Berita Nasional
Lahirnya Pancasila dan Sejarah Para Pendiri Bangsa dalam Konsep Ketatanegaraan
Lahirnya Pancasila dan Sejarah Para Pendiri Bangsa dalam Konsep Ketatanegaraan
Ruhnya sebagai sebuah bangsa. Sudah bermetafora pada bangsa dengan sistem Liberal, yang dulu tidak pernah dibayangkan oleh para pendiri bangsa tetapi harus diakui akhirnya telah terjadi pada masa kini yang telah hilang budaya guyub rukun, gotong royong, dan sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan, yang ada adalah ekonomi dikuasai pemodal besar, yang kalau meminjam kata kata dari Mark Twain " ketika orang kaya memeras orang miskin hal itu disebut bisnis, tapi ketika orang miskin melawan ketidak Adilan hal itu disebut kejahatan"
Menanggapi pemikiran Mr Soepomo tentang konsep kepemimpinan dalam Negara Integralistik , Guru Besar Hukum Paling senior dari Universitas Padjajaran Bandung , yakni Prof Dr I Gde Pantja Astawa, punya pendapat yang mengkritik secara tajam soal pemikiran Soepomo yang tidak lagi sesuai dengan kondisi dan situasi negara Demokrasi Modern saat ini, dimana beliau menyatakan :
Ada 2 (dua) hal prinsipil terkait dengan pemikiran Prof. Soepomo yang disampaikan dalam penyusunan UUD 1945 di BPUPKI, yaitu :
Pertama, konsep Integralistiknya (Soepomo) yang mengadopsi model kepemimpinan Raja-raja Jawa pada masa kerajaan (juga merujuk sebagai perbandingan ke Jepang, Kaisar Hirohoto dan Musolini, Italia) yang menerapkan model kepemimpinan "Manunggaling Kawulo Gusti"- bersatunya rakyat dengan Pemimpinnya.
Karena rakyat dan pemimpin merupakan satu kesatuan, maka tidak tempat bagi rakyat untuk berbicara Hak Asasi Manusia dan Pemimpin diyakini sebagai Wakil Tuhan di dunia yang tidak mungkin akan sewenang-wenang atau zholim kepada rakyat. Ideal, memang bila yang jadi pemimpin adalah nabi, atau paling tidak malaikat.
Karena pemimpin adalah manusia tempatnya bermukim kesalahan atau kekurangan, tentu saja potensi untuk bertindak sewenang-wenang atau zholim/diktator bukanlah suatu hal yang musykil.
Begitu juga HAM sebagai sesuatu yang melekat pada fitrah manusia yang merupakan karunia Tuhan, tidak dapat dinafikan keberadaannya. Itulah sebabnya, konsep Integralistik Soepomo mendapat sanggahan dari Bung Hatta, yang menyatakan bahwa konsep Integralistik berpotensi besar melahirkan Negara Kekuasaan (Machsstaat) dan perlunya diakui/diberikan jaminan pengakuan terhadap HAM, walau hanya pokok-pokoknya, tidak juga model HAM ala Barat yang lebih mementingkan Hak daripada Kewajiban, melainkan HAM yang menjamin adanya keseimbangan antara Hak dan Kewajiban.
Dengan adanya sanggahan Bung Hatta itulah, konsep Integalistik tidak jadi digunakan basis dalam konteks hubungan rakyat dan pemimpinnya ; yang
Kedua, menyangkut Konsep Republik Desa (nya Soepomo), diadopsi dari praktek pemerintahan desa masa lalu, yaitu adanya konsep "Rembug Desa" yang dalam kontek Indonesia merdeka dijelmakan dalam bentuk Institusi negara yang bernama MPR, Kepala Desa, dijelmakan ke dalam bentuk lembaga kepresidenan dengan pemangku jabatannya yang disebut Presiden. Konsep Republik Desa (nya Soepomo) itu di adopsi dari pemerintahan desa yang kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan Kondisi dan situasi Indonesia merdeka. Dan jadilah lalu konsep dalam UUD 1945 beserta pembukaan nya sesuai UUD 1945 .
Menyangkut Pancasila sebagai Philosophische Grondslag , Sekaligus sebagai Weltanschauung, Prof Gde Pantja panggilan akrab beliau menambahkan:
Sepanjang dan selama rumusan sila-sila (Pancasila) tercantum dlm Alinea IV Pembukaan UUD 1945, - sementara Pembukaan UUD 1944 merupakan, roh/jiwa, spirit, dan amanah yg menjiwai Batang Tubuh UUD 1945, maka ratio legisnya: Pancasila adalah Dasar Negara, Philosofische Grondslaag (dasar falsafah bangsa), weltanchaung/pandangan hidup bangsa, sekaligus Idiologi negara.
Terutama kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar (etika/moral) bagi penyelenggara negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan juga bagi segenap komponen bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta sebagai sumber dari segala sumber hukum (tertulis), dan oleh karenanya menjadi penting dan strategis kedudukan Pancasila dalam konteks kehidupan bersama kita sebagai bangsa yang majemuk dalam upaya merajut persatuan dan kesatuan yang bernafaskan nilai-nilai keagamaan, HAM, demokrasi, dan keadilan sehingga bangsa ini memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia.
Mengingat kedudukan Pancasila yang demikian penting dan strategisnya, maka menjadi sangat beralasan bila pendidikan Pancasila mulai diedukasikan kepada peserta didik sejak usia dini sampai ke level pendidikan tinggi (bagi generasi milineal/ generasi Z) melalui kurukulum pendidikan, yang berbeda dengan "Kewarganegaraan" yang diajarkan selama ini.
Kalau "Kewarganegaraan", substansinya lebih pada "civic education" yang menekankan pada Hak dan Kewajiban warga negara dalam tataran infra struktur dan supra struktur politik ; sedangkan mata pelajaran / mata kuliah Pancasila lebih kepada penanaman NILAI yang terkandung dalam Pancasila.
Terlebih lagi dalam menghadapi perkembangan global dengan pesatnya kemajuan IT (berikut dengan dampak yang ditimbulkannya), menjadi penting pula diberikan pemahaman kepada seluruh peserta didik bahwa Pancasila adalah juga merupakan Idiologi Terbuka, sekaligus sebagai Filter / penyaring : mana nilai-nilai dari luar yang bisa diserap dan diadopsi dan mana pula yang diprioritaskan agar kepentingan bangsa, negara, dan rakyat terjaga dan terlindungi dari serbuan dampak buruk yang ditimbulkan dari dinamika global dan pesatnya kemajuan IT.
Harapan penulis Setelah dilantiknya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming pada hari Minggu tanggal 20 Oktober tahun lalu, yang dalam pidato pelantikanya yang sangat berapi api seperti halnya pidato orator Bung Karno saat sidang BPUPKI dulu, semoga mempunyai komitmen untuk melakukan kebijakan politik membangun karakter anak bangsa sesuai karakteristik anak Indonesia, dengan mempertimbangkan, kondisi situasi baik secara Geo Politik Dan Geo Strategis kawasan Asia Tenggara dan Global / Dunia, serta upaya dominasi oleh kekuatan negara-negara adidaya dengan doktrin mereka, dan adanya kemajuan teknologi informatika yang sangat sulit dibendung masuknya pengaruh budaya dan doktrin asing baik melalui media sosial maupun media massa kepada generasi muda bangsa, yang seolah tidak lagi ada batas antar negara,
Serta untuk tetap menjaga karakter anak bangsa agar tidak lagi kehilangan jati dirinya sebagai anak bangsa yang punya karakteristik sebuah Bangsa dan budaya timur, yang sejak dahulu kala telah dijiwai dengan jiwa Pancasila, maka penulis berharap, mata pelajaran dan mata kuliah Pancasila dikembalikan lagi sebagai mata kuliah dan mata pelajaran wajib pada semester awal pada pendidikan tinggi dan atau pada kelas awal pada pendidikan menengah.
Agar generasi muda dapat mengenal dan memahami apa itu Pancasila dan asas-asas serta nilai dari sila pada Pancasila sebagai Philasophisce Grondslag atau Weltanschauung.
Penulis: Agus Widjajanto
Praktisi Hukum, Pemerhati Sosial Politik dan Budaya Bangsanya
CEO Tribun Network, Dahlan Dahi, Dinobatkan Jadi Tokoh Media Berpengaruh oleh MAW Talk Award |
![]() |
---|
DEMO 28 Agustus di Depan Gedung DPR Ricuh, di Bali Tuntut Stop PHK, Tolak Tunjangan Berlebih DPR! |
![]() |
---|
MK Putuskan Wamen Dilarang Rangkap Jabatan sebagai Komisaris BUMN |
![]() |
---|
MK Putuskan Wakil Menteri Dilarang Rangkap Jabatan, Inilah 32 Wamen yang Merangkap Jabatan |
![]() |
---|
Demo 25 Agustus 2025 Ricuh, Tuntutan Bubarkan DPR Memanas di Jakarta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.