Oleh : Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Bali,I Ketut Ariantana.
TRIBUN-BALI.COM - Naik-turunnya aktivitas kegempaan di Gunung Agung yang terekam oleh seismograf memang bisa menjadi catatan penting untuk melihat tanda-tanda apakah gunung api itu cenderung bakal meletus ataukah tidak.
Baca: Evaluasi Terkini Aktivitas Gunung Agung, Analisis Tiltmeter: Sempat Terjadi Pengempisan
Namun, yang perlu lebih diperhatikan sebetulnya jumlah total kegempaannya.
Baca: 20 Fakta Perbedaan Gunung Agung Dan Sinabung Yang Sama-sama Membuat ‘Ketidakpastian’
Baca: Jika Bandara Ditutup Akibat Erupsi Gunung Agung Dan 5000 Turis Terjebak, Ini Yang Akan Terjadi
Meskipun jumlah total kegempaan Gunung Agung turun dalam dua hari ini, tapi jika total jumlahnya masih di atas 500 kali dalam sehari (pada status Awas), itu masih tergolong intensitas kegempaannya tinggi.
Baca: Sebelum Meletus, Merapi Gempa Sekitar 250 Kali Per Hari, Sedangkan Gunung Agung Dua Kali Lipat
Karena itu, tidak bisa kemudian dikatakan gunung tidak akan meletus, kendati juga tidak bisa dikatakan bahwa Gunung Agung pasti bakal meletus.
Saat ini telah terjadi keseimbangan antara jumlah gempa dalam dan dangkal. Gempa dangkal terjadi ketika magma bergerak naik ke permukaan kawah gunung, sehingga getaran gempa makin terasa di permukaan.
Magma itu bergerak naik dan berusaha mengisi celah kosong pada batuan, tetapi tidak serta-merta naik.
Oleh karena itu, gempa dangkal pun tercatat.
Jumlah gempa dalam dan gempa dangkal Gunung Agung beberapa hari ini memang mulai menurun di angka sekitar 400-an kali sehari.
Itu lebih sedikit dibandingkan intensitasnya seminggu lalu yang sampai sebanyak 700 kali.
Namun, penurunan tersebut tidak otomatis menurunkan status Gunung Agung dari level IV (Awas) ke level yang lebih rendah.