Mantan Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik mengatakan, sulit berharap kepada Komnas HAM untuk menyelesaikan konflik di Papua, termasuk untuk pembebasan pilot Susi Air.
Sebab, Komnas HAM sendiri membatalkan secara sepihak perjanjian Jeda Kemanusiaan yang pernah dibuat pada 11 November 2022 bersama Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Padahal, perjanjian itu juga didukung oleh Dewan Gereja Papua, Majelis Rakyat Papua dan tokoh-tokoh Papua lainnya.
"Sejak mereka membatalkan sepihak Jeda Kemanusiaan tanpa alasan yang kuat serta tidak ada komunikasi dengan para pihak terutama dengan teman-teman Papua, sulit mengharapkan peran mereka di Papua.
Pembatalan sepihak itu menimbulkan kemarahan pihak yang mendorong Jeda Kemanusiaan di Papua," kata Taufan.
Padahal, menurut Taufan, independensi dalam kewenangan Komnas HAM bisa memecah kebuntuan komunikasi antara tuntutan pihak penyandera dalam hal ini Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dengan pemerintah.
Baca juga: KKB Jamin Keselamatan Pilot Susi Air, Juru Bicara KKB: Kapten Philip Sudah Dianggap sebagai Teman
Apalagi, ada tawaran dari pihak TPNPB kelompok Egianus Kogoya agar Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua bisa menjadi negosiator penyanderaan itu.
"Termasuk untuk negosiasi kasus Philip, kelompok Egianus meminta keterlibatan Kepala Perwakilan Papua untuk membantu.
Harapan saya kalau Komnas HAM RI mau diterima baik di Papua, maka sebaiknya berikan dukungan penuh kepada Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua," imbuh dia.
Diminta Tak Lepas Tangan
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menegaskan agar Komnas HAM tak lepas tangan dengan kasus penyanderaan pilot Susi Air.
Terlebih sudah ada permintaan dari TPNPB-OPM kelompok Egianus Kogoya agar Komnas HAM bisa menjadi negosiator seperti yang disampaikan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey.
"Yang pasti Komnas HAM tidak boleh lepas tangan karena secara kelembagaan, Komnas HAM harus mengambil sikap yang koheren antara keputusan di tingkat pusat dan keputusan di tingkat Kantor Perwakilan," kata Usman.
Adanya Perbedaan Sikap
Sikap Komnas HAM yang tak jelas dalam kasus penyanderaan ini terlihat dari dua pernyataan berbeda antara Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dan Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey.