“Jadi seperti apa yang disampaikan Prajuru Adat di sini, sebelum sungai ini diurug sungai ini sangat dipelihara dan ditanami tanaman sejenis bakau. Bahkan sesuai dengan Undang-undang Cipta Kerja saat ini, maka yang berhak akan tanah itu adalah Bendesa Adat Pererenan, dan bukan diklaim tanah milik Pemkab Badung,” bebernya.
Disinggung mengenai sosialisasi dari Pemkab Badung, Antara mengaku sosialisasi awalnya didengar oleh krama desa adat hanya melakukan penataan pantai dan penataan sungai, bukan reklamasi. Namun kenyataannya dilakukan reklamasi dan tidak ada sama sekali tanah timbul.
“Kami sudah melakukan koordinasi ke Balai Wilayah Sungai Penida (BWS), dan BWS tahu bahwa di sana adalah sungai yang berisi lumpur. Namun kini direklamasi dengan mengambil pasir di Pantai Lima, sehingga pantai kini abrasi,” imbuhnya sembari mengatakan kedepan pihaknya akan menyurati Pemkab Badung dengan melakukan somasi, termasuk investor dengan tidak melakukan kegiatan lagi di tempat itu.
Proyek pembangunan yang dilakukan oleh investor di lahan negara yang ditolak Krama Desa Adat Pererenan ternyata akan dibangun restoran bertingkat. Menurut informasi, di lokasi proyek itu akan berdiri pada lahan yang telah dilakukan reklamasi.
Bahkan pembangunan gedungnya sudah mendapatkan izin dari Pemkab Badung. Pada proyek itu telah memasang persetujuan bangunan gedung di papan di areal proyek dengan nomor: SK-PBG-510302-14052024-001 permohonan persetujuan bangunan gedung dengan pemilik bangunan gedung PT PPB. Bahkan pada papan yang terdapat di lokasi disebutkan akan mendirikan bangunan gedung baru untuk restoran.
Luas bangunan gedung yakni total luas 700.00 meter persegi, luas lantai 702.00 meter persegi, lantai dua, tinggi bangunan 9,80 meter. Bangunan gedung itu untuk restoran telah mendapat persetujuan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kemudian, besaran retribusi persetujuan bangunan gedung yang dibayarkan oleh pemilik bangunan gedung sebesar Rp 32.041.970,00. Persetujuan bangunan itu berisi sejumlah lampiran.
Lampiran A, berisi keputusan Pemkab Badung tentang persetujuan bangunan gedung tentang informasi tanah, fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
Yakni informasi tanah seluas 3.000 meter persegi yang terletak di Pantai Lima, Jalan Babadan, Pererenan, Mengwi, Badung. Pada Lampiran B berisi keputusan tentang persetujuan dokumen teknis, tetapi hanya bisa diakses dengan QR-Code yang terhubung dengan website Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).
Begitu juga lampiran C, berisi keputusan tentang besaran retribusi persetujuan bangunan gedung yang hanya bisa diakses QR-Code.
Kemudian lampiran D, berisi keputusan tentang informasi umum persetujuan bangunan gedung yakni pemilik gedung agar menyampaikan informasi dan tanggal pelaksanaan konstruksi kepada Dinas PUPR melalui SIMBG. Informasi tersebut disampaikan sebelum pelaksanaan konstruksi dimulai.
Apabila pemilik bangungan tidak menyampaikan jadwal dimulainya pekerjaan konstruksi, maka Dinas PUPR akan meminta klarifikasi kepada pemilik bangunan gedung. Klarifikasi dapat dilakukan paling banyak dua kali dalam kurun waktu paling lama enam bulan sejak diterbitkan PGB.
Kalau pemilik bangunan gedung tidak menyampaikan informasi jadwal dimulainya pekerjaan konstruksi, maka PGB dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dinas PUPR menginspeksi pelaksanaan konstruksi gedung setelah mendapatkan informasi dari pemilik bangunan gedung pada tiap tahapan.
Proses inspeksi dilaksanakan sebagai prasyarat penerbit Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG) tanpa dikenakan biaya apa pun.
Kemudian Lampiran E, berisi keputusan tentang pembekuan dan pencabutan persetujuan bangunan gedung. Persetujuan ini diterbitkan di Badung, Selasa (14/6) atas nama Bupati Badung, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Badung, I Made Agus Aryawan. (gus)