubud di atas pukul 12.00 Wita.

"Dalam hal ini kita libatkan 11 banjar adat, dan astungkara saya juga meminta bantuan wong samar. Mudah-mudahan berjalan dengan baik. Mohon doa restunya," ujar Cok Wah.

Adapun banjar adat yang terlibat dalam palebon ini, mulai dari Banjar Bale Agung Ubud (terdiri dari 4 banjar), Banjar Bentuyung Sakti, Banjar Taman Kelod, dimana banjar-banjar ini merupakan banjar pokok dari Puri Agung Ubud.

Lalu ada Banjar Junjungan, Banjar Tegalantang. Juga ada Banjar Gagah Tegalalang dan Pejengaji Tegalalang. Terakhir Banjar Abianseka di Desa Mas, Ubud.

"Krama yang terlibat kurang lebih 4.000an. Peran masyarakat dalam palebon sangat luar biasa. Sebenarnya, banjar yang mengusulkan untuk ngayah sangat banyak. Tapi karena keterbatasan tempat, sehingga kami sepakati 11 banjar saja," ujar Cok Wah.

Kepala Dinas Perhubungan Gianyar, I Made Arianta, mengatakan, kantung parkir telah disiapkan untuk masyarakat atau wisatawan yang akan menyaksikan prosesi Pitra Yadnya ini. Kendaraan yang datang dari arah utara, bisa parkir di Central Parkir Batukaru.

Sementara dari arah selatan parkir di Lapangan Astina Ubud. Kendaraan dari arah barat parkir di areal parkir Museum Puri Lukisan. Sementara dari arah timur, bisa parkir di basement Pasar Tematik Ubud.

"Parkir dikelola oleh pengelola masing-masing dan dikoordinasikan pihak puri. Dishub mengelola parkir basement pasar, lapangan Ubud dikerjasamakan dengan Desa Adat Ubud, museum dan Parkir Pura Batukaru dikelola pengelola masing-masing," ujar Arianta, Jumat (12/4).

Sementara untuk lalu lintas pada 14 April itu, akan dilakukan rekayasa arus lalu lintas pukul 07.30 sampai 14.00 Wita. "Akan dilakukan pengalihan arus dan buka tutup lalin di seputaran jalan Campuhan Ubud sampai Pura Dalem Puri, Peliatan," ujarnya.

Keluarga Puri Agung Ubud, Tjokorda Ngurah Suyadnya alias Cok Wah meminta permakluman pada masyarakat, karena palebon ini tentunya akan menyebabkan kemacetan di sejumlah titik.

"Kami memohon maaf karena akan terjadi kemacetan. Namun bagaimanapun, Ubud ada atau tanpa adanya palebon pasti macet. Namun palebon ini, kita pakai ajang untuk seni budaya, dan ini merupakan satu kekayaan Bali yang dimiliki, dan kebetulan kita bisa melakukan di Ubud," ujarnya. (weg)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved