Berita Bali

KISAH Ni Luh Putu Sugianitri, Wanita Asal Tabanan Bali Jadi Ajudan Terakhir Soekarno, Kini Tiada

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ni Luh Putu Sugianitri semasa hidup. POlwan yang juga ajudan terakhir Soekarno meninggal dunia di Denpasar, Bali, Senin 15 Maret 2021

TRIBUN-BALI.COM – Kabar duka, Ni Luh Putu Sugianitri (74) yang merupakan ajudan terakhir Soekarno meninggal dunia di Denpasar, Bali, Senin 15 Maret 2021.

Pada Tahun 2014 silam dalam sebuah wawancara dengan Tribun Bali, Ni Luh Putu Sugianitri menceritakan ia sebagai polwan, selamanya hanya berpangkat brigadir, tidak pernah dipecat, tidak pernah diberhentikan, dan tidak pernah menerima uang pensiun hingga saat itu.

Semasa hidupnya, Ni Luh Putu Sugianitri banyak berkisah tentang pengalaman bersama Soekarno.

Menurut Sugianitri, panggilan akrabnya, karena perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto dan suasana psikologis yang menyertainya, dialah satu-satunya polwan yang tidak pernah naik pangkat.

Mengutip Artikel Tribun Bali yang tayang pada 14 April 2014 Berjudul: Nitri Menari Sembari Bawa Revolver untuk Jaga Bung Karno, Sugianitri menceritakan ia yang asal Tabanan, Bali merupakan polisi angkatan ketiga di Sekolah Kepolisian Sukabumi.

Ni Luh Putu Sugianitri (67) saat itu bercerita dengan peneuh semangat, bagaimana dia sebagai polisi wanita (polwan) menjadi ajudan terakhir Presiden Soekarno.

"Saya satu-satunya wanita Bali yang menjadi ajudan terakhir Presiden Soekarno. Saya dari Desa Babatan, Penebel, Tabanan. Anak satu-satunya Ni Made Pajeng, pendiri sekolah di sana. Saya polisi angkatan ketiga di Sekolah Kepolisian Sukabumi," ujar Nitri, Sabtu 12 April 2014 silam dalam acara dialog dan diskusi buku "Bung Karno: Kolektor dan Patron Seni Rupa".

Baca juga: KABAR DUKA: Ni Luh Putu Sugianitri Berpulang, Sosok Polwan dan Ajudan Terakhir Bung Karno

KABAR DUKA: Ni Luh Putu Sugianitri Berpulang, Sosok Polwan dan Ajudan Terakhir Bung Karno (Dok. Istimewa)

Ia mengisahkan, setelah menyelesaikan pendidikan, polwan yang lain kembali ke daerah masing-masing, namun dia tidak boleh pulang.

Sebagai orang Bali, dia sering diminta menari.

Dia sering tampil menari di acara-acara resmi kepresidenan, hingga akhirnya Sugianitri menjadi ajudan Bung Karno.

Meski menjadi ajudan, ia tidak pernah memakai seragam polisi.

Sebaliknya, ia lebih sering tampil dengan balutan kebaya dan kain.

Namun tetap membawa senjata yang disimpan di dalam tas.

Ia lebih sering menari daripada latihan sebagai polwan.

"Sebagai polisi ajudan, saya tidak pernah memakai seragam polisi. Waktu itu, saya lebih sering menari daripada latihan karena penari masih jarang. Saya selalu memakai kebaya dan menari, sementara di dalam tas ada revolver. Dengan begitu, orang tidak tahu bahwa Soekarno dikawal oleh ajudan yang sedang menari," kisah ibu tujuh anak dari dua kali pernikahannya ini.

Halaman
1234

Berita Terkini