Tragedi di Jembatan Bangkung

JENAZAH Kakak Adik Ulah Pati Langsung Dikubur Tidak Dibawa ke Rumah di Singaraja, Simak Alasannya!

Dan jenazahnya langsung dibawa ke setra untuk dimandikan dan dimakamkan, mengingat meninggal dunia akibat ulah pati.

ISTIMEWA
Tragedi kematian kakak adik yang nekat akhiri hidup di Jembatan Bangkung, terus diselidiki pihak kepolisian.  Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun Bali di lapangan, pasca kejadian ulah pati itu, kedua jenazah telah dibawa ke rumahnya di Buleleng.  

Pada malam kemarin, pihak keluarga korban pun mendatangi Puskesmas Petang II diwakili oleh paman korban I Made Sumagata (54).

Diakui korban tidak memiliki Kedua orang tua karena meninggal dunia (yatim piatu) dan korban selalu merindukan kedua orang tuanya.

“Informasi kemarin akan dibawa ke RSUP Sanglah. Namun hari ini mungkin sudah dibawa ke rumah duka di Singaraja,” imbuhnya. 

Ilustrasi mayat - Selanjutnya kedua jasadnya pun dievakuasi bersama kepolisian, tim dari BPBD, serta masyarakat untuk dibawa ke Puskesmas Petang II, menggunakan ambulans milik puskesmas.
Ilustrasi mayat - Selanjutnya kedua jasadnya pun dievakuasi bersama kepolisian, tim dari BPBD, serta masyarakat untuk dibawa ke Puskesmas Petang II, menggunakan ambulans milik puskesmas. (Tribun Bali/Dwi S)

 

Mengapa Ulah Pati Harus Dikubur?

Dalam penjelasan situs Kementerian Agama,  ulah pati adalah kematian yang dilakukan dengan sengaja, dengan cara bunuh diri, baik meneguk racun, menceburkan diri, maupun gantung diri.

Perbuatan ulah pati merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan oleh Agama Hindu, melanggar ajaran susila Hindu dengan melakukan Asubha Karma atau perbuatan yang tidak baik.

Menurut Lontar Parasara Dharmasastra, disebutkan bahwa orang yang melakukan ulah pati, maka rohnya akan terkurung di alam kegelapan di neraka selama 60 ribu tahun.

Sedangkan menurut Lontar Yama Purwa Tattwa Atma, juga menjelaskan bahwa jika ada yang meninggal dunia dikarenakan ulah pati atau bunuh diri, jenazahnya harus dikubur terlebih dahulu.

Setelah itu, 5 tahun kemudian baru boleh melakukan upacara ngaben untuk jenazah tersebut.

Berdasarkan kutipan lontar tersebut, diimbau agar masyarakat yang mendapat ujian masalah agar tidak mengambil jalan pintas dan sesat dengan melakukan ulah pati.

Karena ulah pati tidak dapat menyelesaikan masalah, melainkan menambah masalah bagi keluarga, kerabat bahkan sampai ke banjar adat maupun desa adat setempat.

Maka dari itu, mari bergandengan tangan, bersatu padu , berkomunikasi yang aktif serta peduli terhadap sesama, guna mencegah kasus ulah pati di wilayah kita sendiri.

Ulah pati tidak dibenarkan oleh agama, ulah pati masalah kita bersama. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved