Berita Bali

Roh Gentayangan, Ini Makna dan Pentingnya Upacara Warak Kruron Bagi Bayi yang Meninggal

Penulis: AA Seri Kusniarti
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Upacara warak kruron, ngelangkir, dan ngelungah dilangsungkan pada Minggu 19 Desember 2021 pukul 05.00 Wita hingga selesai, di Pantai Padang Galak, Kota Denpasar, Bali.

“Dengan adanya banyak permintaan untuk upacara warak kruron, ngelangkir, dan ngelungah, kami dari Yayasan Pasraman Bhuwana Dharma Shanti Sesetan akan melaksanakan upacara warak kruron, ngelangkir, ngelungah yang ke-4 kalinya,” sebutnya.

Upacara ini dilangsungkan pada Minggu 19 Desember 2021 pukul 05.00 Wita hingga selesai, di Pantai Padang Galak.

Upacara langsung dipuput oleh ida sulinggih dengan sarana upakara bebantenan yang sesuai dengan upacara warak kruron, ngelangkir, dan ngelungah.

Peserta yang ingin ikut hanya perlu menghaturkan punia upacara (biaya) Rp 750 ribu per sawa.

Biaya ini sudah termasuk jatah makan bagi dua orang per satu sawa. Selain warak kruron, ada pula rangkaian upacara ngelangkir.

Yaitu upacara bagi bayi yang telah berada di dalam kandungan, yang masih dalam bentuk darah atau belum dalam bentuk janin.

Baca juga: Mengapa Leluhur Disembah? Berikut Penjelasannya dalam Hindu Bali

“Sebab begitu tatkala seorang ibu dinyatakan positif hamil, maka dia sudah mengandung anak, yang berarti sang atma sudah berada di sana. Walaupun anak tersebut masih dalam bentuk darah,” jelas mantan jurnalis ini.

Oleh sebabnya, dipercayai bahwa sang atma sudah berada di dalam perut si ibu, sampai dengan lahir, dan sebelum lepas tali pusar (udel), maka itu sudah dianggap hidup.

“Konsep zaman dahulu memang ada yang percaya tidak perlu diupacarai, karena bayi ini dianggap sebagai dewa,” katanya.

Kemudian apabila meninggal sebelum bayi tersebut kepus pusar (udel), maka keluarga dan orang tua si bayi dianggap tidak kasebelan.  Akhirnya kala itu banten pun tidak ada karena dianggap tidak cuntaka.

Biasanya bayi yang lahir sebelum kepus puser, maka bayi tersebut dikubur saja tanpa menggunakan upacara dan upakara yang lengkap layaknya ngaben.

“Tetapi seiring perkembangan zaman, dan dewasa ini banyak terjadi hal-hal yang tidak kita ketahui,” sebutnya.

Antara lain ketika seorang ibu melahirkan dan anaknya meninggal, atau keguguran sebelum melahirkan.

“Percaya atau tidak, terjadi hal yang aneh. Ada yang sakit, ada yang usahanya selalu hancur dan cekcok. Intinya semua tidak damai dalam hidupnya,” tegasnya.

Kisah ini pun banyak didapatkan dari pamedek yang hadir ke gria. Untuk itu, ia berinisiatif membantu dengan menggelar upacara ini lengkap dengan sarana upakaranya.

Baca juga: Malukat, Berikut Filosofinya Dalam Hindu Bali 

Halaman
123

Berita Terkini