Seputar Bali

Polemik Koster Larang Jual Air Kemasan Dibawah 1 Liter, Fraksi Gerindra DPRD Bali: Solusinya Apa

Larangan produksi dan penjualan air minum kemasan dibawah 1 Liter kembali menuai polemik pro dan kontra.

Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami
SOSOK - Gubernur Bali I Wayan Koster usai ditemui di Pembukaan Festival SMK di Art Center, Kamis 10 April 2025. Polemik Koster Larang Jual Air Kemasan Dibawah 1 Liter, Fraksi Gerindra DPRD Bali: Solusinya Apa 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Larangan produksi dan penjualan air minum kemasan dibawah 1 Liter kembali menuai polemik pro dan kontra.

Seperti diketahui, larangan tersebut dikeluarkan langsung oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster dalam Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.

Terbaru, Ketua DPRD Bali Fraksi Gerindra, Gede Harja Astawa mengungkapkan bahwa peraturan ini akan menyulitkan banyak lapisan masyarakat.

Terutama pada penerapannya di acara-acara adat yang memerlukan banyak air minum kemasan.

Baca juga: Heboh WNA Penganiaya di Canggu, Polsek Kuta Utara Gagal Tangkap, Sebut Sudah Kabur Duluan

"Sisi lain itu berdampak adalah ada beban baru dari masyarakat adat ketika melaksanakan kegiatan adat yang melibatkan warga banjar."

"Baik dari kegiatan di pura, pitra yadnya, atau manusia yadnya semua membutuhkan banyak orang bagaimana solusinya ketika kemarin sangat simple disuguhi air dikemas plastik itu kalau itu dilarang solusinya apa."

"Apakah yang punya gawe harus menyiapkan gelas itu membebani biaya tinggi tak efisien," ungkapnya pada, Minggu 13 April 2025. 

Baca juga: Fraksi Gerindra DPRD Bali Kritik Larangan Produksi Air Kemasan Kurang 1 Liter, Beratkan Upacara Adat

Gede Harja Astawa selaku Ketua Fraksi DPRD Bali.
Gede Harja Astawa selaku Ketua Fraksi DPRD Bali. (Istimewa)

Baca juga: Berawal dari Bau Busuk, Gusti Surya Ditemukan Tak Bernyawa di Rumahnya di Buleleng

Menurutnya, sebaiknya solusi ditujukan pada pihak yang menghasilkan sampah melalui mekanisme tanggung jawab bersama dan disertai sanksi tegas, agar kebijakan perlindungan lingkungan tetap berjalan tanpa mengorbankan kebudayaan masyarakat adat.

Gede Harja menegaskan perlunya keterlibatan stakeholder dalam menyusun ketentuan agar tidak kembali ke masa lalu.

"Misalkan kembali masa lalu tidak ada plastik kok bisa? Apakah kita mau ke zaman primitif, kita tidak boleh anti teknologi tetapi bagaimana yang bertanggung jawab itu bisa mempertanggungjawabkan sampah-sampah plastik dari kegiatan," imbuhnya. 

"Maka oleh karena itu kalau saya dalam menegakkan itu lebih baik membuat ketentuan stakeholder bagaimana tanggung jawab yang punya gawe terhadap sisa-sisa sampah itu."

"Bila perlu penegak itu harus dengan sanksi. Niat Pak Gubernur Koster meminimkan sampah plastik bisa berjalan,”

“Kepentingan masyarakat adat punya gawe melibatkan banyak orang tidak jadi beban," tegasnya.

Ia juga mengajak agar tanggung jawab pengolahan sampah tidak hanya difokuskan pada larangan air kemasan, melainkan penyelesaian pengelolaan sampah secara menyeluruh. 

"Itu harus diatur dengan sanksi tegas termasuk melibatkan stakeholder itu solusinya sampah plastik tidak dari air mineral semata ada yang lain," tutupnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved