Berita Pendidikan
Pasca Terungkap Ratusan Siswa Tak Bisa Baca, Kini 182 Siswa SMP di Buleleng Terancam Drop Out
Pasca terungkap kurang lebih 400 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak bisa membaca, kini kabar tidak mengenakkan muncul lagi
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Pasca Terungkap Ratusan Siswa Tak Bisa Baca, Kini 182 Siswa SMP di Buleleng Terancam Drop Out
TRIBUN-BALI.COM, BULELENG – Pasca terungkap kurang lebih 400 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak bisa membaca, kini kabar tidak mengenakkan muncul lagi di ranah pendidikan di Buleleng.
Setidaknya 182 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Buleleng terancam di drop out (DO) sebab menikah dan mengalami broken home.
Menanggapi hal tersebut, Anggota KPAD Bali Ariasa Bidang Pemenuhan Hak Anak Untuk Pendidikan meminta agar Pemerintah Kabupaten Buleleng dan Pemerintah Provinsi Bali membahas kasus pendidikan di Buleleng.
Baca juga: VIDEO 182 Siswa di Buleleng Bali Berpotensi Putus Sekolah, Menikah Muda Hingga Karena Brokenhome
“Solusinya itu yang seharusnya dipikir dan dibahas oleh Pemkab Buleleng dan Pemprov Bali agar tidak melanggar hak anak sesuai UU PA dan Sisdiknas serta peraturan lainnya,” jelasnya pada, Jumat 25 April 2025.
Lebih lanjut ia mengatakan, ini sebuah fenomena tersembunyi sebab kasus pendidikan seperti potensi ditutup-tutupi di berbagai Kabupaten/Kota di Bali.
KPAD Provinsi Bali akan segera menelusuri data dan berita tersebut dengan melakukan koordinasi dengan Pemda dan instansi terkait di Singaraja maupun Kabupaten/Kota.
Baca juga: Ratusan Siswa Tak Bisa Baca di Buleleng, Prof Putu Rumawan Singgung Mbah Google
“Kami KPAD Provinsi Bali tentu sangat menyayangkan terungkapnya data dan potensi kasus kekerasan bullying terhadap anak akibat terungkapnya data dan pemberitaan yang semakin viral bahkan sampai menarik perhatian pemerintah pusat,” imbuhnya.
KPAD Provinsi Bali sangat berharap data kasus pendidikan yang diberitakan tersebut betul-betul akurat dari sisi latar belakang terjadinya kasus disleksia, data usia, data kondisi anak dan keluarga dari sisi sosial ekonomi dan mental serta faktor lainnya.
Jika pemerintah sudah mendapatkan data detail tersebut maka lebih lanjut perlu dilakukan pengelompokan dan pemetaaan atas dasar usia pendidikan dan wilayah.
Baca juga: VIDEO Respon Wagub Giri Prasta, Siswa SMP Tak Bisa Baca di Buleleng Bali Jadi Sorotan Nasional
Setelah melihat data lengkap maka wajib diadakan rapat koordinasi dengan para pihak dan instansi terkait bersama dan segera untuk menemukan berbagai alternatif solusi dan formula intervensi dari lembaga maupun instansi terkait.
“KPAD Provinsi Bali mendukung penuh berbagai upaya pemerintah maupun para pihak lainnya, mulai dari pihak sekolah, komite, tokoh pendidikan termasuk orang tua untuk memastikan data yang terangkum sekaligus menemukan dan menyekapi solusi-solusi yang ada untuk melalukan intervensi pola pendidikak yang tepat bagi anak-anak yang disebut sebagai disleksia atau tidak mampu membaca dan menulis secara baik, sesuai batas umur dan pensidikan yang ada,” paparnya.
Menurut pandangan atas dasar pengalaman KPAD Provinsi Bali Bidang Pemenuhan Hak Anak terkait terjadinya Disleksia dengan jumlah anak yang cukup banyak bukan karena kesalahan guru atau pihak sekolah tetap semua harus dipastikan dulu apakah anak-anak tersebut yang dikategorikan Disleksia memiliki keterbatasan atau disabilitas intelektual atau mental yag sangat potensial menjadi sumber ketidakmampuan dalam membaca dan menulis secara normal seperti layaknya anak-anak umum lainnya.
Baca juga: FIP Undiksha Turunkan Tim Dosen dan Mahasiswa, Dampingi Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Baca di Buleleng
Penyebab terjadinya Disleksia pada usia anak-anak masa pendidikan bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
1. Faktor keterbatasan pada diri si Anak spt mental ataupun intelentual (sejenis ABK)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.