Travel

Menhub Dorong Maskapai Lain Gandeng Asing, Lion Air Memonopoli Penerbangan dalam Negeri

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi angkat bicara terkait hal ini. Dampak dominasi ini, kata Budi, ada potensi permainan harga atau monopoli

Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin
Maskapai Lion Group menguasai penerbangan dalam negeri. Lion Group telah mendominasi sebesar 60?ri total pesawat yang beroperasi di penerbangan domestik, utamanya di wilayah timur. 

TRIBUN-BALI.COM  - Maskapai Lion Group menguasai penerbangan dalam negeri. Lion Group telah mendominasi sebesar 60 persen dari total pesawat yang beroperasi di penerbangan domestik, utamanya di wilayah timur.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi angkat bicara terkait hal ini. Dampak dominasi ini, kata Budi, ada potensi permainan harga atau monopoli yang berdampak pada tingginya harga tiket pesawat.

"Sebenarnya kami tidak membiarkan kondisi monopoli di bagian timur Indonesia begitu saja. Sebab, pasar akhirnya akan bermasalah jika ada monopoli," kata Budi dikutip Tribun Bali dari Kontan, Kamis (3/10).

Mengurai hal ini, Budi mengklaim telah mendorong maskapai-maskapai di dalam negeri untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan maskapai asing seperti Emirat Arab, Cina maupun Taiwan.

Baca juga: DUEL Berdarah di Buleleng, Motif Perselingkuhan Jadi Alasan Slamet Serang Suarjana

Baca juga: Kecelakaan di Jalur Singaraja-Kintamani, Sukadana & Istri Terkapar Pasca Benturan dengan Pikap

BERI KETERANGAN - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi saat memberi keterangan. Ia bicara soal maskapai Lion Group yang yang menguasai penerbangan dalam negeri.
BERI KETERANGAN - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi saat memberi keterangan. Ia bicara soal maskapai Lion Group yang yang menguasai penerbangan dalam negeri. (KONTAN)

Kerja sama ini dilakukan agar meningkatkan jumlah pesawat dan menambah rute penerbangan di Indonesia utamanya di bagian Timur. Sudah ada beberapa maskapai asing yang tertarik melakukan penjajakan penerbangan domestik. Beberapa di antaranya adalah Etihad Airways dan Emirates Airline.

"Presiden telah setuju dengan kolaborasi antara maskapai lokal dan asing, sehingga populasi pesawat bisa bertambah. Langkah tersebut akhirnya dapat mengatasi permasalahan bandara yang tidak memiliki rute penerbangan dan harga tiket pesawat yang mahal," ungkapnya.

Budi juga mengungkap keterbatasan jumlah pesawat domestik memang menjadi salah satu isu tingginya harga tiket. Berdasarkan catatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pertumbuhan jumlah pesawat untuk penerbangan domestik stagnan di angka 420 pesawat.

"Dulu pesawat 700 yang beroperasi, saat Covid-19 merangkak ke 300 pesawat dan sekarang 420 pesawat, itupun stagnan," kata Budi.

Hal ini didorong juga karena industri penerbangan khususnya pabrikan maskapai yang masih belum pulih dari pandemi. Sehingga banyak pabrik besar yang mengalami kendala produksi.

Kedua, kondisi serupa juga terjadi di pabrikan suku cadang pesawat yang banyak mengalami kebangkrutan di saat covid-19. Bahkan, sebagian pabrikan besar di Ukraina dan Rusia saat ini juga banyak yang tidak melakukan pengiriman sparepart.

"Sehingga penerbangan kita banyak yang tidak beroperasi, ada tongkronganya tapi ga bisa jalan karena spare part, ini masalah safety," ujar Budi. (kontan)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved