Berita Denpasar
TPST Kesiman Kertalangu dan Padangsambian Kaja Denpasar Ditutup, Ini Tanggapan Pengamat Lingkungan
Sampah yang menumpuk terlalu lama juga dapat menyebabkan masalah lingkungan, termasuk bau yang tidak sedap yang mengganggu masyarakat di sekitar TPST.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - TPST Kesiman Kertalangu dan Padangsambian Kaja dihentikan Pemerintah Kota Denpasar.
Hal ini terjadi usai Pemkot Denpasar memutus kontrak dengan PT Bali CMMP selaku pengelola TPST Kesiman Kertalangu dan Padangsambian Kaja.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP., mengatakan penutupan TPST akan meningkatkan tekanan pada tempat pembuangan akhir (TPA) yang bisa cepat penuh dan berpotensi menimbulkan masalah baru, seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan.
“Masyarakat sekitar TPST yang sudah ada bisa merasakan dampak negatif dari bau dan pencemaran, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Selain itu, dengan ditutupnya TPST kesempatan untuk mendaur ulang atau memanfaatkan sampah menjadi energi akan hilang. Hal ini tentu merugikan upaya menuju pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” jelasnya, Sabtu 28 September 2024.
Baca juga: Pemkot Denpasar Putuskan Kontrak Kerja Sama dengan PT Bali CMPP, Gagal Kelola Sampah di TPST
Lebih lanjutnya, Prof. Sucipta mengamati selama ini volume sampah yang datang di TPST Kesiman Kertalangu sering kali melebihi kapasitas pengolahan yang tersedia.
Hal ini menyebabkan penumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik.
Sampah yang menumpuk terlalu lama juga dapat menyebabkan masalah lingkungan, termasuk bau yang tidak sedap yang mengganggu masyarakat di sekitar TPST.
Salah satu masalah utama adalah rendahnya tingkat pemilahan sampah di sumber, sehingga sampah yang masuk ke TPST Kertalangu sering kali berupa campuran sampah organik dan anorganik.
Campuran ini memperlambat proses pengolahan dan mengurangi efektivitas pengelolaan.
Sampah organik yang tidak dikelola dengan baik dapat membusuk dan memancarkan bau yang tidak sedap.
Oleh karena itu, Prof. Sucipta menyarankan agar pemerintah menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis teknologi.
Di mana, penerapan sistem pengelolaan sampah berbasis teknologi di Denpasar dapat memberikan solusi jangka panjang yang efektif dalam mengatasi masalah sampah.
Terutama dengan penerapan Waste-to-Energy (WTE) dan pengembangan aplikasi pemantauan sampah.
“WTE tidak hanya mengurangi volume sampah tetapi juga menghasilkan energi. Sedangkan aplikasi pemantauan dapat meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Implementasi kedua sistem ini akan membawa Denpasar lebih dekat menuju pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Sementara itu, Pengamat Lingkungan Universitas Udayana, Dr. I Made Sudarma, MS., mengaku prihatin atas diberhentikannya kontrak pengelolaan sampah di TPST Kesiman Kertalangu dan Padangsambian Kaja.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.