Berita Bali

Remaja di Bali Rentan Gangguan Jiwa, Ini Jadi Warning Bagi Semua Pihak

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

dr. I Gusti Rai Putra Wiguna Sp.KJ selaku Psikiater di Klinik SMC sekaligus Founder dari Rumah Berdaya Denpasar.


“Akhirnya aku cari-cari info ternyata bisa pakai BPJS (kesehatan). Akhirnya aku ganti dokter ke salah satu rumah sakit di Denpasar sampai sekarang,” imbuhnya.


Namun saat ia kembali berobat, gejala sakit mentalnya sudah berbeda. Hingga akhirnya ia menjalani terapi dengan diagnosa F31 atau bipolar affective disorder. Selama menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat, Bela tidak dikenai biaya konsultasi dan pembelian obat.

Dan ia diberikan 3 macam obat serta melakukan konsultasi selama seminggu sekali. Ketika melakukan konsultasi, biasanya dokter menanyakan bagaimana kenyamanan saat beristirahat seperti tidur, apa yang Bela lakukan saat ini, serta menyarankan untuk berafirmasi positif.


“Ya lebih ke ngobrol, lalu diberi obat yang sesuai dengan permasalahan yang kita alami (biasanya ada dosis yang dikurangi atau ditambah bila dirasa perlu),” sambungnya.


Mengetahui anaknya mengidap gangguan mental, tentunya membuat orangtua Bela terkejut. Dan memikirkan solusi agar Bela dapat sehat kembali. Sementara untuk teman-teman dan lingkungannya dikatakan Bela menuai beragam rekasi pro dan kontra.


“Ada yang mau menerima, ada yang bilang paling aku ini kecapekan aja, dibilang kurang bersyukur, disuruh kencangin ibadahnya kurang lebih gitu. Malah ada yang jadiin sakitku ini jadi kelemahanku. Padahal aku bisa mengerjakan semuanya,” paparnya.


Untuk saat ini Bela mengatakan lebih berdamai saja dengan keadaan tanpa melawan. Dan kini Bela lebih sering mencari bagaimana letak kenyamanan untuk dirinya. Biasanya ia membaca buku tentang kesehatan mental atau lainnya, memasak, menggambar dan menulis.


Menurut Bela, pengobatan para gangguan mental sangat penting dilakukan, karena setelah beberapa kali menemukan problem, serta ketika merasa diri bergejala yang sama akhirnya memutuskan sendiri jika mengidap bipolar juga. Dan hal tersebut merupakan self diagnose yang buruk. Padahal, kata Bela gejala setiap orang berbeda-beda.


“Ya di hari kesehatan mental dunia ini, aku sangat berterima kasih untuk diriku dan orang-orang terdekat sekitarku yang mau sama-sama berjuang sampai sekarang. Naik turun kondisiku, aku bisa melewatinya. Mau mengerti di segala kondisi, aku berharap orang-orang juga lebih peduli dan peka ketika sudah nggak baik-baik saja bisa langsung datang ke yang lebih profesional bisa psikolog atau psikiater. Karena kebanyakan mereka lebih self diagnosa gitu. Apalagi sekarang segala informasi tentang kesehatan mental, gangguan mental sudah cukup mudah dijangkau,” katanya. (*)

 

 

 

Berita lainnya di Kesehatan Mental

Berita Terkini