Berita Nasional

Gratifikasi dari Perspektif Filosofi Pancasila dan Membangun Peradilan Korupsi yang Holistik

Gratifikasi dari Perspektif Filosofi Pancasila dan Membangun Peradilan Korupsi yang Holistik

Istimewa
Agus Widjajanto 

Padahal sesuai makna diatas gratifikasi adalah pemberian hadiah yang merupakan tanda terima kasih kepada pihak lain atas kebaikan dan jasanya, yang telah hidup dan berkembang dalam budaya kearifan bangsa.

Terjadilah kontradiksi dengan pengertian korupsi yang punya makna memperkaya diri sendiri atas jabatan yang diembannya sebagai seorang pegawai pemerintah. 

Untuk itu mengapa dalam Undang-Undang Ti;pikor tidak difokuskan kepada pengembalian kerugian negara secara persuasif dalam tingkat penyelidikan dan proses penyidikan?  Dimana sesuai doktrin hukum pidana bersifat Ultimum Remedium (Jalan terakhir jikalau segala upaya sudah tidak ada titik temu).

Mengapa tidak mengadopsi sistem di negara-negara maju dalam pemberantasan korupsi, baik di negara negara  skandinavia maupun inggris.  Faktanya, baik upaya pencegahan maupun penindakan telah gagal, dimana korupsi justru secara masif disegala lini masih terjadi, justru sumber pangkalnya terletak pada sistem pengawasan dan moral yang sangat rendah.

Korupsi terjadi sejak dari perekrutan pegawai hingga timbul politik transaksional. 
Dalam negara hukum, kedudukan penguasa dengan rakyat dimata hukum adalah sama dan sederajat (Equality before the law). Yang membedakan hanyalah fungsinya, yakni pemerintah atau penguasa berfungsi mengatur sedangkan rakyat adalah pihak yang diatur.

Pemerintah atau penguasa maupun masyarakat memiliki satu pedoman yang sama yaitu peraturan perundang-undangan. 

Sistem peradilan pidana di Indonesia ditengarai telah lama menjadi industri hukum sebagaimana diungkapkan Menkopolhukam Mahfud MD dalam forum ILC pada 11 Februari 2020 lalu. Masih ditemukan praktik penyimpangan dalam penegakan hukum, padahal telah ada KPK sebagai badan antikorupsi, di samping Kejaksaan Agung dan Bareskrim Mabes Polri. 

Belajar dari negara maju yang indeks korupsinya sangat rendah, dapat dicatat, negara Denmark selain Inggris yang patut diteladani. Denmark, menurut laporan Global Transparency International tahun 2021 menduduki peringkat pertama dalam pemberantasan korupsi dengan nilai indeks 88 dari nilai acuan 100.

Di Denmark, lembaga antikorupsi tidak dipimpin polisi atau pejabat antikorupsi melainkan lembaga Ombudsman dan oditur Negara yang terintegrasi langsung dengan pemerintah. Ombudsman tidak bisa berjalan dengan baik dan optimal bila penegak hukumnya juga tidak baik.

Ombudsman Denmark didirikan pada tahun 1955 sebagai lembaga independen, yang merupakan sarana kepentingan publik yang berporos pada pemerhati transparansi, akuntabilitas dan efisiensi pemerintahan serta memiliki tanggung jawab sebagai pengawas, penasihat dan penyidik terhadap pejabat yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan. 

Kebijakan transparansi di bawah skema keterbukaan yang dilakukan sejak tahun 2009 menjadi upaya pengawasan efektif dalam memantau perilaku para pejabat, sehingga politisi di Denmark menjadi panutan masyarakat dengan gaya hidup sederhana.

Parlemen Denmark mempunyai komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi. Bandingkan dengan Indonesia! 

Demikian juga Inggris, dengan sistem hukum yang kuat dan peraturan yang sangat ketat serta mekanisme penegakan hukum yang efektif sangat berperan dalam pencegahan dan penindakan korupsi. Inggris, serupa Denmark, mempunyai  lembaga pengawasan independen dalam penindakan dan pencegahan.

Lembaga tersebut berwenang memeriksa pelanggaran etika pejabat pemerintah. Adanya budaya antikorupsi dimana digalakkan pentingnya akuntabilitas dan integritas, sehingga  dapat mengurangi toleransi dalam perbuatan korupsi. Selain itu, media yang bebas dan independen yang dapat menjadi pengawas serta dinamisator dan stabilisator dalam transparansi dan akuntabilitas. 

Di Inggris menurut sejarawan Peter Caray, pertarungan korupsi terjadi paling sengit dalam 50 tahun terakhir ini, dan seharusnya Indonesia meniru cara Inggris dalam pemberantasan korupsi.  Antara lain, menaikan remunerasi  bagi hakim dan penegak hukum serta pegawai negeri.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved