PMI Bekerja di Luar Negeri

OKTA Nekat Demi Gaji Lebih Tinggi, Suka Duka PMI Asal Bali, 5.631 Warga Bali Bekerja ke Luar Negeri

Dinas Ketenakerjaan dan ESDM Provinsi Bali mencatat jumlah PMI dari Bali pada Januari hingga Juni 2025 sebanyak 5.631 orang.

ISTIMEWA
Ilustrasi - Akhirnya sekitar tahun 2022, salah satu agen memanggilnya untuk bekerja. Sarah akan dikirim ke kapal pesiar yang akan berlayar keliling Eropa.  

TRIBUN-BALI.COM  - Nengah Okta (32) memilih menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai pekerja di kapal pesiar. Ada banyak cerita suka dan duka PMI selama berada di luar negeri.

Okta nekat kerja ke luar negeri demi memperoleh penghasilan atau gaji lebih tinggi. Sebab, penghasilan pekerja di Indonesia tak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. 

Namun begitu, ayah satu anak ini harus menanggung risiko yang begitu besar dan tak bisa dibayar oleh apapun karena harus jauh dari keluarga, kerabat serta teman. Okta merupakan satu di antara ribuan warga di Bali yang memilih bekerja ke luar negeri.

Dinas Ketenakerjaan dan ESDM Provinsi Bali mencatat jumlah PMI dari Bali pada Januari hingga Juni 2025 sebanyak 5.631 orang. Dari 5.631 orang ini, 3.153 orang merupakan laki-laki dan sisanya 2.478 orang merupakan PMI perempuan. 

Kepala Disnaker dan ESDM Bali, Ida Bagus Setiawan mengatakan negara terbanyak menjadi tujuan PMI adalah Turki dengan jumlah 1.940 orang. Kemudian Negara Italia sebanyak 1.936 orang dan Bulgaria sebanyak 382 Orang. 

Baca juga: SOSOK S Kisahkan Kerasnya Kerja di Kapal Pesiar, Kurang Rehat Hingga Berbagai Fakta Gelapnya!

Baca juga: HANCURNYA Karir Pekerja di Kapal Pesiar, Simak 4 Faktor Penting Berikut Ini yang Harus Dihindari!

SANDAR - Suasana 3 Cruise yang sandar secara bersamaan di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Jumat (21/2). Ketiga kapal pesiar tersebut tiba bersamaan di Pelabuhan Benoa dengan membawa kurang lebih 5.423 penumpang dan kru.
SANDAR - Suasana 3 Cruise yang sandar secara bersamaan di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Jumat (21/2). Ketiga kapal pesiar tersebut tiba bersamaan di Pelabuhan Benoa dengan membawa kurang lebih 5.423 penumpang dan kru. (ISTIMEWA/HUMAS PELINDO 3)

“Mereka bekerja sebagai terapis, waiter, dan housekeeping. Terapis sebanyak 1.461 orang, waiter (pelayanan restoran) jumlah 943 orang dan housekeeping sebanyak 415 orang,” jelas Setiawan, Rabu (23/7). 

Sementara berdasarkan Kabupaten/Kota, warga yang banyak memilih kerja ke luar negeri yakni berasal dari Kabupaten Buleleng jumlahnya 1.434, kedua Karangasem sebanyak 736, dan Bangli berjumlah 593.

“Jumlah penempatan berdasarkan Kabupaten/Kota dari bulan Januari 2025 hingga Juni 2025 sebanyak 5.631 dari 9 kabupaten/kota,” kata dia.

Nengah Okta menuturkan, sebelum memutuskan bekerja ke luar negeri, ia memang sempat bekerja di beberapa perusahaan di Bali khususnya pariwisata.

Jabatan terakhir pria lulusan sekolah tinggi pariwisata di Bali ini adalah sebagai Club Supervisor di salah satu night club di Kelurahan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.

Menurutnya, selama bekerja di Bali banyak suka dan duka. Namun, dukanya adalah jika melihat penghasilan dengan pekerjaan, hanya cukup untuk bertahan. Terlebih lagi ketika sudah berkeluarga.

Sehingga ketika ada kesempatan untuk bekerja ke luar negeri, ia dengan tekad kuat mengikuti seleksi dan interview agar lulus sebagai karyawan di salah satu perusahaan kapal pesiar. 

Jika di Bali sudah menjadi Club Supervisor, ia harus memulai dari bawah yakni menjadi Galley Attendant ketika bekerja di kapal pesiar. Sementara sukanya adalah tinggal bersama keluarga kecil tercinta dan dekat dengan orang tua, keluarga besar serta teman-temannya. 

“Akhirnya mulai bekerja di luar negeri di kapal pesiar. Terhitung mulai tahun 2023 lalu,” kata pria asal Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini saat dikonfirmasi, Minggu (27/7).

Selama bekerja di luar negeri, kata dia, banyak pengalaman atau suka duka yang sudah dialami dirinya. Mulai dari jam kerja yang padat, tekanan pimpinan perusahaan, serta rasa rindu terhadap keluarga di Bali. Mengingat, dirinya harus bertahap bekerja selama kurang lebih 8 bulan di kapal pesiar.

“Pengalamannya high pressure di sini (luar negeri). Akan tetapi, itu sebanding dengan apa yang didapat (penghasilan),” ungkapnya. 

Okta menempati posisi assistant waiter di kapal pesiar. Ia menyebutkan di lingkungan kerja lebih nyaman, karena semua sudah bekerja sesuai job desk masing-masing.

Meski demikian, di balik gaji yang lebih tinggi, ia harus menahan duka yang tak bisa terbayarkan oleh apapun. Ia harus rela jauh dari anak dan istri, orangtua serta keluarga, dan teman-temannya di Bali.

Menurutnya, masih banyak perusahaan hotel, beach club dan lainnya yang memberikan salary yang lumayan besar. Hanya saja, dirinya mengaku belum menerima kesempatan tersebut sehingga bekerja ke luar negeri adalah salah satu jalan untuk mewujudkan segala cita-citanya. 

“Masih banyak perusahan dengan gaji besar, tetapi mungkin saya belum diberikan kesempatan gabung di sana. Jika bisa memilih, saya masih ingin kerja di Bali agar lebih dekat dengan keluarga,” tuturnya.

Kisah suka dan duka PMI asal Bali juga diceritakan Kadek Mahendra Putra (33) warga asal Desa Tojan Klungkung. Mahendra hampir genap 5 tahun mengadu nasib untuk bekerja ke luar negeri

Meskipun berat meninggalkan keluarga berbulan-bulan, alasan kesejahteraan membuatnya tetap memilih mencari peruntungan sebagai pekerja di kapal pesiar. 

SANDAR - Kapal pesiar mewah MS Insignia sandar di Pelabuhan Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, Jumat (25/4). Kapal pesiar ini membawa total 539 wisatawan mancanegara. Inset: Para penumpang kapal pesiar mewah MS Insignia saat tiba di Buleleng.
SANDAR - Kapal pesiar mewah MS Insignia sandar di Pelabuhan Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, Jumat (25/4). Kapal pesiar ini membawa total 539 wisatawan mancanegara. Inset: Para penumpang kapal pesiar mewah MS Insignia saat tiba di Buleleng. (ISTIMEWA)

Mahendra sebelumnya bekerja sebagai pegawai di salah satu BPR di Bali. Namun 3 tahun bekerja, menurutnya penghasilan di BPR sebagai petugas lapangan sebagai Account Officer dirasakan tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. 

“Kalau dulu saya petugas lapangan gaji pokok UMR (Upah Minimum Regional), ada tambahan uang bensin lagi sedikit. Saat lajang saja merasa tidak cukup, apalagi berkeluarga,” ujar Mahendra, Minggu (27/7).

Mahendra yang tinggal di lingkungan para pekerja migran, membuatnya mengambil keputusan untuk berangkat bekerja di kapal pesiar. Terlebih keluarga dan tetangganya juga tidak sedikit yang berangkat ke kapal pesiar. 

“Jadi saat itu saya merasa sulit mendapatkan penghasilan besar untuk bekerja di Bali. Jadi saya memilih kerja ke luar negeri. Bekerja di kapal pesiar,” ungkap dia.

Memilih bekerja ke luar negeri bukanlah hal yang mudah baginya. Sebelum berangkat ia harus kursus, hingga mengurus berbagai berkas untuk memenuhi persyaratan berangkat.

“Itu saya ingat, saat awal berangkat itu total saya habiskan modal sekitar Rp 45 juta. Itu awal bekerja berat sekali rasanya, harus adaptasi ritme kerja hingga makanan,” ungkapnya.

Pada bulan-bulan awal bekerja, ia mengaku sempat stress. Mulai dari adaptasi makanan, jam kerja yang berat, hingga lingkungan kerja yang menurutnya kurang baik. Namun karena dibebani hutang untuk berangkat, membuat tekadnya untuk bertahan.

“Jangan lihat hasilnya saja, itu awal-awal kerja di kapal pesiar berat sekali. Tidak sebatas jam kerja, tapi juga lingkungan kerja keras sekali. Di sana, saat awal kerja, kebanyakan drama. Mental sebenarnya sudah down saat itu, tetapi ingat lagi saya berangkat cari hutang, harus bersabar dan kuat,” ungkapnya.

Diakuinya penghasilan yang ia dapat selama bekerja di kapal, sebanding dengan gaji yang ia terima. Meskipun ia tidak mau menjelaskan secara gamblang, namun diakuinya pendapatannya sangat cukup untuk menghidupi keluarga, hingga menabung untuk 2 anaknya.

“Kalau penghasilan jujur sangat lumayan, 2 digit setiap bulan. Apalagi saat harga dolar tinggi beberapa waktu lalu, sangat lumayan untuk kirim keluarga di rumah,” jelasnya.

Meskipun penghasilan tinggi, ia kembali menegaskan tidak akan mau seteruskan bekerja di luar negeri. Ia sudah menyusun rencana, untuk kembali halamannya dan mengais rezeki di Bali.

“Saya target paling lama 10 tahun bekerja di luar negeri. Saya juga harus punya waktu sama keluarga. Ini kerja untuk kumpulin modal, untuk usaha di kampung,” ungkapnya.

Tingginya minat warga untuk bekerja di luar negeri, khususnya sektor pariwisata juga terlihat dari Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Klungkung.

Tahun ini sekolah swasta atau SMK yang membuka jurusan pariwisata semuanya membludak. Dulu sekolah swasta yang sulit mendapatkan siswa, saat ini justru membludak pendaftar. Mereka rata-rata memilih jurusan pariwisata, agar dapat segera bekerja dengan berangkat ke luar negeri. Baik kerja di darat atau di kapal pesiar.

“Sekarang di Klungkung, sekolah yang ada jurusan pariwisata semuanya full. Ini menjadi tantangan juga bagi sekolah negeri. Sekarang minset siswa sudah berbeda, mereka ingin segera dapat bekerja,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Klungkung, I Ketut Sujana belum lama ini. (mit/sar/mpa)

Solusi Kurangi Pengangguran 

Kabupaten Buleleng tercatat sebagai daerah dengan penyumbang tenaga kerja migran terbanyak di Bali. Pihak dinas menyebut, ini sebagai salah satu upaya penurunan angka pengangguran di Buleleng.

Berdasarkan data penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) tahun 2025, dari Januari hingga Juni tercatat ada 1.434 PMI asal Buleleng. Dari jumlah tersebut terinci 720 merupakan laki-laki, dan 714 lainnya merupakan perempuan.

Bekerja di luar negeri juga menjadi salah satu faktor penyumbang turunnya angka pengangguran di Buleleng. Berdasarkan data ketenagakerjaan 2024, angka pengangguran terbuka (PT) di Buleleng tercatat sebanyak 10.408 orang.

Jumlah ini berkurang sebanyak 6.643 orang dibandingkan tahun 2023, yakni 17.051 orang. 
Sekretaris Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Buleleng, Nyoman Suarjana mengatakan, penurunan 6.643 pengangguran ini memang tidak serta-merta karena berangkat ke luar negeri. Walau demikian menjadi tenaga migran merupakan salah satu solusi untuk mendapat pekerjaan.

Bahkan pihak Dinaker Buleleng telah merencanakan mengubah skema pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK), agar lebih intensif seperti LPK swasta. Di mana pelatihan yang biasanya berlangsung sebulan, berjalan selama enam bulan. Sehingga melahirkan calon tenaga kerja yang lebih kompeten. 

“Tujuannya agar tuntas. Misalnya pelatihan bahasa jepang, perlu pelatihan selama enam bulan sampai bisa sampai siap bekerja, ya selama itu akan dilatih. Kita sudah rancang skema ini agar bisa berjalan pada tahun 2026 nanti,” kata Suarjana, Minggu (27/7).

Suarjana tak memungkiri banyaknya jumlah tenaga migran asal Buleleng. Menurutnya hal ini wajar, sebab Buleleng merupakan kabupaten terluas di Bali, dengan jumlah penduduk terbanyak. 

“Kalau dilihat persentase, luas wilayah Kabupaten Buleleng 1/3 luas pulau Bali. Otomatis jumlah penduduknya lebih banyak daripada kabupaten lain. Sehingga wajar jika PMI asal Buleleng mendominasi,” ucapnya.

Kata Suarjana, sebagian besar warga Buleleng bekerja sebagai terapis spa di Turki. Bahkan hampir di semua Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) kekurangan calon tenaga kerja untuk spa. “Itu (terapis spa) lowongan paling banyak untuk bekerja di luar negeri. Berapapun calon pekerja yang dicetak, sudah pasti terserap,” imbuhnya.  

Selain terapis spa, bekerja di kapal pesiar juga masih menjadi idaman bagi PMI asal Buleleng. Tak hanya itu, negara Jepang kini juga menjadi tujuan dari PMI asal Buleleng.

Kata Suarjana, di Jepang PMI asal Buleleng bekerja di beberapa bidang. Mulai dari keperawatan, pertanian hingga peternakan. “Tahun ini yang paling banyak diberangkatkan adalah di bidang keperawatan. Baik itu perawat di rumah sakit ataupun perawat lansia,” ujarnya. 

Perbedaan nilai mata uang tentu menjadi salah satu faktor tingginya minat masyarakat, untuk bekerja di luar negeri. Suarjana mencontohkan di Jepang, di mana gaji bisa mencapai Rp 15 juta. Termasuk bekerja sebagai terapis dengan pendapatan insentif yang tinggi. 

Suarjana menampik jika tingginya minat masyarakat bekerja di luar negeri karena faktor minimnya lapangan pekerjaan di Buleleng. Sebab pihak Disnaker sudah sering membuka lowongan pekerjaan. Menurutnya, hal ini lebih dikarenakan minat calon tenaga kerja, tidak sesuai dengan lowongan yang tersedia. 

Selain itu, motivasi untuk mengubah kondisi ekonomi keluarga juga mendorong tingginya minat warga Buleleng untuk menjadi pekerja migran. Apalagi saat ini banyak LPK yang bekerjasama dengan bank untuk biaya keberangkatan. (mer)

PEJUANG DEVISA DARI BALI

PMI dari Bali Periode Januari-Juni 2025 
Jumlah: 5.631 orang 
-    3.153 laki-laki 
-    2.478 perempuan 
Berdasarkan Kabupaten/Kota 
Kabupaten Buleleng*): 1.434 orang
-    720 laki-laki
-    714 perempuan
*) Angka pengangguran terbuka: 10.408 orang 
Kabupaten Karangasem: 736 orang
Kabupaten Bangli: 593 orang
Negara Tujuan 
Turki: 1.940 orang
Italia: 1.936 orang 
Bulgaria: 382 Orang 
Jenis Pekerjaan 
-    Terapis 1.461 orang
-    Waiter 943 orang 
-    Housekeeping 415 orang 
Sumber: Dinas Ketenakerjaan dan ESDM Provinsi Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved