Human Interest Story
DISIKSA, Korban TPPO Asal Buleleng Agus Sempat Ingin Menyerah, Lolos Dari Maut Berkat Tentara DKBA
ia percaya keluarganya di Bali serta instansi pemerintah terkait akan bertindak dan berupaya untuk menyelamatkan dia.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Selama delapan bulan dipaksa menjalani beratnya tekanan pekerjaan sebagai scam love hingga terus mengalami penyiksaan, sedikit demi sedikit berdampak pada mental Kadek Agus Ariawan.
Tak jarang situasi yang dialami membuatnya ingin menyerah pada keadaan.
Agus mengungkapkan, saat menjalani penyiksaan lantaran tidak mencapai target, ia harus menahan sakit.
Ia bahkan sampai harus menggigit bajunya agar tak terdengar suara.
Baca juga: Warga Buleleng Bali Jadi Korban TPPO, Dipaksa Jadi Penipu, Dapat Siksaan Jika Tidak Penuhi Target
"Kalau sampai terdengar suara, maka penyiksaan akan lebih parah. Satu-satunya yang bisa dilakukan hanya pasrah, dan berharap mereka segera puas," ucapnya, Minggu 23 Maret 2025.
Agus tidak memungkiri sempat terbesit keinginan menyerah di benaknya.
Namun di sisi lain, ia percaya keluarganya di Bali serta instansi pemerintah terkait akan bertindak dan berupaya untuk menyelamatkan dia.
Hingga setitik harapan muncul pada tanggal 16 Februari 2025. Saat itu sekitar pukul 09.00 waktu setempat.
Agus yang baru selesai bekerja, dari lantai dua mes melihat pekerja kulit hitam asal benua Afrika berlari menuju gerbang keluar.
Di sana ia juga melihat ada tentara DKBA (Demokratik Buddha Karen), yang merupakan kelompok tentara pemberontak.
Saat itulah ia mengajak rekan sesama asal Buleleng bernama Nengah Sunaria, untuk ikut menyelamatkan diri.
Sunaria yang ragu karena masih sayang nyawa, terus dipaksa Agus agar ikut kabur.
"Saya berusaha meyakinkan Nengah agar mau ikut kabur. Sebab ada potensi kita bisa selamat dan bisa pulang. Sebaliknya jika bertahan tentu akan meninggal sia-sia di tempat ini," ujarnya.
Kalimat tersebut memicu semangat Sunaria, hingga keduanya kabur bersama. Namun upaya untuk kabur nyatanya tidak semudah itu.
Sebab saat menuju gerbang, keduanya sempat ditahan petugas keamanan perusahaan. Keduanya bahkan ditodong dengan senapan AK-47.
"Saat itu saya sudah pasrah seandainya ditembak. Karena moncong pistol sudah berada di dahi. Beruntung kejadian ini dilihat tentara DKBA. Sehingga kami dibiarkan lolos dari gerbang," ucapnya.
Lolos dari petugas keamanan, lagi-lagi upaya kabur Agus dan Sunaria sempat tertahan.
Sebab bos asal Tiongkok tiba-tiba mendatangi gerbang perusahaan.
Ia juga meminta pada tentara DKBA agar pekerjanya dikembalikan.
"Tentara mempersilakan bos Tiongkok mengambil pekerjanya dengan syarat, jika pekerja tidak mau kembali ke perusahaan maka tidak boleh dipaksa," sebutnya.
Kata Agus, saat itu terjadilah komunikasi antara pihaknya dengan bos Tiongkok, yang ditengahi oleh orang Malaysia sebagai translator.
Di mana pihak perusahaan berjanji dalam waktu 10 hari akan dipulangkan dengan baik-baik.
"Saya jelas menolak tawaran itu. Iya kalau dipulangkan, kalau justru dijual ke perusahaan lain bagaimana. Karena banyak kejadian pekerja dijual ke perusahaan lain," katanya.
Tentara DKBA yang menyadari terjadi penolakan, akhirnya mengamankan Agus dan Sunaria ke camp penampungan.
Di sana keduanya mendapat perlakuan serta perawatan medis secara layak.
Kendati demikian Agus tetap was-was. Ia merasa belum mendapatkan kebebasan sepenuhnya, sebab bos Tiongkok masih kerap mondar-mandir di camp penampungan pertama.
"Di penampungan pertama ini beberapa Minggu. Saat itu saya hanya merasa 50 persen kesempatan kembali ke Bali. Hingga pada 1 Maret 2025, saya dan Nengah dibawa ke penampungan kedua. Di sini (penampungan ke dua), kami juga mendapat perlakuan secara layak," ucapnya.
Di penampungan kedua inilah Agus bisa merasa lebih tenang.
Sebab ia akhirnya didatangi petugas dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yangon (KBRI Yangon).
Selama lima hari keduanya menjalani proses verifikasi data.
Hingga pada 17 Maret malam, Agus bersama ratusan korban TPPO lainnya dikeluarkan dari wilayah konflik Myawaddy, Myanmar ke perbatasan Thailand.
Kemudian menempuh perjalanan darat menuju Bandara Doen Muang Bangkok.
Agus bersama korban TPPO lainnya tiba di Jakarta pada 19 Maret 2025 pukul 07.30 WIB.
Tiba di Bandara Soekarno Hatta, Agus dan Sunaria langsung dibawa ke asrama untuk menjalani screening kesehatan serta pemeriksaan oleh Interpol dan Bareskrim Polri selama tiga hari.
Setelah itu, keduanya diterbangkan ke Bali pada Jumat 21 Maret, pukul 10.00 WIB.
"Tiba di Bali sekitar pukul 14.00 WITA. Kemudian Balai Pelayanan, Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Bali bersama Dinas Ketenagakerjaan mengantar ke rumah. Tiba di rumah pada pukul 22.00 WITA," sebutnya. (mer)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.