Dilematika Musim Layangan Saat Pandemi di Pulau Dewata, Local Wisdom Hingga Timbul Korban

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi foto tak terkait berita. LAYANG-LAYANG - Peserta mengamati layang-layang jenis bebean di Pantai Padanggalak, Denpasar, Minggu (23/6/2019). Lomba diikuti oleh 964 peserta dari berbagai daerah di Bali.

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Insiden tali layang-layang yang menyebabkan seseorang kecelakaan lalu lintas hingga kemudian meninggal dunia di Denpasar, Bali, menjadi sorotan tajam masyarakat. 

Pro dan kontra pun bermunculan.

Musim layangan di masa pandemi covid-19 memang menjadi dilema bagi masyarakat, di satu sisi masyarakat membutuhkan hiburan, tapi di sisi lain kini kegiatan yang menimbulkan kerumunan masyarakat masih disetop sementara oleh pemerintah.

Sehingga, aktivitas lomba atau festival layang-layang yang biasanya menjadi tontonan masyarakat Bali pada bulan-bulan ini pun kini menjadi sirna dan sebagai alternatifnya pemain layangan di permukiman bermunculan.

Perumda Pasar Mangu Giri Sedana Ancam Beri Sanksi Tegas Jika Pedagang Tak Ikuti Protokol Kesehatan

Transmisi Lokal Meningkat, Disperindag Bali Pantau Pasar Tradisional

Musim layangan di Bali biasanya berlangsung selama 5 bulan, sejak bulan Mei hingga puncaknya bulan September mendatang.

Seniman Layang-Layang asal Bali, Kadek Suprapta Meranggi mengatakan, biasanya event layang-layang Tradisional Bali menjadi daya tarik tontonan masyarakat yang bisa disaksikan ramai di tanah lapang Pantai Padang Galak maupun Pantai Mertasari.

Dengan demikian, implikasinya masyarakat kemudian beralih ke layang-layang kecil rumahan, jumlahnya pun kini naik 300 kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Sehingga di tengah kejenuhan, masyarakat banyak yang beralih bermain layang-layang. Dari anak kecil hingga orang dewasa.

Bahkan disebutkannya, anggota dewan, lawyer, notaris, dokter, pengusaha pun ikut bermain layangan.

Dijelaskan pria yang akrab disapa Deck Sotto itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan layang-layang putus atau terjatuh yakni ukuran, ketinggian dan kekuatan tali.

Cegah Penyebaran Covid-19, Lapas Perempuan Denpasar Berlakukan Titipan Drive Thru

Sambut Hari Bhayangkara ke-74, Polresta Denpasar Bagikan Paket Sembako ke Pengurus Puja Mandala

Pihaknya jauh-jauh hari sebelum musim layangan tiba, sudah mengimbau kepada seluruh masyarakat di Bali baik melalui perkumpulan pemain layangan, sosial media ataupun broadcast grup WhatsApp.

"Sejak 2 bulan yang lalu bahaya sudah saya sosialisasikan, saya sudah menekankan agar ukuran layang-layang tidak lebih dari 3 meter tapi malah ada super size yang 5 hingga 8 meter menerbangkannya pun membutuhkan angin kencang. Lalu ukuran layangan dan kekuatan tali harus diperhitungkan seimbang, sehingga tidak menyebabkan tingkat risiko terjatuh atau terputus yang lebih tinggi, kalau ukuran 3 meter ke bawah tidak separah itu," papar Kadek kepada Tribun Bali, Jumat (19/6/2020) siang ini.

"Selain itu juga faktor ketinggian, problem-nya masyarakat menerbangkan sampai 6 hingga 7 roll tali saya imbau agar tidak tinggi-tinggi menerbangkan layang-layang karena otomatis sulit dikontrol, saat menurunkan, belum lagi faktor kondisi cuaca, serta agar tidak diinapkan, tidak diperkirakan biasanya angin hilang, bisa jatuh jadi problem, putus talinya," lanjutnya.

Sementara itu, terkait peristiwa meninggalnya pengendara motor di Jalan Raya Sesetan kemarin, Kadek menyampaikan, bahwa insiden itu merupakan ketidaksengajaan oleh pemain layang-layang.

Halaman
123

Berita Terkini