Berita Bali
Kajati Bali Sosialisasikan KUHP Baru di Fakultas Hukum Unud, Akan Diberlakukan Tahun 2026
LBH Kongres Advokat Indonesia dan Advokasi Peduli Bangsa Bali bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Kajati Bali Sosialisasikan KUHP Baru di Fakultas Hukum Unud, Akan Diberlakukan Tahun 2026
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - LBH Kongres Advokat Indonesia dan Advokasi Peduli Bangsa Bali bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana, menggelar seminar hukum dan sosialisasi KUHP baru yang diselenggarakan di Aula Fakultas Hukum Universitas Udayana, pada hari Kamis 6 Maret 2025.
Kegiatan ini dihadiri oleh para pengacara dan mahasiswa serta para dosen senior.
Hadir sebagai keynote speech atau pembicara kunci sekaligus narasumber utama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Dr. Ketut Sumedana.
Baca juga: ABORSI Akibat Rudapaksa Diperbolehkan, LBH WWC Dukung PP 28 Tahun 2024, Begini Alasannya!
Dalam penyampaiannya, Ketut Sumedana memaparkan mengenai perkembangan Hukum Pidana Indinesia mulai dari code penal Prancis tahun 1810 dengan asas konkordansi masuk ke Belanda menjadi Wet Book Van Staraaft Recht (WvS) di Belanda Tahun 1881.
Kemudian dengan dekolonialisasi ke Hindia Belanda atau Indonesia Tahun 1918, yang di tempat asalnya sudah berkali-kali dilakukan perubahan.
“Sementara kita masih menggunakan KUHP peninggalan, sehingga kehadiran KUHP baru yang akan diberlakukan awal Tahun 2026 harus kita maknai dengan modernisasi hukum pidana nasional Indonesia,” ujar Kajati Bali Ketut Sumedana.
Baca juga: Warga Miskin di Klungkung Akan Dijamin Bantuan Hukum, Kerja Sama Pemkab dengan LBH
Dalam paparannya, Ketut Sumedana, menyampaikan beberapa perbedaan-perbedaan krusial dari pasal-pasal KUHP baru dengan yang lama yang harus diiketahui oleh para praktisi dan akademisi hukum mengenai, pengakuan terhadap Living Law (Hukum yang Hidup), penambahan jenis pidana, judicial pardon, tindak pidana yang diakomodir dalam KUHP dan lain-lain.
Dr Ketut Sumedana juga mengulas Pasal 132 KUHP Baru yang menyatakan “Penuntutan adalah Proses peradilan yang dimulai dari Penyidikan”.
Ia menambahkan keberhasilan proses pembuktian di persidangan oleh Penuntut Umum adalah keberhasilan proses penyidikan, sehingga penyidikan itu tidak bisa dilepaskan dari proses prapenututan dan penuntutan, yang tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian bagi pencari keadilan dalam hal ini pelaku dan korban.
Baca juga: Jadikan Wanita Berani Ungkapkan Kasus Kekerasan, LBH WCC Bali Adakan Pelatihan Paralegal
Kita semua yang hadir disini setuju menghindari bolak balik perkara dan perkara berulang tahun tanpa mendapatkan kepastian hukum, maka kehadiran pasal 132 KUHP harus dimaknai secara harpiah bahwa proses penyidikan dan penuntutan adalah bagian satu kesatuan yang utuh mempertanggungjawabkan proses penegakan hukum yang berkeadilan dan bermanfaat bagi penegakan hukum dan masyarakat.
Jadi asas Dominislitis yang berlaku universal di dunia ini, jangan diartikan sempit, jangan diartikan seolah-olah jaksa mau mengambil bagian proses penyidikan, disini justru membantu proses penyidikan yang cepat, sederhana dan biaya ringan sebagaimana Asas Hukum Pidana kita.
Lebih jauh Ketut menekankan, pentingkan peran Hakim Komisaris dalam menentukan layak dan tidaknya perkara naik ke tingkat penuntutan dan peradilan, sehingga ke depan lembaga peradilan tidak dapat diajukan sebagaimana saat ini bisa diajukan berkali-kali yang justru memperpanjang proses hukum itu sendiri semakin tidak berkepastian.
Sebagai penutup, Ketut berharap bahwa kehadiran KUHP baru ini jangan dianggap sebagai hal yang menyulitkan atau sebagai tantangan justru akan lebih mempermudah proses penegakan hukum dengan hukum yang lebih dinamis, harmonis dan modern di masa yang akan datang. (*)
Berita lainnya di KUHP Baru
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.