bisnis

WOW Harga Emas Tembus Rp1,9Juta Per Gram Dampak Perang Tarif AS-China, Warga Bali Tertarik Investasi

Para pedagang menganalisis sinyal beragam dari negara Uncle Sam mengenai rencana pungutan tarif terhadap China.

Penulis: Kambali | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Pixabay/hamiltonleen
ILUSTRASI - Harga emas di pasar dunia memantul naik alias rebound setelah turun tajam pada sesi kemarin. Para pedagang menganalisis sinyal beragam dari negara Uncle Sam mengenai rencana pungutan tarif terhadap China. 

IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari 2,7% menjadi 1,8%. Namun, Bessent optimistis pertumbuhan bisa melampaui angka tersebut jika kebijakan ekonomi Trump diterapkan sepenuhnya.

Indeks dolar (.DXY) tercatat turun 0,2% terhadap mata uang utama lainnya, membuat harga emas yang dihargai dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli internasional.

Sementara emas mengalami kenaikan, logam mulia lainnya justru melemah yaitu Perak turun 0,5% menjadi US$ 33,37 per ounce, Platina melemah 0,5% ke US$ 967,45, dan Palladium turun 0,7% menjadi US$ 937,48.

Menurut ahli strategi pasar global senior dan kepala ekuitas global dan aset riil di Wells Fargo Investment Institute, Sameer Samana, investor sering menganggap emas sebagai tempat berlindung yang aman di saat terjadi kekacauan dan membeli aset tersebut saat ada tingkat ketidakpastian yang tinggi. “Saya pikir kita dapat mencentang kotak itu sekarang,” katanya.

Meski demikian, dia menambahkan, “Pada saat krisis yang sesungguhnya, obligasi bersinar lebih terang daripada emas,” kata dia.

Selain itu, banyak investor membeli emas karena mereka menganggapnya sebagai lindung nilai inflasi yang baik, kata Samana. Padahal, lanjutnya, data tidak selalu mendukung tesis investasi tersebut.

Samana menjelaskan, saat ini investor khawatir dengan data terbaru yang menunjukkan kemajuan dalam menurunkan inflasi mungkin telah terhenti. 

Sanksi AS terhadap Rusia yang berlaku sejak 2022 telah menjadi penguat bagi kenaikan harga emas selama setahun terakhir atau lebih.

“Sanksi tersebut menyebabkan beberapa bank sentral membeli lebih banyak emas daripada obligasi Treasury AS untuk menghindari potensi kesulitan mengakses aset berdenominasi dolar AS selama konflik geopolitik di masa mendatang,” kata Samana.

Hal itu telah mendorong permintaan emas lebih tinggi dibandingkan dengan harga tahun lalu  dan harga pun ikut naik. Namun, para ahli tidak memperkirakan emas akan terus bersinar.  

Analis Philip Nova Pte. Priyanka Sachdeva seperti dilansir Bloomberg dan dikutip kontan.co.id mengatakan, penangguhan tarif sementara dari Trump telah berakhir. “Investor yang sebelumnya tidak tertarik membeli pada saat turun pada April lalu, justru mendorong kenaikan hari ini,” katanya. (ali)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved