Seputar Bali
Koster Pertegas Larangan Penggunaan Botol Plastik Dibawah 1 Liter, Sebut 1 Perusahaan “Ngeyel”
Gubernur Bali, Wayan Koster makin tegas dengan keputusannya untuk melarang penggunaan botol minuman dibawah 1 liter sesuai dengan Perda terbarunya.
Saat berjalan menuju mobilnya dan disinggung kembali terkait sambutannya itu, Gubernur Koster irit bicara dan hanya mengatakan akan bersikap tegas.
“Akan saya berikan peringatan keras. Peringatan keras karena produksi sampahnya paling banyak,” ucapnya.
Baca juga: RAWAN Gempa! PMI Bali dan BPBD Uji Publik Rencana Kontingensi Gempa Bumi 5.0 di Bangli

Menurut Menteri Hanif, peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan panggilan moral, seruan aksi kolektif, dan momentum penyadaran bersama.
Tema peringatan tahun ini “Hentikan Polusi Plastik” bukan sekadar slogan akan tetapi ini wujud tanggung jawab kita menjawab tantangan utama ancaman planet yang meliputi perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi.
Ketiganya saling berkaitan, dan polusi plastik adalah simbol sekaligus akibat dari cara hidup yang tak berkelanjutan.
Menurut UNEP (Drowning in Plastics, 2021), dunia saat ini memproduksi lebih dari 400 juta ton plastik setiap tahun, namun hanya kurang dari 10 persen yang berhasil didaur ulang.
Sisanya mencemari tanah, sungai, laut, dan bahkan telah terdeteksi dalam rantai makanan manusia.
Di Indonesia, situasinya tak kalah memprihatinkan berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023, total timbulan sampah mencapai 56,6 juta ton, di mana sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20 persen adalah sampah plastik.
Ironisnya, hanya 39,01 persen yang terkelola secara layak, sementara sisanya berakhir di TPA open dumping, dibakar terbuka, atau mencemari lingkungan.
“Tanpa upaya luar biasa, pada tahun 2028, seluruh TPA di Indonesia diproyeksikan akan penuh dan tak lagi mampu menampung sampah (KLHK, 2025),” imbuh Menteri Hanif.
Dampak yang ditimbulkan dari “Polusi Plastik” sangat serius di antaranya: ekosistem laut rusak; biota seperti penyu, burung laut, dan ikan terancam; nelayan kehilangan sumber penghidupan; biaya pengelolaan meningkat drastis; dan pariwisata menurun karena pantai yang tercemar.
Yang lebih berbahaya, sekarang mikroplastik kini ditemukan dalam air minum, garam, bahkan dalam tubuh manusia.
Pemerintah Indonesia telah menegaskan target besar bahwa 100 persen pengelolaan sampah pada tahun 2029, sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020–2024 dan arahan langsung Presiden.
Pemerintah bergerak melalui dua pendekatan yakni dari hulu dan hilir.
Di hilir, melarang TPA open dumping secara bertahap, meningkatkan DAK dan insentif bagi daerah, membangun infrastruktur pengolahan di 33 kota besar, dan memperkuat skema Extended Producer Responsibility (EPR) bagi produsen.
Sementara di hulu, melarang impor scrap plastik (Permendag 2024), mendorong pembatasan plastik sekali pakai melalui perda-perda daerah, lalu menggalakkan edukasi publik dan ekonomi sirkular, serta menyusun regulasi pelarangan produksi plastik sekali pakai yang sulit didaur ulang.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.