WNA Berulah di Bali
Tidak Bisa Menunjukkan Dokumen Keimigrasian, Seorang WNA dari Nigeria Dideportasi dari Bali
OAC telah dideportasi ke kampung halamannya yakni Nigeria melalui Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menegakkan hukum keimigrasian secara tegas dengan mendeportasi WN Nigeria berinisial OAC (34).
OAC melakukan kegiatan yang dianggap berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini OAC tidak dapat memperlihatkan dan menyerahkan paspor atau dokumen keimigrasian kepada petugas imigrasi saat dilakukan pemeriksaan.
OAC terakhir kali masuk ke Indonesia pada 27 Agustus 2019 melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta setelah menempuh penerbangan dari Nigeria dan transit di Ethiopia dan Thailand sebelum tiba di Jakarta.
Baca juga: Menggelandang di Bandara Ngurah Rai, Rudenim Denpasar Deportasi Bule Belanda
Sebelumnya OAC diamankan oleh Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai saat operasi keimigrasian di kawasan Padangsambian Kelod, Denpasar barat, Bali, Rabu 29 Mei 2024 lalu.
“Berdasarkan pemeriksaan di lapangan, OAC tidak dapat memperlihatkan dan menyerahkan paspor atau dokumen keimigrasiannya kepada petugas,” kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Gede Dudy Duwita, Rabu 9 Oktober 2024.
Di mana pada hari Selasa 8 Oktober 2024 kemarin, OAC telah dideportasi ke kampung halamannya yakni Nigeria melalui Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali dengan pengawalan petugas Rudenim Denpasar, dan telah dimasukkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menyampaikan bahwa operasi rutin yang dilakukan oleh pihak imigrasi bukan hanya bertujuan untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk melindungi masyarakat dari potensi gangguan keamanan dan ketertiban.
“Kami terus berkomitmen menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Bali, khususnya dalam hal pengawasan terhadap warga negara asing. Setiap pelanggaran, baik terkait izin tinggal maupun keterlibatan dalam aktivitas ilegal, seperti prostitusi, akan kami tindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Pramella.
Gede Dudy menyampaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat diberlakukan hingga enam bulan dan dapat diperpanjang untuk periode yang sama jika diperlukan.
Selain itu, untuk kasus yang lebih serius, penangkalan seumur hidup dapat diterapkan kepada warga negara asing yang dinilai mengancam keamanan dan ketertiban umum.
“Namun, keputusan akhir mengenai penangkalan akan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan semua aspek dari setiap kasus," jelas Gede Dudy.
Dalam pengakuannya, OAC menerangkan bahwa paspor dan dokumen keimigrasian lainnya sudah hilang sejak Desember 2020 lalu pada saat perjalanan dari Jakarta menuju Bali.
Berdasarkan Surat Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tertanggal 15 Agustus 2024, OAC dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu bulan karena melanggar Pasal 116 Jo. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Atas kesalahannya ia di denda sebesar Rp 20 juta, namun karena OAC tidak sanggup membayar denda tersebut, maka ia harus menjalani pidana kurungan selama satu bulan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.