Berita Bali

POLEMIK MDA, Koster Sebut Ada Pihak Ingin Adu Domba MDA dengan Desa Adat 

Untuk menghadapi adu domba tersebut, Koster menuturkan tak memerlukan banyak orang ia bisa lakukan hal tersebut sendiri sebagai Gubernur Bali.

TRIBUN BALI/ NI LUH PUTU WAHYUNI SRI UTAMI
RAPAT PARIPURNA - Gubernur Bali, Wayan Koster menanggapi polemik di MDA Bali belakangan ini pada Rapat Paripurna ke-26 DPRD Bali, Senin (28/7). 

TRIBUN-BALI.COM - Gubernur Bali, Wayan Koster menanggapi polemik yang ada di Majelis Desa Adat (MDA) Bali belakangan ini. 

Koster menyebutkan ada pihak yang ingin mengadu domba MDA dengan desa adat. “Secara khusus saya ingin menyampaikan bahwa ada yang mengganggu desa adat, saya tidak tahu. 

Ada yang menginginkan agar desa adatnya tidak kuat seperti sekarang, tahu saya,” jelas Koster pada Rapat Paripurna ke-26 DPRD Bali, Senin (28/7). 

Koster mengatakan ketika desa adat ini lemah, tak ada satupun yang peduli. Sekarang begitu desa adat kuat, menurutnya ada pihak yang ingin mencoba mengadu domba antara desa adat dengan MDA. 

Baca juga: BONGKAR Bale Banjar Ambengan! Pemkab Gianyar Urai Kemacetan di Simpang 3 Patung Arjuna Ubud

Baca juga: NEKAT ke Jepang Usai Lamaran Selalu Ditolak, Gede Dharma: Entah Bagaimana Standar Dalam Negeri!

“Ada yang ingin mencoba mengadu domba Desa Adat dan MDA. Bahwa ada yang kurang-kurang sedikit, iya. Belum sempurna, iya. Tapi kondisi sekarang sudah jauh lebih bagus daripada situasi sebelumnya. Maka kalau ada yang mengusik ini, akan saya hadapi. Semua akan saya hadapi. Siapapun juga orangnya,” tegas Koster

Untuk menghadapi adu domba tersebut, Koster menuturkan tak memerlukan banyak orang ia bisa lakukan hal tersebut sendiri sebagai Gubernur Bali.

Ia menegaskan tidak takut, karena Desa Adat adalah warisan dengan satu-satunya provinsi di Indonesia yang masih kokoh dan utuh desa adat berjumlah 1.500. 

Jika Desa Adat diusik, Koster menegaskan apa yang akan diandalkan ke depan untuk masa depan Bali sebab Bali tidak memiliki minyak, gas dan batubara.

Bali hanya memiliki budaya berbeda dengan daerah-daerah yang memiliki tambang yang setiap hari dikeruk dan lama-lama habis serta meninggalkan masalah warisan lingkungan.

“Tapi kalau budaya dia kita jaga, dia tidak akan pernah habis. Karena ada di pikiran, ada di rasa, ada di pelaku. Jadi sepanjang pelaku itu ada, maka budaya di mana ini akan selalu kokoh, enggak akan pernah mati,” sambungnya. 

Sektor pariwisata paling besar membuat ekonomi Bali dapat bertumbuh sebab hulunya budaya. “Siapa hulunya ini? Penjaganya desa adat, enggak ada yang lain,” ujarnya.

Koster pun mengajak seluruh anggota DPRD Bali untuk mengelola perbedaan pendapat dengan sebaik-baiknya dan mencari solusi yang tepat tanpa harus berpolemik secara terbuka di ruang publik. Sebab Koster menilai hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap keberadaan desa adat.

Lebih lanjut, Koster menekankan terdapat faktor eksternal yakni Sampradaya asing yang akan merusak Desa Adat. “Faktor dari eksternal yaitu pengaruh asing ajaran Sampradaya asing yang merusak desanya. Ini yang harus kita hadapi sama-sama,” bebernya. 

Ia pun kembali mengingatkan saat dulu desa adat diawal berdiri tidak pernah mendapat peran dari pemerintah. Bahkan pada saat Orde Baru, Desa Adat akan dijadikan kelurahan. Pria asal Sembiran Tejakula Gubernur terdahulu yakni Ida Bagus Mantra, karena telah menjaga keberadaan Desa Adat.

“Kemudian dibuatkan Perda Tahun 2001 revisi Tahun 2003, Perda nomor 3. Sehingga waktu itu namanya Desa Pakraman bisa terjaga. Tapi hanya dibuatkan Perda saja, tidak diberikan apa-apa. Desa Pekraman pada saat itu hidup tapi sekadar hidup,” kata dia. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved