Sponsored Content
Upaya Pemerintah Mencegah Kasus PPA Semakin Tinggi, Libatkan 60 Konselor Sebaya di Jembrana Bali
konselor sebaya ini melibatkan masyarakat di semua jenjang termasuk anak dari jenjang SMP dan juga SMA.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Sebanyak 60 orang konselor sebaya yang tergabung dalam Forum Anak Daerah (FAD) dilibatkan Pemkab Jembrana melalui UPTD PPA sebagai upaya penanganan kasus Perlindungan Perempuan dan Anak.
Salah satu hal dasar yang telah diberikan adalah dengan pelatihan trauma healing.
Tugasnya nanti untuk membantu melakukan edukasi, sosialisasi hingga pendampingan korban.
"Saat ini ada 60 orang yang kita libatkan menjadi Konselor Sebaya. Mereka dari Forum Anak Daerah," kata Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi saat dikonfirmasi.
Baca juga: KDRT Dominasi Kasus, UPTD PPA Jembrana Gelar Pelatihan Manajemen dan Penanganan Kasus
Sri Utami menjelaskan, mereka akan bertugas sewaktu-waktu tergantung situasi dan kondisi di lapangan.
Sebab, konselor sebaya ini melibatkan masyarakat di semua jenjang termasuk anak dari jenjang SMP dan juga SMA.
"Seandainya ada temannya yang bermasalah atau menjadi korban, baik itu di sekolah atau di lingkungan rumahnya, dia (konselor sebaya) bisa ikut untuk memberikan pendampingan juga," jelasnya.
Tugasnya adalah lebih banyak untuk membantu treatment, pemulihan dan pendampingan.
Sebab, tujuan dari pembentukan kader PPA ini sangat penting ke depannya.
Karena soal pendampingan akan lebih mudah diterapkan ketika dilakukan oleh sebayanya.
"Karena sesama anak-anak misalnya, akan lebih paham soal bahasa dan kejiwaan mereka. Sehingga lebih mudah melakukan pendekatan dan pendampingan," tegasnya.
Ia berharap, upaya pembentukan kader dengan nama konselor sebaya ini nantinya mampu memberikan edukasi, sosialisasi untuk pencegahan munculnya kasus terkait PPA.
Sebab, kita ketahui di lapangan banyak kasus muncul melibatkan anak karena yang bersangkutan atau korban ini tak memiliki tempat bercerita yang aman dan dapat dipercaya.
Apalagi sebagian anak yang terlibat tersebut cenderung tidak dibiasakan menceritakan masalahnya ke siapapun, artinya tidak terbiasa untuk berekspresi ke orang lain. Sehingga dipendam sendiri dan akhirnya pecah.
"Tapi intinya adalah support sistem dari keluarga. Semua di lapangan, ketika anak tersebut tidak mendapat support sistem tersebut, akhirnya mencari apa yang diinginkan di luar rumah (keluarga) namun ternyata tidak sesuai dengan ekspektasinya. Hal ini yang kadang memicu terjadinya kasus yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku," ungkapnya lagi.
Pihaknya berharap sangat besar kepada pihak keluarga di seluruh Jembrana agar mulai peduli dengan anak dan keluarganya di rumah agar hal serupa tidak terjadi kembali di kemudian hari," pesannya.
Kumpulan Artikel Jembrana