Berita Buleleng
Ratusan Siswa Tak Bisa Baca di Buleleng, Prof Putu Rumawan Singgung Mbah Google
Ratusan Siswa Tak Bisa Baca di Buleleng, Prof Putu Rumawan Singgung Mbah Google
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kasus 400 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Buleleng tak bisa membaca menyedot perhatian semua pihak.
Salah satunya, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain. M. Si., IAI selaku Pengamat Pendidikan.
Menurutnya, kasus murid tak bisa baca ini sedikit kontradiktif sebab pemerintah beberapa tahun yang lalu membangkitkan semangat literasi.
Melalui semangat literasi itu sebenarnya diharapkan minat membaca meningkat dan minat memiliki buku juga meningkat.
Baca juga: SELAMAT JALAN Hendra, Korban Kecelakaan Meninggal Setelah Ditolak Pihak Rumah Sakit
“Sejujurnya kalau saya lihat di Kota Denpasar anak-anak SMP itu mendapat bagian buku dari sekolahnya. Nah, itu berapa persen yang membaca dan apa saja yang dibaca itu belum pernah terjadi evaluasinya. Yang jelas bahwa pemerintah menyiapkan buku, memberi pinjaman pada anak-anak atau membeli tidak pernah kita evaluasi kecuali ulangan ya. Kalau ujian-ujian itu saja yang dipakai sehingga mereka kan belajarnya karena kepentingan itu,” jelasnya pada, Kamis 24 April 2025.
Baca juga: KEJADIAN Gadis 19 Tahun di Toilet Indomaret Denpasar Berbuntut Panjang, Berujung Ada Tersangka
Evaluasi buku-buku yang telah dibaca siswa belum diketahui bagaimana outcome-nya sehingga dinilai perlu dilakukan penelusuran.
Terlebih lagi masyarakat yang di pinggiran kota atau yang juga tidak ketahui apakah di beberapa SD yang terpencil atau di sekolah swasta apakah anak-anak tersebut mendapatkan buku seperti siswa di Kota Denpasar.
“Ini pertanyaannya lagi. Jangan-jangan tidak dapat buku. Jadi kalau buku saja tidak ada mau belajar mau baca apa yang bisa? Karena maaf jangan-jangan tidak ada buku yang dia punya, catatan juga mungkin tidak, karena begitu bebas ya anak-anak sekarang mungkin gurunya juga tidak mengawasi, bisa jadi. (Karena covid-19 di masa itu) Iya juga bisa begitu sehingga dengan demikian akhirnya diserahkan semua itu dengan peran guru itu menjadi ‘Mbah Google’ jadi guru gitu serba bisa,” bebernya.
Jadi, mereka tidak perlu lagi mungkin membaca bisa mendengar langsung apa yang dikatakan Mbah Google. Kalaupun membaca mungkin dengan bahasa bahasa Google bukan bahasa ilmiah atau akademis. Jangankan membaca, calistung merupakan dasar yang siswa harus kuasai. Ini yang mencuat ke depan baru membacanya belum menulis dan menghitungnya.
Sementara menurutnya, kurikulum merdeka di satu sisi ia melihat ada euforia anak didik terhadap cara mereka belajar. Karena sepertinya Ilmu yang begitu leleh mencair satu sama lain yang terkait dan saling berhubungan itu bisa saja siswa dapatkan atau intuisi siswa tidak berdasarkan akademis.
“Menurut saya ini ke depan ini lebih banyak rasa-rasa yang berkaitan dengan kualitatif gitu loh. Nah itu interpretatif lebih banyak itu. Jadi persis seperti sekarang kita membaca berita yang disebut hoax atau apa-apa, setiap orang mempunyai tafsir yang berbeda gitu,” paparnya.
Jadi dirasa sulit berharap ke depannya meningkatkan kualitas anak didik terlebih untuk mencapai tahun emas. Dinas Pendidikan jika dilihat lebih menyiapkan regulasi, sedangkan regulasi yang harus dilakukan itu diterapkan oleh manajemen sekolah melalui kepala sekolahnya. Kepala sekolah kepada guru-gurunya. Dan Guru-guru juga diharapkan memang memiliki kompetensi di bidangnya.
“Oleh karena itu tanggung jawab guru itu kalau memang sudah siap jadi guru memang harus siap jauh dari harta gitu loh istilahnya pengabdian. Kecuali nanti pemerintah meningkatkan kesejahteraan para guru.
Ya ini penting ini jadi ke depan itu bukan karena malas gurunya lalu enggak bisa baca muridnya gitu kan. Tetapi memang penghargaan guru itu jauh, mohon maaf. Sudah ada yang mau jadi guru gitu loh. Jadi kan kasihan ya. Kalau enggak gitu kan semua kepengin jadi anggota DPR,” tandasnya.
Jadi pemerintah diminta tidak boleh melihat sebelah mata terhadap kepentingan pendidikan. Karena terdapat tiga ditanggung jawab pemerintah yaitu pertama pendidikan, yang kedua kesehatan, yang ketiga adalah kesejahteraan.
Tahun 2025, Ratusan Napi di Lapas Singaraja Dapat Dua Jenis Remisi saat HUT RI |
![]() |
---|
SELAMAT JALAN Komang Arya! Tak Sadarkan Diri Hingga Meninggal Dunia Kecelakaan di Buleleng |
![]() |
---|
Perbekel Selat Adu Jotos dengan Istri Orang di Buleleng, Putu dan Ni Wayan Jadi Tersangka |
![]() |
---|
SIKAP TAK TERPUJI Nyoman Witara di Buleleng, Gede Rio Alami Luka, Berakhir Dikejar Warga |
![]() |
---|
Kasus Dugaan Penganiayaan Di Buleleng Bali, Perbekel Dan Warganya Ditetapkan Jadi Tersangka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.