Kebakaran di Bali

PILU, Kakak Beradik Asal NTT Tewas, Korban Tewas Kebakaran Gudang LPG di Denpasar Jadi 5 Orang

Korban meninggal dunia akibat kebakaran gudang elpiji maut di Jalan Cargo Taman 1 Denpasar, Minggu (9/6), bertambah menjadi 5 orang.

|
ISTIMEWA
KORBAN KEBAKARAN - Petrus Jewarut alias Ernus (31) dan adiknya Robi Aprianus Amput (23) semasa hidup. Mereka menjadi korban meninggal dunia akibat kebakaran gudang elpiji di Jalan Cargo Taman 1, Denpasar, Minggu (9/6). Keduanya dipulangkan oleh kerabat, Rabu (12/6), untuk dimakamkan di kampungnya di Manggarai Barat, NTT. 

Menurutnya, ke depannya penyaluran elpiji 3 kg harus diawasi lebih ketat. Pertamina diharapkan tidak hanya menerapkan kebijakan penggunaan KTP pada setiap pembelian 3 kg, tapi juga disertai dengan pengawasan dan penindakan yang tegas.

"Kebijakan Pertamina dengan mewajibkan penggunaan KTP itu hanya pendataan by name by address, tapi klasifikasinya kan sudah jelas . Karena dari dulu kebijakan yang dibuat tidak tegas sehingga elpiji 3 kg salah sasaran," ungkapnya.

Menurutnya, yang jadi korban dari permainan ini adalah masyarakat pra sejahtera. "Kasihan masyarakat mengalami kelangkaan. Padahal masyarakat disuruh membeli dengan KTP sekaligus didata. Jangan aturannya hangat-hangat tahi ayam," katanya. (sar)


Kriminolog Unud Desak Polda Bali Usut Tuntas

KRIMINOLOG Universitas Udayana (Unud) Bali, Prof Rai Setiabudhi turut angkat bicara mengenai kasus kebakaran gudang elpiji yang diduga menyimpan kejanggalan menjadi tempat praktik pengoplosan gas elpiji subsidi ke nonsubsidi.

Saat dihubungi Tribun Bali, Rabu (12/6), Prof Rai mengaku mengikuti isu-isu kelangkaan elpiji. Ia menyoroti dugaan pengoplosan itu harus benar-benar diusut tuntas dan transparan, apalagi menyebabkan belasan korban luka bakar dan 5 di antaranya tewas. Tak berhenti di situ, dampak dari pelaku pengoplosan elpiji ini juga menyebabkan keresahan di masyarakat karena mengakibatkan kelangkaan di pasaran.

Memang dari hitung-hitungan, para pelaku pengoplosan ini bakal mendapat keuntungan lebih dari bisnis gelap yang "menggiurkan" tersebut. Sebagai kriminolog, Prof Rai menegaskan pengoplosan itu merupakan perbuatan kejahatan atau kriminal.

Rata-rata elpiji 3 kg subsidi di pasaran dibanderol sekitar Rp 20 ribu. Kemudian 3 tabung gas 3 kg dioplos ke tabung gas 12 kg. Dengan modal Rp 60 rb, kemudian dijual di kisaran harga Rp 200 ribu untuk gas 12 kg.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengeluarkan sinyal menemukan adanya temuan dugaan tindak pengoplosan elpiji di hotel dan kafe, melalui hasil sidak. Temuan dugaan pengoplosan itu didapati melalui inspeksi mendadak (Sidak) pengawasan elpiji 3 kg bersubsidi di Jakarta, Bogor, Depok dan Bali. Tim sidak menemukan harga Elpiji 12 kg dan 50 kg yang dijual jauh di bawah harga jual Pertamina, yang kemudian diindikasikan adanya dugaan tindak pengoplosan elpiji non subsidi dengan elpiji bersubsidi.

"Ya, saya mengikuti soal kelangkaan dan apalagi ada dugaan yang ngoplos sehingga isi tabung menjadi berkurang. Semua perbuatan itu adalah perbuatan jahat atau kejahatan, di mana pada prinsipnya perbuatan yang membahayakan dan atau merugikan adalah termasuk perbuatan jahat kriminal," kata Prof Rai.

Prof Rai mendesak Polda Bali untuk membuktikan dugaan pengoplosan dalam peristiwa kebakaran itu di samping menyelidiki penyebab terjadinya kebakaran, serta menindak pemilik usaha yang kabarnya sudah diperiksa polisi.

"Terhadap kasus kelangkaan gas dan mengoplos gas, bila itu terbukti, menimbun atau mengoplos gas, hal ini adalah perbuatan melawan hukum yang mesti segera ditindak dan disidangkan, dan diberikan sanksi pidana," tutur dia.

Profesor Unud ini mengatakan, sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku usaha pengoplosan adalah ancaman penjara 5 tahun hingga denda Rp 40 miliar.

"Banyak sekali peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh perbuatan tersebut. Di antaranya melanggar KUHP termasuk mencuri, menipu, menadah, dan lain-lain, melanggar UU Perlindungan Konsumen UU No 8 tahun 1999 karena sangat merugikan konsumen yang sangat luas," paparnya.

"Juga melanggar UU tentang Minyak dan Gas Bumi UU No 22 tahun 2001. Jadi, sesungguhnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan tersebut sanksinya sangatlah berat. Dapat dipidana penjara selama 4 sampai 5 tahun dan denda Rp 2 miliar hingga Rp 40 miliar," ujarnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved