'Tiba-tiba Kami Dapat Undangan Seminar', Warga Pinggan Baru Tahu BKF 5 Hari Sebelum Acara

Penulis: Muhammad Fredey Mercury
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SEMARAK FESTIVAL - Parade budaya Balingkang Kintamani Festival yang digelar di depan Pura Ulundanu Batur, Rabu (6/2/2019). Acara ini sempat memicu protes sejumlah warga Desa Pinggan hingga akhirnya berujung penjelasan dan pengertian.

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Semarak Balingkang Kintamani Festival (BKF) yang digelar Rabu (6/2/2019), ternyata memunculkan kekecewaan masyarakat Desa Pinggan, Kintamani.

Pada perencanaan acara, justru tidak melibatkan warga Pinggan yang merupakan pengempon Pura Dalem Balingkang.

Warga Pinggan baru tahu BKF lima hari sebelum acara dimulai.

Perbekel Desa Pinggan, I Ketut Janji mengatakan, sejumlah masyarakat mengaku bingung saat mendapat undangan untuk menghadiri seminar BKF.

"Kami tidak tahu ada festival apa. Tiba-tiba saja ada undangan seminar," katanya saat dikonfirmasi, Kamis (7/2/2019).

Kekecewaan tidak sebatas pada kurangnya komunikasi antara penggagas acara dengan warga Pinggan.

Baca: Rumah Sekdes Ludes, Pemadaman Terkendala Jarak Pengambilan Air

Baca: Enam Jam Tidur Dikepung Api, Komang Ari Tinggalkan Lilin yang Masih Menyala

Lokasi acara yang berpusat di jaba Pura Ulundanu Batur dinilai kurang merepresentasikan Balingkang.

Ketut Janji menilai, jika diadakannya festival bertujuan untuk promosi, mestinya acara digelar pada dasa yang bersangkutan, di samping juga melibatkan masyarakat desa sekitar dari awal direncanakan acara.

"Jika dikatakan waktu penyelenggaraan acara mendadak, itu bukan alasan untuk tidak memberitahu kami. Sedangkan lokasi, jika diadakan di Penelokan atau Museum Geopark, kami masih memaklumi itu tempat umum. Tapi di Pinggan pun, juga tidak kurangan tempat. Pura Dalem Balingkang itu luasnya 17 hektare," ujarnya.

Pertimbangkan Lokasi

Meski sempat mengalami kekecewaan, Ketut Janji menegaskan bahwa masyarakat sudah diberi pengertian dan tidak lagi mempersoalkan terkait hal ini.

Namun besar harapan pihaknya pada penyelenggara acara, agar ke depannya lebih mempertimbangkan aspek keterlibatan masyarakat sekitar di samping lokasi acara juga diadakan di desa setempat.

Baca: Material Longsor Timbun Sungai Celagi, 53 Hektare Subak Penasan Terancam Kekeringan

Baca: Polisi Tembak Kaca Depan Mobil Komplotan WN Bulgaria di Bali, Ini Penyebabnya

"Artinya desa mana yang dijadikan nama festival, ya di desa itu acaranya diadakan, juga melibatkan masyarakat setempat. Terlebih acara festival serupa rencananya akan digelar rutin tiap tahun. Dengan demikian festival yang jadi ajang promosi juga turut mepromosikan desa," harapnya.

Beri Pengertian

Sementara itu, Camat Kintamani, I Wayan Dirgayusa juga tidak memungkiri adanya rasa kekecewaan masyarakat Desa Pinggan, yang disampaikan sejumlah perbekel melalui grup WhatsApp terkait penyelenggaraan BKF ini.

Walau demikian, Dirgayusa menegaskan sudah memberi pengertian terkait dasar penunjukan tempat, maupun pembuat materi festival.

Ia menjelaskan, penyelenggaraan BKF bermula dari penurunan jumlah wisatawan China akibat kebijakan pemerintah Provinsi Bali tentang penutupan beberapa travel China.

Dengan ini pemerintah provinsi melakukan usaha membuat festival dengan bertemakan akulturasi budaya, sekaligus menjelaskan bahwa China dan Bali masih ada hubungan persaudaraan sehingga memupuk pandangan positif.

"Itu hasil penjelasan yang saya terima dari temen-temen di kepanitiaan. Saya jelaskan kurang lebih seperti itu di grup WhatsApp perbekel. Karena saya pun juga tidak tahu ada acara itu, dan tidak terlalu terlibat dengan acara itu. Saya baru tahu enam atau tujuh hari sebelum acara," ujarnya.

Baca: Hasil Survei: Polda Bali Raih Nilai Tertinggi Tingkat Kepercayaan Masyarakat

Baca: Peduli pada Lingkungan Itu Yadnya

Persoalan lokasi acara yang berpusat di Pura Ulundanu Batur, kata Dirgayusa mengutip dari penjelasan mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali, Gede Nurjaya, berdasarkan hasil koordinasi dengan antara gubernur dengan Jero Gede Batur.

"Karena kebetulan secara personal dari pihak panitia kenalnya dengan Jero Gede Batur, begitulah informasinya. Jadi tidak ada penekanan salah satu desa yang menginginkan ini, menginginkan itu. Mengenai bagaimana pembicaraannya, saya kurang tahu. Karena tidak tercover oleh pak Nurjaya," ucapnya.

Sampaikan Maaf

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Anak Agung Gede Yuniartha Putra juga tidak memungkiri kekecewaan masyarakat Desa Pinggan.

Kata dia, hal ini terjadi karena  miskomunikasi.

Meski demikian, kini kekecewaan tersebut sudah diredam dengan penjelasan yang diberikan oleh Wagub Bali, Cok Ace.

Baca: Koster Cari Waktu Tepat Tutup Taksi Online, Siapkan Sistem Aplikasi Online Lokal

Baca: Kadek Rifki Sudah 13 Hari Hilang Misterius, Mobilnya Ditemukan di Dasar Jurang di Buleleng

"Awalnya memang begitu (kecewa). Pada saat itu ada enam hingga tujuh orang yang menemui pak Wagub sekitar satu pekan lalu. Tapi setelah dijelaskan, mereka paham bahwa tujuan festival adalah mengenalkan Balingkang ke permukaan sehingga bisa dikenal seluruh dunia. Dampaknya mereka yang akan menikmati. Akhirnya setelah dijelaskan mereka juga paham, dan ikut mendukung acara itu," ujarnya.

Agung Yuniartha mengatakan, waktu selama dua pekan yang diberikan ini cenderung singkat.

Satu sisi untuk menarik tamu, sisi lain merancang penyelenggaraan festival.

"Kami berpikir cepat saat itu. Selain melakukan persembahyanhan, kami juga bicara dengan Jero Gede Batur, karena kami pikir masih satu wilayah. Ternyata tidak tersampaikan. Ya pak Wagub waktu ditemui juga mohon maaf, dan memberikan pengertian. Yang mereka harapkan adalah penjelasan sehingga bisa meneruskan pada masyarakat setempat," paparnya. (*)

Berita Terkini