Berita Buleleng

Geruduk Kantor Bupati Buleleng, Masyarakat Protes Suara Bising PLTGU Pemaron 

Masyarakat yang bermukim di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Pemaron, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng mendatangi Kantor Bupati

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
ORASI - Masyarakat Pemaron saat melakukan protes operasional PLTGU Pemaron di Kantor Bupati Buleleng. Senin (16/6/2025) 

Geruduk Kantor Bupati Buleleng, Masyarakat Protes Suara Bising PLTGU Pemaron 

TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Masyarakat yang bermukim di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Pemaron, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng mendatangi Kantor Bupati Buleleng pada Senin (16/6/2025).

Mereka mengeluhkan suara bising serta asap hasil operasional pembangkit listrik tersebut. 

Setidaknya ada belasan masyarakat yang turut datang ke lobby kantor Bupati Buleleng.

Baca juga: BEBAN Puncak Listrik di Bali Saat Hari Raya Idul Adha Diprediksi Capai 1.082 MW

Mereka membawa spanduk yang meminta penghentian operasional pembangkit listrik tersebut. 

Didampingi Ketua Adhoc Forum Komunikasi Lingkungan (Forkom Link), Nyoman Tirtawan, masyarakat juga menuntut dua hal.

Pertama menghentikan operasional PLTGU / Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), atau membebaskan pemukiman masyarakat di sekitar dengan membeli aset masyarakat. 

"Investor harus taati undang-undang lingkungan. Kami warga terdampak betul-betul dirugikan. Jangan berinvestasi tapi merusak dan merugikan kami," kata Tirtawan pada orasi tersebut. 

Baca juga: Diduga Korsleting Listrik, Sebuah Rumah Seluas 6 Are dan Garmen Alami Kebakaran di Denpasar Bali

Salah satu warga bernama Mariono meminta agar operasional pembangkit listrik tersebut dihentikan.

Sebab asap, getaran, hingga kebisingan sangat mengganggu aktivitas masyarakat sekitar. 

Mariono yang bermukim di Perumahan Nirwana bernama mengaku sangat terganggu. Apalagi rumahnya berjarak sekitar 20 hingga 50 meter dari PLTGU Pemaron. 

"Kami masih ingin hidup panjang. Sedangkan kami sudah tedampak. Banyak masyarakat kami yang sakit. Ya sakit hati, sakit badan juga. Karena pembangkit listrik yang begitu mengganggu keberadaannya," keluh dia. 

Baca juga: Alirkan Listrik ke Sumur Bor untuk 500 Pelanggan, Warga Bondalem Buleleng Manfaatkan PLTS Atap

Mariono mengaku pada tahun 2020 lalu lokasi sekitar aman-aman saja. Hingga sekitar 7 sampai 8 bulan terakhir, pembangkit listrik ini kembali beroperasi menggunakan mesin diesel. 

Awalnya operasional diesel dimulai dari pukul 8.00 wita hingga 22.30 wita. Setelah ada masyarakat yang protes, operasional dikurangi menjadi pukul 20.30 wita. 

"Ini bukan hanya jangka waktu kebisingan saja. Melainkan dampaknya. Banyak masyarakat kami yang mulai bongol-bongolan. Tak hanya itu, kami khawatir jangka panjangnya banyak masyarakat yang mengalami penyakit pernapasan," katanya. 

Suara bising mesin diesel yang dikeluhkan masyarkat bahkan belum aktif secara keseluruhan.

Sebab sesuai informasi, total ada 140 unit mesin diesel yang akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik

"Menurut ceritanya ada 140 mesin diesel yang per satu unitnya sebesar kontainer. Kita mendengarkan mesin diesel di sawah saja sudah bising. Apalagi ini 140 mesin akan dipasang. Belum dipasang 140 saja kami sudah bongol, pernapasan juga sudah ngos-ngosan," ucapnya. 

Dampak suara bising tentu harus sesuai persetujuan dari masyarakat sekitar.

Mengenai hal ini, Mariono mengatakan sebelumnya pihak pembangkit listrik memang sempat mengadakan pertemuan.

Hanya saja tidak pernah ada persetujuan dari masyarakat. 

"Memang sempat bertemu, tapi bentuknya  bukan koordinasi, melainkan lebih ke pemaksaan. Karena pada waktu pertemuan tidak ada satupun warga yang setuju. Tapi dipaksakan untuk beroperasi," katanya. 

Mariono menambahkan, ini merupakan kedatangan keduanya ke kantor Bupati Buleleng untuk menyampaikan keluhan.

Sebelumnya ia sempat menyampaikan keluhan ke perbekel, namun tidak ada tindak lanjut. 

"Intinya kami ingin solusi. Kalau memang bisa diberhentikan, ya berhentikan. Tapi kalau tidak bisa dihentikan, bebaskan lahan kita agar kita tidak menderita secara batin," imbuhnya. 

Informasi yang dihimpun, suara bising ini tidak hanya mengganggu masyarakat Desa Pemaron, namun juga empat desa lainnya.

Di antaranya Desa Baktiseraga, Panji Anom, Panji, dan Tukad mungga. 

Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna mengatakan pihaknya akan mendalami lagi keluhan yang disampaikan masyarakat Pemaron.

Pihaknya telah memerintahkan Satpol PP dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng untuk mencari informasi lebih detail pada manajemen sekitar. 

"Kita dalami lagi. Karena ada perubahan sistem dari pembangkit listrik tenaga gas uap menjadi tenaga diesel. Tentu kita cari informasi seperti apa kok bisa terjadi perubahan," ucapnya. (*)

 

Berita lainnya di Pemkab Buleleng

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved