PMI Pulang dari Arab Saudi
Kisah Pilu PMI Asal Jembrana Bali di Arab Saudi, Kekerasan Terungkap dari Curhatan Orangtua
Berikut Ini Kisah Pilu PMI Asal Jembrana Bali di Arab Saudi, Kekerasan Terungkap dari Curhatan Orangtua
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM - Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jembrana Bali, Heni Julaeha (29), akhirnya berhasil dipulangkan ke Jembrana, pada Rabu 22 Januari 2025 sore.
PMI perempuan yang baru bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) selama 6 bulan di Arab Saudi ini mengalami kisah pilu sejak berada di sana dua minggu pertama.
Heni tiba di Bali Senin 20 Januari 2025 sore.
Setibanya di Bali, ia beristirahat sejenak di rumah saudaranya di Denpasar beberapa hari.
Selama itu, ia merasa sangat trauma dengan perlakuan majikannya di luar negeri hingga tak bisa tidur.
Beberapa hari di Denpasar, ia kemudian memberanikan diri untuk pulang ke Kelurahan Loloan Timur, Kabupaten Jembrana, pada Rabu 22 Januari 2025 sore.
Ia kemudian langsung datang ke rumah anggota DPRD Jembrana, H. Muhammad Yunus, untuk diberikan pendampingan.
Baca juga: VIDEO Isak Tangis Keluarga saat Kedatangan Jenazah PMI asal Jembrana Bali yang Meninggal di Turki
Heni Julaeha menuturkan, awal keberangkatan ke Arah Saudi pada bulan Juli 2024 lalu.
Sebelum ke Arab Saudi, sejatinya ia telah dijanjikan untuk bekerja di Malaysia.
Namun, pihak agen justru menawarkan ke Arab Saudi.
"Malam sebelum berangkat, ditawarin ke Arab Saudi. Saya pikir karena ada teman di sana, mau. Ternyata beda tempat kerja," tutur Heni saat dikonfirmasi, Rabu 22 Januari 2025.
Setibanya di Arab Saudi nasibnya justru tak beruntung.
Dua minggu bekerja sebagai asisten rumah tangga, Heni justru mendapat perlakuan kekerasan dari majikannya.
Ia kerap menerima pukulan di bagian kepala dan lebih sering di perut.
Selain perlakuan kekerasan tersebut, handphone Heni yang digunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga hingga teman juga disita selama berada di sana.
Hanya diperbolehkan memegang hp selama satu jam di waktu-waktu tertentu.
"Lebih sering dipukul di bagian perut, selain itu hp juga disita. Perlakuan kekerasan itu saat mungkin telat datang saat dipanggil karena saya sedang makan ataupun ke kamar mandi," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Dengan perlakuan tersebut, kata dia, dirinya memberitahu sang suami.
Dari sana, mereka lantas meminta bantuan ke berbagai pihak agar dibantu pemulangan.
Selain kekerasan, ia juga hanya menerima upah 1.000 rial per bulannya atau setara sekitar Rp 4,1 Juta.
Dengan bantuan dari berbagai pihak mulai DPRD Jembrana, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Jembrana, hingga DPR RI, Heni akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia sejak tanggal 17 Januari 2025.
"Tiba di Bali 19 Januari 2025 kemarin. Sempat menenangkan diri di rumah adik di Denpasar," sebutnya.
Ia mengimbau, dengan kejadian ini seluruh masyarakat Jembrana yang hendak bekerja ke luar negeri agar berangkat dengan cara prosedural atau sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurutnya, pemberangkatan dengan non prosedural sangatlah berisiko, contohnya seperti dirinya.
"Kami minta agar menggunakan jalur resmi (prosedural sesuai aturan) untuk menghindari hal yang serupa di kemudian hari," tandasnya.
Anggota DPRD Jembrana, Muhammad Yunus menceritakan, proses pemulangan PMI asal Jembrana yang bekerja di Arab Saudi tersebut bermula dari curhatan kedua orangtua korban.
Bahwa, anaknya Heni Julaeha menerima perlukan kekerasan oleh majikannya di tempatnya bekerja.
Atas hal itu, ia kemudian langsung berkoordinasi ke berbagai pihak instansi hingga ke rekannya di DPR RI.
"Awalnya sekitar 10 Desember 2024 lalu, orang tua yang bersangkutan bercerita ke kami agar tolong dibantu karena anaknya mengalami kekerasan. Atas dasar itu kami langsung bergerak melakukan koordinasi," jelas Yunus saat dikonfirmasi, Rabu 22 Januari 2025.
Dia menyebutkan, koordinasi dilakukan mulai dengan Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Jembrana, berbagai pihak, hingga ke DPR RI.
Hingga akhirnya dibantu mengkomunikasikan antara negara oleh pihak DPR RI.
Dengan dasar tersebut, kemungkinan majikan korban kekerasan ini akhirnya menyerah dan memperbolehkannya pulang ke Indonesia.
"Karena sempat ada bahasa jika ingin pulang harus bayar pinalti senilai 18 Rial atau setara sekitar Rp 80 juta. Akhirnya setelah komunikasi dengan antara negara, yang bersangkutan bisa dipulangkan," ungkapnya.
Ia berharap kedepannya hal serupa tak terjadi lagi.
Sehingga semua masyarakat diharapkan agar berangkat ke luar negeri secara prosedural atau sesuai aturan yang berlaku.
Hal ini untuk meminimalisir permasalahan yang dihadapi PMI di negara tujuan atau di negara tempat bekerja.
"Mari bersama-sama untuk mengikuti aturan, berangkat secara prosedural agar kedepannya tak terjadi hal yang serupa," tandasnya. (made prasetya aryawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.