Berita Bali
Gubernur Bali Koster Sebut Ada Pihak Ingin Adu Domba MDA dengan Desa Adat
Sektor pariwisata paling besar membuat ekonomi Bali dapat bertumbuh sebab hulunya budaya.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Lebih lanjut, Koster menekankan terdapat faktor eksternal yakni Sampradaya asing yang akan merusak Desa Adat.
“Faktor dari eksternal yaitu pengaruh asing ajaran Sampradaya asing yang merusak desanya. Ini yang harus kita hadapi sama-sama,” bebernya.
Ia pun kembali mengingatkan saat dulu desa adat diawal berdiri tidak pernah mendapat peran dari pemerintah. Bahkan pada saat Orde Baru, Desa Adat akan dijadikan kelurahan.
Pria asal Sembiran Tejakula Gubernur terdahulu yakni Ida Bagus Mantra, karena telah menjaga keberadaan Desa Adat.
“Kemudian dibuatkan Perda Tahun 2001 revisi Tahun 2003, Perda nomor 3. Sehingga waktu itu namanya Desa Pakraman bisa terjaga. Tapi hanya dibuatkan Perda saja, tidak diberikan apa-apa. Desa Pekraman pada saat itu hidup tapi sekadar hidup,” kata dia.
Sehingga pada saat itu Bali kesulitan mencari pradesa dan prajuru untuk Desa Adat.
Menurut, Koster pada saat itu tidak ada yang memberikan pertimbangan apapun.
Sehingga sangat disyukuri pada saat itu masih ada orang yang masih bersedia ngayah menjadi bendesa.
Karena ngayah, bendesa pada saat itu tidak mendapatkan apapun.
“Ada kebaikan juga Pemerintah Kota Denpasar waktu itu sekadar memberikan insentif. Ada yang Rp 150 ribu, ada yang Rp 500 ribu. Kasihan, ada juga yang sama sekali tidak peduli. Sehingga keberadaan desa adat waktu itu yang punya peranan yang begitu besar terhadap Bali, menjaga budaya Bali tidak terurus dengan baik karena regulasinya yang kurang kokoh,” katanya.
Maka begitu Koster menjabat menjadi Gubernur, Desa Adat dibuatkan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Koster membeberkan bahwa perjuangan untuk meloloskan Perda nomor 4 tahun 2019 ini di Kementerian Dalam Negeri tidak mudah. Bahkan Perda ini hampir tidak disetujui.
“Waktu itu saya berdebat pada satu argumen telak, tidak bisa mengelak. Akhirnya setuju, besoknya baru disetujui. Nah, dengan Perda ini yang isinya sangat fundamental dan komprehensif, desa adat kita itu mendapat kedudukan yang makin kuat,” jelasnya.
Setelah itu, Desa Adat didukung dengan anggaran karena kemampuan keuangan fiskal Pemprov Bali terbatas yakni hanya Rp 300 juta namun dengan Perda serta anggaran ini, anggaran Rp 300 juta, sudah masuk ke akun Kementerian Dalam Negeri.
Menjadikan satu-satunya di Indonesia, provinsi yang memiliki akun Desa Adat Keuangan yakni hanya Bali.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.