Berita Denpasar

TPST Kesiman Kertalangu dan Padangsambian Kaja Denpasar Ditutup, Ini Tanggapan Pengamat Lingkungan

Sampah yang menumpuk terlalu lama juga dapat menyebabkan masalah lingkungan, termasuk bau yang tidak sedap yang mengganggu masyarakat di sekitar TPST.

Istimewa/DOK/TRIBUN BALI
TPST Kesiman Kertalangu Denpasar - TPST Kesiman Kertalangu dan Padangsambian Kaja Denpasar Ditutup, Ini Tanggapan Pengamat Lingkungan 

Ia berpendapat banyak investor di sektor pengelolaan sampah sering kali gagal dan tidak berkelanjutan dalam mengelola sampah disebabkan karena berbagai hal.

“Di antaranya, investor merasa rugi akibat arus pendapatan (benefit) yang diterima dari pengelolaan sampah tidak bisa menutupi arus biaya (cost) yang dikeluarkan. Kerugian yang dialami oleh investor disebabkan karena investor tidak cukup cermat dalam menghitung biaya yang dikeluarkan atas investasi (capex) dan biaya operasi serta pemeliharaan (opex) atas teknologi yang digunakan,” ucap Made Sudarma. 

Di sisi lain, pendapatan dari hasil pengolahan sampah apapun bentuknya termasuk tipping fee yang dibayar pemerintah daerah tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan investor dalam pengelolaan sampah. 

Menurutnya, sampah tidak semata-mata barang buangan tetapi juga merupakan sumber daya yang masih memiliki nilai ekonomi dan masih bisa dimanfaatkan. 

Ini bahasa atau narasi yang sering dibangun, dan narasi itu tidak juga salah. 

Namun narasi tersebut jangan diartikan bahwa sampah akan mampu melebur dirinya dalam berbagai bentuk produk olahan agar tidak mencemari lingkungan tanpa ada tambahan biaya. 

Bahkan sering ada guyonan mestinya bisnis pengolahan sampah tidak akan pernah rugi karena bahan bakunya gratis dan tersedia secara terus menerus.

“Perlu dipahami bahwa sampah harus diolah atau diproses karena kalau tidak diolah dia akan mencemari lingkungan sekitar dan mengganggu kesehatan serta kehidupan manusia. Kita tidak dapat membiarkan tumpukan atau gunungan sampah begitu saja di berbagai tempat, baik di sumber sampah, TPS3R, TPST maupun TPA tanpa diolah. Karena itu teknologi dalam pengolahan sampah harus hadir dalam penyelesaian masalah sampah berkelanjutan,” tegas Sudarma.

Dikatakan, pengelolaan sampah di sumber sampah dengan konsep 3R adalah pintu awal dalam meminimalisasi sampah sampai ke TPA. 

Manakala kebijakan 3R ini tidak jalan atau tidak berhasil karena berbagai alasan akan mengakibatkan pasokan sampah ke TPS3R, TPST hingga ke TPA terus meningkat. 

Tanpa memungkiri keberhasilan pengelolaan TPS3R di berbagai tempat, secara umum dapat dikatakan bahwa keberadaan TPS3R belum cukup mampu dalam mengerem laju aliran sampah ke TPST atau TPA.  

Hal ini bisa dilihat dari data pasokan sampah yang masuk ke TPA belum menunjukkan penurunan.

Kehadiran investor dengan berbagai teknologi pengolahan sampah yang ditawarkan perlu dipertimbangkan manakala pengendalian volume sampah melalui pendekatan 3R tidak berhasil dilakukan. 

Ada banyak ragam teknologi yang ditawarkan untuk mengolah sampah menjadi berbagai macam produk, seperti pengolahan sampah menjadi listrik yang pernah dikerjasamakan dengan PT. NOEI, pengolahan sampah menjadi kompos, pupuk organik, pakan ternak, bahan bangunan dan lain-lain adalah aneka macam produk hasil olahan sampah. 

Semua teknologi ini memerlukan biaya yang besarannya sesuai dengan jenis output yang dihasilkan. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved