Berita Nasional

DAUN KRATOM! Punya Efek Penenang, BNN Masukkan Jenis Narkotika Baru, Presiden Minta Lanjutkan Riset!

Hal ini merupakan salah satu keputusan dalam rapat terbatas (ratas) dengan sejumlah menteri terkait di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Pusat.

ISTIMEWA
Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melanjutkan riset tentang keamanan kratom, menyusul bakal diaturnya tata niaga tanaman tersebut. 

TRIBUN-BALI.COM - Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melanjutkan riset tentang keamanan kratom, menyusul bakal diaturnya tata niaga tanaman tersebut.

Hal ini merupakan salah satu keputusan dalam rapat terbatas (ratas) dengan sejumlah menteri terkait di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).

"Tadi arahan Bapak Presiden, pertama supaya Kemenkes, BRIN, dan BPOM untuk melanjutkan riset sesungguhnya yang aman seperti apa untuk masyarakat," kata Moeldoko kepada awak media usai ratas di Istana Kepresidenan, kemarin.

Ia tidak memungkiri, kratom disebut-sebut memiliki efek sedatif (penenang). Namun pihak Kementerian Kesehatan menyebut kratom tidak termasuk dalam kategori narkotika.

Badan Narkotika Nasional (BNN) memasukan daun kratom sebagai new psychoactive substances (NPS) atau narkotika jenis baru di Indonesia.

Serta, merekomendasikannya ke dalam jenis narkotika golongan 1 dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 lantaran memiliki efek samping yang membahayakan, terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran.

Oleh karenanya, kata Moeldoko, perdagangan kratom perlu diatur dengan baik. "Saya tadi sampaikan Pak Presiden harapan saya ke BRIN pada Agustus ini (risetnya) sudah selesai, karena riset sedang berjalan," tutur Moeldoko.

Selanjutnya, Kepala Negara juga meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatur tata niaga kratom menuju standarisasi produk, mutu, dan kualitas. Pasalnya, sejumlah eksportir kratom dari Indonesia ditolak lantaran tidak memenuhi standar, mengandung bakteri salmonella, E. coli, dan logam berat.

"Kenapa itu terjadi, karena belum diatur tata niaganya dengan baik," ungkapnya. Nantinya, Kemendag akan menentukan eksportir terbatas untuk memastikan kualitas. Proses produksinya pun perlu diawasi karena legalitasnya masih jadi pertanyaan.

"Perlu ada standarisasi dan proses diproduksi diawasi oleh siapa? Tadi mungkin aturannya ditentukan BPOM, tapi nanti produsen disurvei oleh surveyor itu betul-betul terpenuhi dengan baik," jelas Moeldoko.

Sebagai informasi, pemerintah berusaha menggenjot ekspor daun kratom. Di sisi lain, legalitas tanaman ini masih belum jelas karena memiliki efek obat atau farmakologi seperti analgesik opioid (antinosiseptif).

Baca juga: DEBUT! Akan Beradu Akting dengan Ayu Laksmi di Film Layar Lebar, Niluh Djelantik Sempat Tegang!

Baca juga: USULAN Pungutan Wisman Naik Jadi Rp500 Ribu, PHRI Bali: Tidak Terjangkau!

Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan masalah daun kratom di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).
Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan masalah daun kratom di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024). ((KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA))

Moeldoko menyatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak mengategorikan daun kratom masuk dalam golongan narkotika. "Dari Kemenkes itu mengategorikan tidak dalam kategori narkotika," katanya.

Moeldoko tidak memungkiri, kratom disebut-sebut memiliki efek sedatif atau penenang. Namun katanya efek ketergantungannya cukup rendah.

Dia bilang, sekitar 18.000 keluarga di Kalimantan Barat banyak menggantungkan hidupnya pada tanaman ini. Secara tradisional, tanaman ini juga dikonsumsi oleh masyarakat Kalimantan Barat sejak lama. Menurut warga sekitar, kratom menjadi kekuatan dan sumber energi.

"Apa ada ketergantungannya? Rendah ketergantungannya. Kan dari ketergantungan baru kecanduan, itu cukup rendah," ungkap Moeldoko.

"Kalau itu memang tak berbahaya dan dalam jumlah besar. Sama saja kopi kalau kita kebanyakan juga repot, rokok juga begitu, tembakau juga gitu. Ya kita masukkan dalam tahap yang proporsional," imbuh Moeldoko.

Ia lantas menyatakan tidak perlu ada Peraturan Presiden (Perpres) maupun keputusan serupa untuk menyatakan legalitas kratom.

Ia meminta semua pihak untuk menunggu riset lanjutan dari Kemenkes, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Termasuk kata dia, mungkin atau tidaknya kratom diperjualbelikan di dalam negeri.

"Status (legalitasnya) sampai sekarang tadi, ya Kemenkes mengatakan tidak masuk dalam kategori narkotika. Legalitasnya ya batasannya ada di situ, apa yang disampaikan Kemenkes," sebutnya.

Di kesempatan terpisah, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan akan mengikuti aturan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) terkait legalitas daun kratom.

"Kesehatan kita ikut ininya WHO ya, jadi WHO masih masukin ini dalam kajian," jelasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rizka Andalucia mengatakan, uji keamanan tanaman kratom saat ini berada pada tahap in vivo (uji terhadap organisme hidup) pada hewan.

"Ujinya baru sampai in vivo pada hewan coba," kata Rizka saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.
Rizka menuturkan, dalam penelitian, BPOM bertindak sebagai pengawas sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan itu mulai dari uji preklinik, uji pada hewan, hingga uji klinik. (kompas.com)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved