Berita Bali
Tidak Berpihak Pada Pekerja Penghasilan Rendah, Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru Bali Tolak KRIS
Tidak Berpihak Pada Pekerja Penghasilan Rendah, Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru Bali Tolak KRIS
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Federasi Serikat Pekerja (FSP) Kerah Biru Provinsi Bali tegas menolak penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam layanan BPJS Kesehatan.
Kebijakan yang akan diberlakukan mulai 1 Juli 2025 itu dinilai tidak berpihak pada pekerja berpenghasilan rendah dan berpotensi mempersempit akses layanan kesehatan.
KRIS diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Kelas Rawat Inap pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan. Regulasi ini menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 dalam BPJS, menggantinya dengan satu standar pelayanan berdasarkan 12 kriteria, mulai dari maksimal empat tempat tidur per ruang, pencahayaan dan ventilasi memadai, hingga keberadaan toilet dalam kamar.
Baca juga: VIDEO Petugas Temukan Sajam Dalam Tas Anak Jalanan di Jembrana Bali, 14 Orang Diamankan
Ketua FSP Kerah Biru Bali, Kadek Agus Herry Susanto menilai kebijakan ini tidak mempertimbangkan suara buruh, khususnya dari sektor informal dan peserta mandiri yang selama ini bergantung pada pilihan kelas yang lebih terjangkau.
“Penerapan KRIS ini terkesan dipaksakan tanpa partisipasi buruh. Alih-alih menciptakan keadilan, KRIS justru bisa menambah beban iuran dan menyulitkan akses pelayanan kesehatan bagi pekerja kecil,” kata Kadek Agus dalam siaran pers yang diterima media, Sabtu (28/6/2025).
Ia juga meragukan kesiapan rumah sakit di Bali dalam memenuhi seluruh kriteria KRIS.
Baca juga: VIDEO Kecelakaan Maut di Buleleng Bali, Satu Orang Meninggal dan Ibu Hamil Kritis
Menurutnya, tidak semua fasilitas kesehatan mampu beradaptasi dalam waktu singkat, sementara regulasi menargetkan implementasi penuh pada 30 Juni 2025.
“Fakta di lapangan menunjukkan banyak rumah sakit belum siap. Jangan sampai pekerja justru menerima layanan lebih terbatas, atau malah diarahkan ke rumah sakit swasta dengan biaya tinggi,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, federasi akan mengirim surat resmi kepada BPJS Kesehatan Cabang Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dan DPRD Bali untuk meminta penundaan penerapan KRIS hingga dilakukan kajian menyeluruh yang melibatkan perwakilan buruh.
“Kami juga tengah menjalin komunikasi dengan serikat pekerja lainnya untuk menolak KRIS secara nasional. Pelayanan kesehatan adalah hak rakyat, bukan layanan yang bisa diseragamkan tanpa memperhatikan keadilan sosial,” kata Kadek Agus.
Kehadiran KRIS dengan 12 kriteria tersebut adalah upaya meningkatkan pelayanan nonmedis bagi pasien JKN, dan hal tersebut baik adanya.
Namun lanjut Kadek Agus, permasalahan yang muncul dengan rencana pelaksanaan KRIS yang dilakukan secara utuh mulai 1 Juli 2025 adalah rencana pemerintah menerapkan KRIS Satu ruang perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur (TT).
Dengan penerapan ini akan menghapus pelayanan ruang perawatan klas 1, 2 dan 3 bagi peserta JKN.
“Setelah mempelajari konsepsi dan rencana implementasi KRIS Satu Ruang Perawatan dengan maksimal 4 TT tersebut, kami pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) di Tingkat Konfederasi dan Federasi menolak rencana Kemenkes tersebut,”tegasnya.
Adapun alasan penolakan, kata Kadek Agus Pembahasan tentang KRIS Satu Ruang Perawatan dengan maksimal 4 TT tersebut tidak pernah melibatkan maasyarakat dan terkhusus SP/SB sehingga rencana tersebut menurunkan kualitas layanan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.
DORONG Kolaborasi Lintas Negara Lawan Narkoba, BNN & ISSUP Gelar Regional Conference, Ada 48 Negara |
![]() |
---|
Perdana Konser K-Pop Gratis, Pagaehun Meriahkan Ulang Tahun Pertama ICON BALI |
![]() |
---|
Selama Enam Tahun Terakhir Lahan Sawah di Bali Menyusut Hingga 6.521 Hektar |
![]() |
---|
Pasca Banjir, DPRD Bali Temukan Pelanggaran Tata Ruang di Sungai Tohpati UCS dan V Akan Disurati |
![]() |
---|
Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali Minta Tarif Ojol untuk Turis dan WNI Dibedakan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.