Berita Bali

FETISH Aneh BS yang Curi 29 Celana Dalam Wanita, Lalu Dibekuk Polres Jembrana, Apakah Gangguan Jiwa?

Penting untuk diingat bahwa tidak semua fetish atau ketertarikan seksual yang tidak biasa lalu serta merta dianggap sebagai gangguan jiwa.

ISTIMEWA
BARANG BUKTI - Kapolres Jembrana, AKBP Endang Tri Purwanto didampingi Kasat Reskrim, AKP Si Ketut Arya Pinatih saat menunjukkan barang bukti kasus pencurian celana dalam wanita, saat konferensi pers di Aula Mapolres Jembrana, Sabtu (14/9) lalu. 

Keempat, faktor psikologis, yakni gangguan mental atau masalah psikologis lainnya bisa berperan, seperti kecemasan atau depresi. Kelima, pengaruh lingkungan sosial dan budaya yang juga bisa memengaruhi perilaku seseorang. Misalnya, jika seseorang tumbuh di lingkungan yang tidak sehat atau penuh tekanan, itu bisa memengaruhi perilaku mereka.

“Perilaku mencuri, terutama yang melibatkan objek pribadi orang lain, jelas bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran di masyarakat. Jika situasi ini terus berlanjut, mungkin perlu melibatkan pihak berwenang atau profesional untuk menangani masalah ini dengan lebih baik,” katanya. (mpa/sar)

 

Bisa Dianggap Gangguan Jiwa

PERILAKU mencuri celana dalam untuk fetish fantasi seksual dapat dianggap bagian dari gangguan jiwa. Hal tersebut diungkapkan oleh dr I Made Oka Negara SKed M.Biomed, FIAS selaku Dosen Andrologi dan Seksologi FK Universitas Udayana (Unud).

“Perilaku seperti ini bisa dianggap sebagai bagian dari gangguan jiwa, terutama jika sudah mengganggu kehidupan sehari-hari individu atau orang lain,” ujar Ketua Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) Bali itu, Senin (16/9).

dr Oka juga menjelaskan mengenai penyembuhan, dan beberapa pendekatan yang bisa membantu untuk menghilangkan fetish fantasi seksual celana dalam diantaranya:

Pertama, terapi psikologis yakni terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavior Therapy atau CBT) sering digunakan untuk membantu individu memahami dan mengubah pola pikir serta perilaku yang tidak sehat.

Kedua, dengan konseling, bekerja dengan seorang konselor atau psikolog dapat membantu individu mengeksplorasi penyebab perilaku dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya. Ketiga, dengan dukungan sosial, dukungan dari keluarga dan teman juga penting dalam proses pemulihan.

Keempat, dengan pengobatan, dalam beberapa kasus, obat-obatan mungkin direkomendasikan untuk mengatasi gejala yang mendasari, seperti kecemasan atau depresi.

“Penting untuk diingat bahwa proses penyembuhan bisa memakan waktu dan memerlukan komitmen dari individu tersebut. Bisa jadi, orang yang terlibat dalam perilaku seperti ini merasakan kepuasan atau kenikmatan dari tindakan tersebut, meskipun itu tidak selalu berkaitan dengan ketertarikan seksual yang umum,” katanya.

Dalam beberapa kasus, fetisisme bisa menjadi cara untuk mendapatkan stimulasi seksual tanpa melibatkan hubungan seksual yang sebenarnya. Namun, tidak semua orang dengan fetish atau perilaku hingga sampai mencuri objek seksualnya, memiliki ketertarikan yang sama terhadap hubungan seksual.

“Beberapa mungkin lebih tertarik pada objek atau tindakan itu sendiri daripada pada interaksi seksual dengan orang lain. Setiap individu itu unik, dan motivasi di balik perilaku mereka bisa sangat bervariasi,” katanya. (sar)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved