Berita Bali

Tidak Berpihak Pada Pekerja Penghasilan Rendah, Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru Bali Tolak KRIS

Tidak Berpihak Pada Pekerja Penghasilan Rendah, Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru Bali Tolak KRIS

istimewa
Ketua FSP Kerah Biru Bali, Kadek Agus 

“Seharusnya dengan mengacu pada UU No. 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, rencana penerapan KRIS tersebut harus melibatkan Masyarakat, terkhusus SP/SB yang mewakili Pekerja/buruh Indonesia,” ujarnya. 

Membaca Perpres No. 59 Tahun 2024, secara eksplisit tidak ada satu kata atau satu kalimat pun yang menyebutkan ada penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3 bagi peserta JKN.  

“Selama ini pekerja/buruh dan keluarga tidak pernah mengeluhkan ruang perawatan klas 1,2 dan 3 yang merupakan layanan nonmedis. Yang selama ini ada masalah di sisi layanan medis, seperti pasien disuruh pulang oleh RS dalam kondisi belum layak pulang, obat tidak ada di Apotik dan sebagainya,” urainya.  

Ia menambahkan,  pihaknya setekag berdiskusi dengan stakeholder JKN, sampai saat ini pun tidak ada kesepakatan penerapan KRIS Satu Ruang Perawatan sehingga penerapan KRIS Satu Ruang Perawatan di 1 Juli 2025 adalah bentuk pemaksaaan pemerintah kepada masyarakat, RS, dokter, dan stakeholder JKN lain.

“Selama ini pekerja/buruh memiliki hak pelayanan rawat inap di klas 1 atau 2 yang jumlah tempat tidur antara 1 sampai 3 tempat tidur, sehingga bila nanti diturunkan ke empat tempat tidur maka ini akan menurunkan kualitas layanan kepada pekerja/buruh dan keluarga. Kami sudah membayar iuran cukup besar yaitu 5 persen dari maksimal upah Rp. 12 juta per bulan,” ujarnya. 

Bahwa dengan KRIS Satu Ruang Perawatan berpotensi mendukung out of pocket peserta JKN termasuk pekerja/buruh untuk naik kelas perawatan yang tidak dijamin JKN yaitu dengan membayar selisih biaya ruang perawatan. Dengan keterbatasan ruang perawatan maka pasien JKN juga berpotensi “dipaksa” menjadi pasien umum yang harus membayar sendiri.

“Atas dasar argumentasi kami di atas, maka kami SP/SB mewakili Pekerja/buruh menyatakan sikap  Kami menolak penerapan KRIS Satu Ruang Perawatan,”tegasnya mengakhiri.  

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP KSBSI) menyampaikan keluhan soal dugaan penurunan kualitas layanan BPJS Kesehatan dalam audiensi bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). 

Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPP KSBSI, Johannes Dartha Pakpahan menyoroti pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 terkait standardisasi kamar rawat inap atau kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan. 

“Kami tidak keberatan soal standardisasi kamar, tapi jika diberlakukan menjadi satu kelas untuk semua, kami menyatakan keberatan,” kata Johannes di Kantor DJSN, Jakarta, Senin (19/5/2025). 

Menurut Johanes Dartha, kebijakan penyederhanaan kelas rawat inap menjadi satu kelas bisa berdampak buruk pada kualitas layanan yang diterima oleh buruh.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved