Berita Gianyar

7 Hari Sebelum Ke Jalur Hukum, Desa Bedulu Beri Waktu ke 2 Prajuru Lama, Tuntut Tanggung Jawab Sewa!

Krama Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar menggelar rapat dengan prajuru lama, Senin (15/7) malam.

ISTIMEWA
PARUMAN - Krama Desa Adat Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, rapat terkait masalah nilai sewa tanah adat, Senin (15/7). Dalam paruman itu, dihadiri prajuru lama dan dipimpin langsung oleh bendesa lama, I Gusti Made Serana. 

TRIBUN-BALI.COM  - Krama Desa Adat Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar menggelar rapat dengan prajuru lama, Senin (15/7) malam. Rapat digelar untuk membahas polemik nilai sewa tanah adat yang dianggap simpang siur oleh krama.

Dalam paruman itu, dihadiri prajuru lama dan dipimpin langsung oleh bendesa lama, I Gusti Made Serana, yang kini menjabat anggota DPRD Gianyar dari Partai PDIP. Ia yang menandatangani kontrak tanah tersebut.

Ketua Mudita Kertha Sabha Desa Adat Bedulu, I Wayan Sudarsana menjelaskan, dari hasil paruman terungkap nilai sewa tanah adat tersebut sebesar Rp 3 juta per are, dengan luas tanah 36 are, dan durasi sewa selama 25 tahun. Nilai ini ada kenaikan, lantaran sebelumnya krama mengira hanya Rp 2,5 juta per are.

"Diberikan waktu maksimal satu pekan kepada Gusti Serana sebagai penanggung jawab kontrak dan Putu Ariawan sebagai pelaksana, untuk menuntaskan uang kontrak," ujar Sudarsana yang menjadi penengah dalam persoalan ini, Selasa (16/7).

Baca juga: MENDIANG Made Dwi Sosok Pekerja Keras, Kecelakaan Tewaskan Siswa Magang Asal Jembrana di Jepang

Baca juga: DBD di Gianyar Jauh Lampaui 2 Tahun Terakhir,  Pj Bupati: Belum Kategori Darurat Meski 3.509 Kasus

Pihaknya juga memberikan waktu yang sama untuk Putu Ariawan yang saat itu menjabat sebagai Baga Padruwen Desa atau pengelola aset Desa Adat Bedulu untuk menyelesaikan pembayaran dengan perantara atau makelar sesuai keputusan pada tanggal 19 Mei 2024.

Diketahui bahwa pembayaran ini dilakukan bertahap. "Jika tidak tercapai kepastian itu, maka akan ditempuh jalur hukum, dilaporkan sesuai aturan yang berlaku," demikian ujar Sudarsana.

Sudarsana menjelaskan persoalan ini berawal dari disepakatinya nilai sewa lahan sebesar Rp 2,5 juta per are. Namun nilai ini tidak disosialisasikan ke krama oleh bendesa sebelumnya.

Maka krama pun menelusuri sehingga diketahui bahwa nilai sewa yang dibayarkan oleh WNA itu sebesar Rp 3 juta per are. "Ditemukan dalam bentuk kuitansi," ungkap Sudarsana.

Berdasarkan temuan itu, kata dia, dilakukan rapat dengan prajuru. Akhirnya persoalan ini pun akan dibuka dalam paruman dengan perjanjian akan dibicarakan secara baik-baik. Lalu dilakukan rapat dengan semua desa yang ada di Desa Adat Bedulu pada 19 Mei 2024.

"Hasil rapat itu, dibuat notulen. Untuk memperkuat notulen harus ada tanda tangan bendesa lama selaku orang yang mengontrakkan tanah adat. Namun bendesa yang lama tidak mau tanda tangan. Karena tidak mau tanda tangan inilah terjadi penutupan akses kemarin," ungkap Sudarsana. (weg)


Gusti Serana: Nilai Sesuai Kesepakatan

Bendesa Adat Bedulu lama, I Gusti Made Serana mengaku tidak pernah mengantongi uang dari investor atas sewa tanah pelaba pura.

Awal permasalahannya, Serana menjelaskan, sekitar tahun 2023 lalu ada WNA ingin menyewa tanah pelaba pura dengan luas 36 are.

WNA itu ingin membuka usaha di atas tanah pelaba pura dalam waktu 25 tahun dengan nilai sewa Rp 2,5 juta per are.

"Waktu itu melalui paruman desa adat, krama sudah setuju dan sepakat tanah pelabe pura disewakan kepada WNA Rp 2,5 juta per bulan x 36 are x 25 tahun," ujarnya.

Namun setelah masa jabatannya habis, kata Serana, muncul isu bahwa nilai sewa per are adalah Rp 3 juta. Serana memastikan bahwa nilai sewa yang diterimanya selama ini adalah sesuai dengan kesepakatan bersama krama, yakni Rp 2,5 juta per are. (weg)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved