"Satu safety tidak bekerja lift seharusnya tidak akan hidup dan bekerja karena safety dihubungkan secara serial," katanya.
Disinggung tragedi yang baru-baru ini terjadi, kata Suteja ia tidak bisa menyalahkan siapapun harus dilakukan penelitian mendalam.
Tapi, yang bisa diambil dengan kejadian ini jadi pembelajaran yang seksama, seluruh komponen harus memperhatikan dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja.
Lantas ada hubungan dengan di tebing atau jurang? Suteja mengaku tidak ada pengaruhnya, jika dirawat dengan benar semua akan berjalan dengan baik.
Diakuinya kejadian di Ubud ini memberikan rasa traumatik pemakai lift karena kesalahan ini.
Idealnya pemeriksaan periodik dilakukan Dinas Tenaga Kerja yang memiliki kewenangan sebagai pegawai pengawas K3 bersama dengan PJK3 (perusahaan jasa Kesehatan dan keselamatan kerja ) yang bertugas memeriksa setiap tahun dan menguji sarana safety lift.
"Kalau seandainya betul dilakukan safety berfungsi dengan baik. Dan setiap hari operasinya lift itu dikawal engineering yang memiliki kemampuan yang baik diberitahu dan diajari lift sesungguhnya menjaga itu, tidak akan terjadi," harapnya.
Ia menjelaskan lebih dalam, dalam lift jenis tersebut ada tiga safety saat meluncur yakni safety blok, safety brake (pengereman) safety speed governor.
Safety speed governor yang bekerja berbarengan dengan safety block kalau terjadi pergerakan upnormal melebihi ketentuan yang sudah direncanakan, safety speed governor yang bekerja menarik satu tuas, tuas yang menarik sling safety block.
“Itu letaknya biasanya dibawah car itu akan memukul rel besi dengan besi lift itu tidak bisa meluncur," terangnya.
Ditanya lagi mengenai lift di Ayu Terra, Suteja tidak bisa mengomentari terlalu dalam karena tidak ikut meneliti.
Seperti dijelaskan adanya tiga safety akan bekerja dengan baik tidak akan masalah.
"Saya tidak ikut penelitian itu. Rem darurat, di luncur tiga safety block dan speed governor safety. Semua bekerja dengan baik tidak ada masalah" tambah Suteja.
Sementara itu, Pengamat Tata Kota yang juga Guru Besar fakultas Teknik, Prof Rumawan Salain sangat menyayangkan kejadian ini.
Ia mempertanyakan lift berasal dari pabrik mana.
Bagaimana spek, dimensi dan ukurannya. Berapa banyak kawat sling.
Ini ingatan bagi pelaku usaha yang menyediakan fasilitas serupa semoga tidak terjadi lagi karena memengaruhi citra Bali.
Selain itu yang menjadi sorotan resort yang ada dekat dengan tebing dan juga sungai.
Seharusnya dibuat sempadan tidak boleh memanfaatkan sungai karena itu milik publik.
"Sempadan dihitung apakah ke dalam apakah lebar sesuai fungsi. kalau sekarang fungsi memanfaatkan teknologi wilayah publik dipakai UMKM tidak jadi milik privat. Kalau ini memang ada semestinya seperti model, terminal, tidak penuh sampai ke bawah. siapa yang punya tanah dipakai," tanyanya.
Di samping juga diperhatikan dengan keyakinan adat Bali. Karena adanya sungai dan jurang ada karang suwung yaitu penunggu setempat yang harus dihormati.
“Saya tidak mengatakan pelanggaran, kalau itu ada di tebing pinggiran tebing dimanfaatkan turun ke bawah menikmati sesuatu di bawah apakah air. Kalau itu pertanyaanya kok wilayah sempadan sungai dan tebing dimanfaatkan siapa memberikan izin pemanfaatan," tutupnya. (*)