Namun karena aturan social distancing, ke depan daya tampung hanya 500 orang sekali pentas.
Dengan penerapan protokol kesehatan, ia berharap para wisatawan tidak takut datang ke Uluwatu.
Wijana menjelaskan, sebelum Covid-19 menyerang, kunjungan ke objek wisata Uluwatu per hari bisa 4.000-5.000 saat low season.
Kemudian naik menjadi 8.000 saat middle season, dan menjadi 12 ribu per orang ketika high season pertengahan tahun sekitar bulan Juli.
“Tamu kami didominasi 30 persen domestik dan 70 persen mancanegara,” sebutnya.
Walau menambahkan protokol kesehatan, seperti wastafel pencuci tangan, hand sanitizer, dan lain sebagainya, namun harga tiket tetap sama.
Untuk tiket masuk destinasi wisata dibanderol Rp 30 ribu bagi turis domestik, dan Rp 50 ribu bagi wisman.
Sementara tiket kecak Rp 150 ribu per orang, baik lokal maupun asing.
Khusus tari kecak, dibuka pukul 18.00 Wita sampai 19.00 Wita, berbarengan dengan sunset.
“Namun saat ramai peminat, kami bahkan bisa dua kali menari, pada pukul 19.00-20.00 Wita juga,” imbuhnya.
Mengenai mundurnya pembukaan keran bagi turis asing, ia tak sedih dan pesimistis.
“Saya pikir kalau dipatok menunggu wisman, tentu akan lebih mundur lagi. Yang penting wisdom sudah dibuka kerannya. Kita tidak menunggu saja, tetapi terus berupaya menjemput bola,” katanya.
Saat ini mulai ada pergerakan kunjungan, dari sebelumnya tidak ada menjadi 100-150 orang per hari.
Namun setelah September 2020 kecak dibuka, ia yakin akan kembali naik signifikan.
“Sebab banyak orang lokal juga suka kecak,” katanya.
Di sisi lain, dengan QRIS ia berharap 60 pedagang bisa kian mudah dalam bertransaksi.
Semua transaksi yang terjadi di objek wisata Uluwatu bisa kian transparan dan akuntabel.
(*)