Politik Nasional
Putusan MK 60 dan 70 Angkat Marwah MK! Suhartoyo Mengaku Bahagia dengan Respons Publik
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengaku bahagian dengan respons publik atas Putusan MK 60 dan 70.
TRIBUN-BALI.COM - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengaku bahagian dengan respons publik atas Putusan MK 60 dan 70. Ia berharap keputusan ini bisa kembali mengangkat marwah MK yang runtuh saat Pilpres 2024.
"Ya insya Allah (bahagia). Karena sebelumnya kan memang teman-teman tahu semua kan dan tidak baik kan karena ada beberapa hal yang menjadi rahasia umumnya kita enggak, saya enggak usah sebutkan satu pe rsatu," kata Suhartoyo, Senin (26/8).
"Tapi ya alhamdulillah kalau ini kemudian menjadi bagian dari publik kemudian menilai sesuatu yang kemudian bisa mengangkat marwah (MK) kembali ya," sambungnya di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, di Bogor, Jawa Barat.
Wajah MK sempat tercoreng bahkan dijadikan bahan olok-olok dan disebut Mahkamah Keluarga. Ini imbas Putusan 90/2023 yang dianggap menjadi karpet merah Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres 2024.
Baca juga: Gung Devi Belum Sadarkan Diri! Korban Pohon Tumbang di Pasar Badung Kritis, Luka Parah di Kepala
Baca juga: CIDUK 3 WNA Diduga PSK Oleh Imigrasi Denpasar! Jaga Citra Bali Sebagai Destinasi Internasional
Putusan a quo juga berimbas pada putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mencopot pimpinan MK yang saat itu tengah menjabat, yakni hakim konstitusi Anwar Usman. Paman Gibran ini dinilai memiliki konflik kepentingan.
Namun demikian, Suhartoyo menjelaskan, sejatinya publik yang bisa memberikan penilaian atas kembalinya marwah MK setelah adanya Putusan 60 dan 70/PUU-XXII/2024. Suhartoyo menegaskan, MK menempatkan semua perkara setara dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya.
"Kalau kami kan ya semua perkara kan nawaitunya pasti diputus sesuai dengan hukum dan keadilan kan, sesuai dengan konstitusi kan, jadi tidak membedakan perkara satu dengan lainnya," tegas Suhartoyo.
Ia menambahkan, MK tidak memiliki kuasa atas respons publik terhadap putusan yang diterbitkan MK. Sebab, hal itu sudah menjadi ranah publik. "Menjadi ranah publik lah ketika sebuah perkara sudah diputuskan. Jadi bukan MK lagi," jelasnya.
"Kemudian mengharapkan adanya pujian-pujian maupun respon-respon, jadi mau ditanggapi baik maupun tidak, MK itu poinnya nawaitunya kita memberikan keadilan berdasarkan hukum dan konstitusi ya," lanjutnya.
"Soal kemudian masih ada yang belum puas kalau perkaranya ditolak itu, ya kita enggak bisa kemudian memaksa untuk bisa puas kan?," demikian jelasnya.
Sebelumnya, amarah publik sempat bergejolak imbas digelarnya rapat Baleg DPR dengan Pemerintah, beberapa waktu lalu. Masyarakat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu 21 Agustus 2024.
Diketahui, rapat tersebut membahas revisi UU Pilkada berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Hal itu dinilai sejumlah pengamat hukum tata negara sebagai pembangkangan konstitusi.
Sebab, dengan demikian, DPR tidak mengindahkan putusan MK 60 dan 70. Kemudian sehari setelahnya, hasil rapat Baleg DPR tersebut batal untuk dibawa dan disahkan pada rapat paripurna.
Ini dianggap sebagai kemenangan rakyat. Namun dalam aksi ini, banyak mahasiswa maupun masyarakat yang jadi korban kekerasan aparat. (tribunnews)
HASTO Peluk Cium Istri Usai Vonis 3,5 Tahun, Terbukti Sediakan Rp 400 Juta untuk Suap Komisioner KPU |
![]() |
---|
JOKOWI Dicecar 22 Pertanyaan, Diperiksa 1 Jam Terkait Kasus Ijazah Palsu |
![]() |
---|
MEGAWATI Ingatkan Kepala Daerah Kader PDIP, Waspada Terjerat Kasus Hukum, Koster-Giri Go to Jakarta |
![]() |
---|
TITAH Megawati, Kepala Daerah PDIP Ikuti Retreat Gelombang II, Koster & 8 Bupati/Walikota dari Bali |
![]() |
---|
DAFTAR 10 Kepala Daerah Ikut Retret Gelombang 2, Prabowo Beri Arahan Pamungkas di Hari Penutupan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.