TRIBUN-BALI.COM – Terkesan Pasif dalam Misi Pembebasan Pilot Susi Air, Komnas HAM Dikritik: Peran Dipertanyakan
Karena terkesan tidak aktif mengenai kasus penyanderaan Pilot Susi Air oleh Kelompok Kriminal Bersejata (KKB) di Papua, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendapat kritikan dari beberapa pihak.
Suara dan peran Komnas HAM dalam upaya pembebasan pilot asal Selandia Baru itu, Kapten Philip Mark Mehrtens dipertanyakan.
Komnas HAM dinilai pasif dan tak selantang biasanya.
Terlebih lagi jika dibandingkan dengan saat menghadapi kasus kekerasan di Papua sebelumnya.
Melansir Kompas.com, kasus kekerasan di Papua yang terakhir kali dirilis Komnas HAM yaitu kerusuhan di Wamena, yang menewaskan belasan warga sipil di Papua.
Peristiwa kerusuhan terjadi pada 23 Februari 2023 dan Komnas HAM telah mengambil sikap dan menyampaikan laporannya pada 6 April 2023.
Sedangkan dalam kasus penyanderaan yang terjadi sejak 7 Februari 2023, Komnas HAM seolah lepas tangan.
Lembaga itu tidak memberikan respon tegas mengenai pelanggaran HAM terkait penyanderaan Philip Mark Marhtens.
Atnike Nova Sigiro selaku Ketua Komnas HAM, bahkan terkesan pasrah saat Kompas.com menanyakan langkah lembaganya terkait pembebasan pilot Susi Air.
Baca juga: Pembebasan Pilot Susi Air, Moeldoko Ungkap Permintaan Selandia Baru: Pemerintah Tak Akan Gegabah
Ia menyebut bahwa kasus penyanderaan adalah kewenangan pemerintah, dan Komnas HAM hanya bisa berharap agar kasus itu bisa selesai dengan damai.
"Komnas HAM tetap berharap agar kasus penyanderaan ini dapat diselesaikan dengan damai.
Kewenangan penanganan kasus penyanderaan ini berada di tangan pemerintah," kata Atnike, Minggu 2 Juli 2023.
Sikap Komnas HAM yang seolah lepas tangan mengundang kritik dari sejumlah pihak, khususnya pegiat HAM.
Sulit Berharap pada Komnas HAM